Saling berkomentar dan memberikan penilaian di Kompasiana merupakan hal yang lumrah untuk para kompasianer.Â
Saya pribadi tipe orang yang sebenarnya lebih banyak memberikan penilaian, dan jarang berkomentar, mungkin karena terbiasa di sosial media yang lebih sering memberikan like ketimbang memberikan komentar.
Lama tak menulis di Kompasiana, ada rasa asing dan canggung yang timbul dalam diri. Apalagi melihat banyak penulis yang baru saya lihat dan banyak juga yang sudah bercentang biru.Â
Rasa minder pun turut muncul, apalagi saya hampir lupa bagaimana kaidah-kaidah menulis artikel yang baik. Namun, rasa nyaman kembali muncul ketika melihat masih ada teman-teman kompasianer yang dulu saling berbalas komentar.Â
Bagai bertemu dengan teman lama saja. Padahal kalau dipikir-pikir, komentar itu hanya tertulis singkat saja, dan tidak menjadi sebuah obrolan yang panjang, tapi entah kenapa bisa menciptakan rasa pertemanan.
Dari memperhatikan perasaan saya di Kompasiana, pikiran pun berlari untuk mengingat perilaku saya sebagai seorang konsumen.Â
Ditengah banyaknya online store yang bisa jadi menawarkan jenis produk yang sama, kualitas dan harga sangat kompetitif, saya ternyata bisa juga menjadi konsumen yang loyal pada beberapa brand lokal.Â
Bukan karena kualitas dan harganya saja yang menciptakan keloyalitasan, tapi cara mereka memperlakukan saya sebagai seorang "teman", bukan cuman dianggap sebagai pembeli semata. Contohnya saja, saya biasa membeli celana di Timeand.co.Â
Sapaan owner-nya di Instagram Live kepada satu per satu nama followers yang join, membuat saya ingin menyapa balik, dan akhirnya melihat koleksi-koleksinya.Â
Dalam Instagram Live-nya, ada follower yang bertanya pada owner, "Mba, saya tingginya cuman 150 cm (misalnya), cocok gak ya pakai celana itu?". Owner-nya pun menjawab, "Hmm, mesti dipotong dulu sis. Sebentar saya ada celana kulot yang panjangnya bisa pas sama sis". Setelah itu, model celana yang panjangnya bisa pas untuk orang yang tingginya 150 cm pun diperlihatkan, dan follower tersebut membelinya.Â
Juga ada yang menanyakan, "Sis, dress balonnya bagus gak untuk orang gemuk?", kemudian owner pun memberikan solusi lagi. Melihat interaksi seperti itu, akhirnya saya mendapatkan kesan sang owner tidak sekedar jualan agar produknya habis dibeli, tapi mengutamakan kepuasan pembeli.Â
Saya pun akhirnya tertarik untuk membelinya, dan hingga kini menjadi langganan tetap, karena ada rasa percaya pada produk dan sikap sang owner.
Kemudian, ada juga clothing line Posh The Label. Pertama kali membeli produknya, karena saya kagum dengan owner-nya yang sangat menginspirasi, Pamela Wirjadinata.
Tapi bukan rasa kekaguman yang membuat saya menjadi konsumen loyal, melainkan cara sang admin memperlakukan saya yang cukup bawel kalau bertanya. Ramah, sopan dan solutif, apalagi ketika ternyata ada produknya yang kurang cocok dengan saya.Â
Ketika saya menanyakan bisa tidaknya diretur dan menggantinya dengan produk lain, admin Posh The Label masihlah bersikap sopan dan ramah, bahkan produknya ternyata bisa diretur dan diganti dengan produk lain. Hal yang belum tentu berlaku untuk online store lain.
Merasa terkesan dengan sikap sang admin pada saya, sebagai pembeli yang bawel, dan kualitas produknya juga bagus, saya pun tidak ragu menjadi pelanggan tetapnya.Â
Ternyata dari sikap yang ramah, solutif dan mengutamakan kepuasan pembeli, rasa loyal pun bisa diberikan oleh seorang pembeli pada sebuah brand. Hal yang tidak bisa didapatkan, walau sudah ada diskon atau harga promo dari sebuah produk.
Begitu pula dengan efek komentar di review produk online store.Â
Biasanya saya akan membaca komentarnya para pembeli dulu satu per satu, kemudian foto produk dari pembeli. Semakin lengkap deskripsi penilaiannya terhadap produk dan layanan seller-nya, maka saya semakin yakin produk tersebut akan saya beli atau tidak.Â
Kalau hanya sekedar rating 1-5 saja, biasanya saya skip, khawatirnya rating tersebut diberikan hanya karena rasa kasihan ataupun sentimen terhadap seller saja.
Dari pengalaman tersebut, saya pun akan mengusahakan diri untuk mendeskripsikan produk tersebut kenapa bisa saya suka, siapa tahu bisa membantu pertimbangan calon pembeli lainnya, seperti saya dibantu oleh deskripsi lengkap pembeli sebelumnya.
Ternyata komentar dalam bentuk tulisan itu begitu penting. Hal yang tidak pernah saya sadari sebelumnya. Dari komentar, rasanya ada emosi yang turut terpancing, dan timbul rasa "dilibatkan" melalui sebuah komentar.Â
Teknologi boleh canggih, tapi emosi manusia tetaplah hidup, semakin merasa dilibatkan, maka rasa kedekatan akan muncul, yang bisa jadi berujung pada loyalitas.
Referensi bacaanÂ
- Herhold, Kristen. 17 Januari 2019. How People Interact on Social Media in 2019. Diakses dari Themanifest.com tanggal 26 Maret 2020
- CopyPress. The Power of Social Media Interaction. Diakses dari Copypress.com tangga 26 Maret 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H