Tontonan saya hari ini cukup menarik, kenapa Borobudur terus ya? Saya juga tidak paham, tapi entah mengapa melihat konten videonya, membuat saya bersedih hati.
Tangan dan Kaki Perusak Borobudur, menjadi tontonan yang membuat hati merasa teriris-iris. Karena tingkah laku pengunjung, termasuk saya yang menjadi bagian dari tangan dan kaki perusak Borobudur.
Duduk di Stupa, naik ke Stupa ataupun Patung, jalan di tangga dengan kapasitas pengunjung yang padat, ternyata membuat arsitektur bersejarah ini menjadi aus. Bila dua juta orang yang injak, maka yang aus itu 0,2 cm, kalau empat juta orang, maka yang aus 0,4 cm.Â
Bayangkan hal-hal sederhana kalau dikerjakan bersama-sama dan bergerombol, ternyata membuat dampak yang dahsyat pada bangunan kokoh! Sayangnya kerjasama ini berdampak negatif.Â
Bukan pemerintah dan pengurus tidak merawatnya, justru dana yang dikeluarkan untuk perawatan mencapai 2 milyar, tapi namanya arsitektur bersejarah, ya, tetap perawatannya tidak bisa mengandalkan pemerintah saja, kita pun juga mesti turut menjaganya dengan sepenuh hati, apalagi usia bangunannya sudah 1.195 tahun. Lebih tua dari nenek moyang saya.Â
Sayang sekali kalau bangunan ini harus lapuk ditangan kita, akibat perbuatan yang kita anggap biasa, tapi ternyata tidak biasa untuk bangunannya.
Pengalaman saya ke Candi Borobudur, saat menaiki tangga, memang sih beramai-ramai. Bahkan saya sempat berlomba dengan beberapa pengunjung disana supaya saya tidak diserobot atau dipisahkan dari rombongan saya. Jadi jalan di tangga, yaa adu padat.Â
Kemudian, saat sudah diatas, pemandu wisatanya sendiri sih yang mempersilahkan kami duduk kalau sudah lelah. Hehe. Hanya saja waktu itu saya sedang semangat-semangatnya, jadi saya lebih memilih berkeliling melihat-lihat. Dibagian atas, jangan ditanya padatnya seperti apa, yang pasti harus bilang permisi dulu, baru bisa lewat dan mendapatkan tempat untuk melihat pemandangan dari Borobudur.
Saya sama sekali tidak menyangka ketika kita beramai-ramai menginjakkan kaki, saling mempertahankan diri untuk tidak diserobot, dan duduk-duduk di Stupa untuk melepas lelah, malah membuat bangunan ini aus. Dalam imajinasi saya, mungkin kalau Borobudur bisa mengungkapkan perasaan, ia bisa saja menangis ataupun ngoceh! "Gue udah tua woy, rawat yang bener woy!".Â
Hmm... sebenarnya akan lebih mudah untuk pengunjung mematuhi aturan, dengan ada security atau polisi yang bertugas untuk memperingati orang-orang yang mau duduk di Stupa, naik ke Stupa ataupun patung. Karena kalau aturan hanya ditulis saja, belum tentu pengunjung akan ngeh, apalagi kalau pengunjung lainnya banyak yang duduk-duduk disana, pasti akan mengikuti jejak orang lain.Â