Mohon tunggu...
Nanang Bagus Subekti
Nanang Bagus Subekti Mohon Tunggu... -

Pemerhati Pendidikan tinggal di Yogyakarta. Blog pribadi http://subekti.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Sebagai Pengayom Anak Didik

21 September 2012   23:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:02 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini saya buat sebagai bahan refleksi untuk diri saya sendiri sebagai seorang pendidik dan teman-teman semua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Setelah sekian lama menekuni sebuah profesi sebagai seorang pendidik, saya merasakan betapa posisi seorang guru begitu penting dalam kehidupan siswanya. Guru tidak hanya berfungsi mengajarkan bahan pelajaran semata tetapi juga harus membantu siswa mengatasi semua permasalahan yang menghambat proses belajarnya.

Tidak bisa dipungkiri, setiap siswa yang datang ke sekolah berasal dari latar belakang yang berbeda. Jika dalam kelas terdapat 30 siswa, maka seorang guru mempunyai pekerjaan untuk memahami 30 jenis keanekaragaman latar belakang siswa tersebut seperti latar belakang ekonomi keluarga anak, latar belakang keyakinan atau agama anak, latar belakang pendidikan anak, latar belakang lingkungan sosial anak dan lain sebagainya. Nah, bisa dibayangkan seandainya seorang guru mengajar 5 kelas dalam satu minggu, maka dia harus mempelajari 150 karaketeristik siswa yang berbeda.  Kompleksnya pekerjaan guru tersebut perlu dipahami oleh masyarakat luas. Mereka perlu memahami jika pekerjaan guru tidak semudah yang bayangkan seperti tugas guru datang di kelas dan memberi PR pada siswa-siswanya, bermain dengan siswa-siswanya, sering libur dll. Perlu disadari jika seorang guru sebenarnya menanggung beban yang luar biasa berat untuk mengantarkan siswanya berhasil dalam belajar.

Posisi guru di mata para siswanya adalah sosok yang tahu akan banyak hal, sehingga tidak jarang seorang guru harus menghadapi permasalahan- permasalahan siswanya yang sering kali di luar keahliannya. Dalam situasi tersebut, sikap yang paling bijaksana adalah mendengarkan isi hati dan pikiran anak didiknya untuk mencari solusi yang terbaik.  Saya memiliki beberapa contoh kasus unik yang harus saya hadapi. Pertama, pada suatu ada seorang mahasiswa datang di ruang saya. Mahasiswi tersebut ingin berkonsultasi masalah pribadi yang sedang dihadapinya. Singkat cerita, dia bercerita tentang jalinan asmara dengan sesama mahasiswa. Mahasiswa tersebut bercerita jika temannya satu kos juga tertarik dengan pacarnya yang konon kabarnya menggunakan jasa seorang dukun untuk membuat mahasiswa tersebut sakit. Sebagai bukti, dia foto jika di depan kamarnya sering terdapat bunga 7 rupa yang menurutnya itu tindakan tidak baik. Kedua, cerita kedua saya ambil dari seorang mahasiswa yang ingin berkonsultasi keputusannya untuk berhenti kuliah dengan alasan masalah dalam keluarganya. Konon ceritanya, orang tua mahasiswa tersebut akan cerai sehingga dia tidak bisa lagi fokus untuk menyelesaikan kuliahnya.

Sebagai seorang pendidik, tugas saya mendengarkan semua cerita uneg-unegyang disampaikan oleh para mahasiswa tersebut dengan baik untuk mengurai akar permasalahannya. Tidak sedikit dari permasalahan yang dihadapi anak didik menyita energi saya. Sering kali saya merasakan jika permasalahan diluar akademik tersebut terkadang jauh lebih rumit daripada tugas pokok mengajarkan materi belajar. Dalam situasi seperti ini, saya tidak boleh menolak atau menghindarinya. Kewajiban saya adalah mengayomi anak didik supaya tenang dan bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik. Berlandaskan kerangka akademik yang menaungi hubungan guru dan siswanya, maka penyelesaian yang diberikan pun harus mendidik dan ilmiah. Saya selalu mengedepankan aspek berpikir logis dan ilmiah dalam menghadapi pemasalahan anak didik.

Dari cerita tersebut di atas, ketika seorang guru berfungsi sebagai pengayom kehidupan perserta didik, maka seorang guru harus bertindak adil. Seorang guru tidak boleh mengucilkan atau berbuat tidak adik pada diri siswa lantaran beberapa hal sepele seperti latar belakang keyakinan atau agama yang berbeda, latar belakang ekonomi anak dan lain sebagainya. Keiklasan dalam mendidik anak harus bersifat universal tanpa adanya sekat-sekat yang membatasinya. Dengan demikian jasa kita sebagai seorang pendidik akan selalu diingat dalam diri anak, bahkan kita akan menjadi figur (model) yang akan ditiru oleh anak tersebut. Nah, apakah kita telah menjadi pengayom yang baik untuk anak didik kita?

*Tulisan ini pernah dipublikasikan di blog saya sendiri http://subekti.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun