Ketika peristiwa itu terjadi, saya masih duduk di kelas 4 SD, namun seperti Alam, salah satu anak dari orang yang dianggap anggota PKI, memori saya cukup tajam mengingat masa itu.Â
Namun setelah peristiwa bersejarah itu reda, dan Indonesia kembali normal, saya selalu skip semua hal yang membahas tentang Mei 1998.Â
Kalau ditanya mengapa dihindari, yaa... secara naluri ingin menghindar saja. Hehe..
Dan, saat membaca Laut Bercerita, memori itu kembali muncul seperti film, berikut dengan perasaan takut dan sedih.
Terutama saat adegan Laut, tokoh utama dalam novel tersebut diculik, disiksa bersama teman-temannya, suasananya menakutkan Mei 1998 kembali muncul.Â
Novel yang memiliki 382 halaman ini, saya baca tidak sampai dua hari.Â
Tepatnya saya tidak tidur, karena terlalu hanyut dalam rangkaian kisah mahasiswa yang memilih menjadi aktivis untuk terciptanya keadilan sosial di negeri ini, terutama untuk rakyat kecil.Â
Belum lagi tergambar kalutnya keluarga ketika para aktivis ini menghilang begitu saja, tanpa kabar, bahkan tanpa diketahui mayatnya dimana.Â
Traumatik yang dialami oleh aktivis yang sempat diculik, ditahan, dan mengalami penyiksaan dalam tahanan, kemudian malah dipulangkan, sedangkan teman-teman seperjuangannya meninggal tanpa diketahui keberadaan jasadnya.Â
Juga, yang bikin sakit hati banget, ketika mengetahui ada pengkhianat dalam kelompok mereka, padahal pengkhianat tersebut merupakan teman seperjuangan. Wah... itu sih menyayat banget beneran. Nyawa taruhannya, belum lagi nyawa keluarga juga ikut terancam.
Usai membacanya, secara otomatis, saya berkata dalam hati, seakan para senior, aktivis yang hilang begitu saja, mendengarnya.Â