Contohnya, dulu waktu SD, saya di-bully oleh teman-teman sekolah karena kulit seperti anak kampung, dan menganut agama yang berbeda dengan teman-teman. Tidak ada mereka, mungkin saya masih menjadi pribadi yang malas belajar, tidak mau merawat diri dan tidak bisa menghargai perbedaan.Â
Saya juga dulunya seringkali menyayangkan sikap Ibu dalam mendidik anaknya begitu keras, tapi dipikir saat ini, kalau Ibu saya tidak keras dan disiplin, bisa jadi saya menjadi pribadi yang cengeng dan sangat mudah putus asa. Karena sikap Ibu keras saja, saya mudah putus asa, bagaimana kalau tidak dikerasi, bisa jadi karakter saya macam tahu sutra yang lembut.
Ada juga kejadian-kejadian fatal yang saya anggap sebagai dosa besar. Saat itu saya sudah berpikir untuk bunuh diri saja saking takutnya akan dihakimi secara sosial. Namun saya sangat kaget ketika keluarga dan teman malah mendukung dan menerima saya, yang penting saya sudah menyadari dan tidak mengulanginya lagi.Â
Ketika saya belajar memaafkan diri saya, ada teman yang mengalami hal yang pernah saya alami, ternyata pengalaman saya bisa membantunya dan mencegah dirinya mengalami hal yang serupa dengan saya.
Dari sana saya belajar bahwa memang benar kata orang, selalu ada hikmah dari sebuah kejadian. Bahkan ada Pastur yang pernah mengatakan, "tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan."
Overthinking pun mulai saya kurangi dan mulai belajar untuk menikmati semua proses kehidupan yang saya jalani. Saya yakini setiap susah senangnya kehidupan kita merupakan suatu proses pembentukan dan pembelajaran hidup.Â
Proses menikmati hidup ini saya lalui dari pengalaman hidup. Dan saya bersyukur sekali, zaman sekarang orang sangat terbuka dalam membagi pengalaman dan latihan dalam memotivasi diri.Â
Saya pun mengaksesnya bisa dengan sangat mudah, misal blog, YouTube dan buku. Mungkin karena saya tipe orang yang kalau lagi ruwet pikirannya, lebih memilih diam dan berpikir sendiri, jadi saya lebih memilih untuk memotivasi diri sendiri melalui media.
Cerita ke orang yang saya percaya dan kira-kira bakal memahami dan memberikan solusi dari masalah yang saya hadapi, juga suka saya lakukan. Tapi ketika saya merasa takut dihakimi atau malah dinasihati panjang lebar, saya lebih memilih untuk melakukan aktivitas yang saya suka, seperti menulis dan membaca atau menonton yang memotivasi diri.Â
Kemudian ketika sudah tenang, saya kembali memikirkan akar permasalahannya dan mulai menerima kenyataan bahwa saya harus menghadapinya.
Menikmati proses kehidupan, bukan berarti terlalu pasrah sama nasib, hingga tidak mau berusaha. Justru dari saya belajar menikmati proses hidup, saya merasa lebih bersyukur bahwa Tuhan memberikan saya kehidupan seperti ini.Â