Seperti, listrik, PAM dan tol yang harganya selalu naik hampir setiap tahun. Pajak ekspor impor yang lumayan berat, belum lagi kinerja pemerintah yang cukup membuat orang senep duluan. Kepengurusan surat harus A B C, kemudian ketinggalan satu surat harus mengulang lagi dari awal. Belum lagi sangat lambat sekali dalam menangani sesuatu. Upah buruh yang selalu naik setiap tahunnya, tapi hasil produksinya tidak mengalami peningkatan sama sekali.Â
Hal seperti ini, tentu saja kerugian lebih kelihatan daripada keuntungannya. Mana ada investor yang mau berinvestasi kalau ruginya saja sudah kelihatan duluan?
Jadi apakah benar revisi UU KPK buru-buru disahkan untuk kepentingan negara? Kemudian kenapa ada RKUHP lanjutan, dimana koruptor dikenai sanksi minimal 2 tahun penjara, dan diberikan kemudahan remisi? Hal ini malah terlihat seperti memberikan celah bagi para pejabat untuk silahkan saja ambil uang negara dengan hukuman seringan mungkin.
Apakah ini yang namanya mendahulukan kepentingan negara? Mungkin mereka yang bekerja di pemerintahan perlu diingatkan kalau negara kita itu demokrasi. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bukan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk pemerintah.
Ketiga, menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.
Revisi UU KPK sudah ditolak dengan keras oleh berbagai pihak. Tidak didengarkan sama sekali. Penjelasan pun sama sekali tidak jelas mengapa harus ada rapat senyap revisi UU KPK.
Diberita, saya lihat banyak anggota DPR yang menyetujui KPK tidak lagi menjadi lembaga yang independen. Padahal mereka pasti melihat berita-berita yang ada kalau masyarakat menolak adanya revisi UU KPK yang pasti membuat para pejabat dengan mudah melakukan korupsi.Â
Hal ini menunjukkan bahwa para Dewan Perwakilan Rakyat sama sekali tidak menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.
Keempat, menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam RKUHP yang dikatakan untuk menghapus warisan kolonial, malah terdapat beberapa pasal yang tidak menunjukkan adanya demokrasi.Â
Seperti Pasal 470 RKUHP tentang kriminalisasi setiap perempuang yang melakukan pengguguran kandungan, termasuk jika perempuan tersebut adalah korban pemerkosaan dan perempuan yang kehamilannya membahayakan secara medis.