12 Desember 2019, Indonesia kembali menambah deretan warisan budaya yang diakui dunia oleh UNESCO. Pencak Silat telah disahkan menjadi warisan budaya tak benda di Bogota, Colombia. Hal ini langsung di-upload dalam Instagram Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hari Jumat, 13 Desember 2019, dini hari.
Hohoho.. bangga kali ! Selamat, ya, Indonesia!Â
Pencak Silat pada SEA Games 2019 di Filipina kemarin, Indonesia berhasil meraih lima medali, yakni satu emas, tiga perak dan satu perunggu. Walau dinilai gagal memenuhi target, saya tetap merasakan kebanggaan. Dibandingkan kalah total. Nah, lho! Masih ada waktu latihan lagi, dan memperbaiki apa yang kurang. Hehe, ngomong gampang, ya!
Karena membahas tentang warisan budaya dunia, rasanya kurang lengkap kalau belum menceritakan sedikit perjalanan sejarah Pencak Silat, jadi izinkan saya cerita sedikit, ya.
Pencak Silat memang awalnya berasal dari Nusantara (Indonesia) yang memiliki pengaruh dari budaya Cina, agama Hindu, Buddha dan Islam. Adanya unsur 3 agama ini dikarenakan adanya perubahan masa pemerintahan kerajaan di Indonesia yang menganut agama tertentu.
Seperti Sriwijaya dan Majapahit yang saat itu masa pemerintahannya menganut agama Hindu Buddha. Dua kerajaan besar di Indonesia ini memiliki banyak pendekar besar yang menguasai ilmu bela diri yang tinggi. Tidak heran, ekspansi wilayah yang dilakukan oleh Sriwijaya dan Majapahit seringkali menuai kesuksesan.
Apalagi zaman dulu, hal yang diperlukan untuk menguasai suatu wilayah, yakni dengan tenaga dan intelektual dalam menyusun strategi perang. Berbeda dengan zaman sekarang yang lebih banyak mengandalkan kekreativitasan, inovasi dan hal lainnya yang berhubungan dengan intelektualitas.Â
Kemudian pada abad ke 14, masa Kerajaan yang menganut agama Islam semakin berkembang. Pencak Silat dimasukkan sebagai salah satu materi pelajaran agama di pesantren. Di masa itu, silat tidak hanya digunakan untuk membela diri ataupun menyerang saja, akan tetapi dijadikan kesenian tari juga, seperti tari Randai dari Minangkabau.
Kemudian Pencak Silat juga dijadikan sebagai prosesi pernikahan adat Betawi yang disebut dengan "palang pintu", Pencak Silat dijadikan peragaan sandiwara kecil sebelum akad nikah dilaksanakan.
Pada masa penjajahan, Pencak Silat juga digunakan oleh para pejuang dan pahlawan Indonesia dalam mengusir penjajah, seperti Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Dipenogoro, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien dan Cut Nyak Meutia (Wikipedia).