Namun, tetap saja tayangan tersebut tayang dengan lancar sentosa. Pemanggilan para artis dan tim manajemen yang terkait seperti hanya formalitas belaka, supaya masyarakat yang protes menjadi tenang.Â
Sedangkan untuk sinetron sendiri yang kontennya cukup vulgar dan penuh dengan adegan kekerasan, seperti hanya diperingatkan saja dalam bentuk himbauan. Penayangan sinetron dengan konten yang kurang pantas, ditambah dengan gaya hidup yang hedonis masih saja tayang. Dan jumlahnya bukan satu atau dua sinetron saja, akan tetapi hampir semua sinetron yang tayang pada televisi.
Belum lagi infotainment, yang mengulik kehidupan rumah tangga artis sampai ke isi dapurnya, kebetulan beberapa artis juga senang persoalan rumah tangganya disorot habis-habisan demi ketenaran. Hal tersebut tentu saja kurang mendidik, dan banyak dikecam oleh masyarakat. Tapi rating penayangan yang kurang mendidik tersebut menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang menyukainya.Â
Dan lagi peringatan KPI hanyalah seperti himbauan oleh para rumah produksi yang menayangkan tayangan yang kurang berkualitas. Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan.
Sejumlah media berita juga masih memiliki keberpihakkan politik, dan itu sangat terlihat jelas ketika adanya Pemilihan kepala daerah (pilkada) dan Pemilihan umum (pemilu), tidak perlu saya sebutkan namanya, Anda pasti bisa menilai sendiri. Dan ini tentu melanggar etika media, dimana media berita haruslah netral dalam memberikan informasi.Â
KPI juga belum bisa melaksanakan fungsinya dimana KPI haruslah menjamin media penyiaran tidak mendapatkan intervensi dari kepentingan pemilik modal maupun kepentingan kekuasaan. Namun, saya memahami, dari semuanya itu, KPI tentu memiliki kesulitan sendiri.Â
Seperti penayangan talkshow, sinetron, infotainment masih berlangsung karena banyak juga masyarakat yang masih suka. Rumah produksi masih bisa terus eksis karena adanya iklan-iklan yang ditayangkan. Produser iklan sendiri tentu akan memilih jam tayang suatu program yang banyak penontonnya, dengan begitu iklannya bisa ditonton oleh banyak orang. Dan itu terlihat dari rating program.Â
Masalahnya, karena rating yang tinggi justru ada pada penayangan yang tidak bermutu, mau tidak mau rumah produksi terus menayangkannya. Mungkin KPI tidak bisa terlalu banyak ambil sikap, karena di rumah produksi sendiri ada begitu banyak tenaga kerja. Apabila pemasukan rumah produksi berkurang, bisa jadi akan terjadi PHK besar-besaran. Akhirnya, terjadi banyak pengangguran.Â
Akhirnya, KPI malah membuat aturan, yang saya rasa salah sasaran. Seperti mem-blur-kan bagian tubuh yang memperlihatkan "belahan", bahkan beberapa adegan di kartun pun di-blur, hal tersebut untuk mengurangi angka pemerkosaan.Â
Akan tetapi setelah di-blur pun tetap saja angka pemerkosaan tidak ada yang menurun. Permasalahannya itu dalam konten program tayangan yang kurang mendidik, bukan dari "belahan" yang tampak.
Kemudian, tidak diperbolehkannya peran pria kemayu dalam program tayangan mana pun, untuk mencegah menyebarnya LGBT. Namun, maaf, itu tidak mengurangi jumlah LGBT, malah saya lihat sekarang sudah banyak para gay dan lesbian, yang terang-terangan jalan ke mall, dan banyak juga pria yang memakai make up.Â