Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

6 Tips agar Tidak Emosi Saat Mengajar Anak

17 September 2020   11:03 Diperbarui: 17 September 2020   23:10 2596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua mengajar anaknya | Foto: Shutterstock via bentangpustaka.com

Baru saja saya membaca tulisan Mba Nita Kris Noer (pinjam namanya, ya, Mba) yang berjudul "Saya Butuh Bimbingan, Ma, Bukan Pemukulan", saya langsung teringat dengan cara didik orangtua zaman dulu, serta curhatan di sosial media beberapa teman saya yang telah menjadi ibu.

Hal itu terkait tentang perlunya kesabaran ekstra saat mengajar anak. Tentu rasa emosi yang dirasakan oleh orangtua saat mengajar anak sebenarnya bisa saya pahami.

Kemungkinan karena sudah terlalu kelelahan fisik dan batin, terlalu banyak pikiran, atau mungkin pola asuh orangtua yang secara tidak disadari "diturunkan" pada dirinya. Banyak faktor yang menyebabkan orangtua, terutama ibu, sangat emosi yang berujung pada tindakan kekerasan saat mengajar anak.

Walau begitu, saya mohon maaf sebelumnya, emosi tersebut ada baiknya lebih dikelola lagi, karena ketika anak diajarkan dengan cara dibentak ataupun dipukul, biasanya mereka langsung merasa tertekan dan akan sangat sulit untuk konsentrasi memahami pelajaran. 

Psikologi anak akan merasa "ditekan" dan merasa dirinya sangat bodoh, yang akhirnya membuat mereka tidak semangat belajar. Saya salah satu orang yang pernah mengalami cara didik yang sangat keras, sehingga saya paham perasaan sang anak yang dimarahi saat tidak memahami pelajaran.

Berbekal pengalaman mengajar di salah satu sekolah, saya baru memahami perasaan ayah dan ibu saya ketika mengajar saya. Wah, emosi nian ketika anak-anak susah sekali konsentrasi dan malah fokus pada bermain. 

Bagusnya mereka bukan anak saya sendiri, jadi tidak mungkin saya memukul mereka. Tapi dari sanalah, saya baru memahami emosi yang dirasakan orangtua saat mengajar anaknya.

Cara didik Montessori (metode dari Dr. Maria Montessori, pendidik asal Italia) membuka mata dan pikiran saya. Anak-anak itu sangatlah pintar dan sangat cepat menyerap ilmu pengetahuan ketika kita, orangtua dan guru, bisa membuat mereka tertarik pada pelajaran. 

Salah satu buktinya adalah ada murid usia 4 tahun. Ketika datang pertama kali, dapat dikatakan ia termasuk anak yang, maaf, kurang pandai. Tapi ketika ia dibuat tertarik dan dibuat senang dengan pelajaran, ia menjadi anak yang sangat pandai.

Dan tanpa bermaksud sombong, sekolah kami sama sekali tidak mengenal kata "kurang pandai" untuk anak, kami hanya paham mereka belum terbiasa, belum memahami, atau belum tertarik pada pelajaran. Maka tugas kita lah, sebagai orangtua dan guru, yang harus membuat mereka memiliki semangat belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun