Bisa dibilang dari bertahun-tahun saya menempuh pendidikan, baru kali ini saya ada dalam tahap mau belajar, tanpa merasa terpaksa ataupun kewajiban. Menulis...
Tidak pernah menyangka saya suka menulis, diluar dari kata berkualitas atau tidak, ternyata saya senang merangkai kata.Â
Padahal kalau diingat kembali, waktu sekolah, saya tidak pernah bisa maju lebih dari dua kalimat. Alhasil, dapat nilai 6 saja sudah bagus. Hanya saja, sedari kecil, saya memang dibiasakan menulis diary. Nah, itu bisa bertumpah ruah tulisannya.Â
Tidak perlu takut ada orang yang menilai. Dan andai dianggap jelek, kan, orang tua juga tidak akan memarahi, teman pun tidak akan ada yang meledek. Hehe.
Di Kompasiana, saya semakin semangat menulis, apalagi sejak diberi label Artikel Utama. Berikut dengan apresiasi dari kompasianer lainnya dan kritik, serta sarannya.Â
Ada beberapa kompasianer yang mengatakan kalau mau bisa menulis banyak ide, dan kualitas menulis semakin baik, itu harus banyak membaca buku. Dan saya lakukan itu, sepanjang usia saya, baru sejak menulis di Kompasiana saja, saya baru rajin membaca buku tanpa merasa terpaksa.
Buku Goenawan Mohamad yang berjudul "Andai Saya Wartawan Tempo", merupakan buku pedoman saya pertama. Buku itu yang memperkenalkan saya, siapa itu Goenawan Mohamad. Tulisannya begitu enak dibaca, tapi isinya begitu berkualitas. Dan saya membaca buku tersebut hanya sehari.Â
Satu rekor tersendiri bagi saya, membaca buku habis langsung dalam satu hari. Jangan bandingkan saya dengan Anda yang memang terbiasa membaca buku, karena saya sejatinya bukanlah penikmat buku.
Saya terkagum-kagum dengan cara beliau menulis sesuatu yang terlihat sederhana, tapi kok ya penting. Bahkan sepanjang membaca, saya sama sekali tidak merasa digurui.