Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sidang MK itu Panggung Pengadilan atau Sandiwara?

21 Juni 2019   12:12 Diperbarui: 21 Juni 2019   12:24 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Youtube/MetroTV.com

Awalnya saya ingin sekali mengikuti proses sidang ini, karena adanya rasa penasaran kubu 02 sangat kekeuh bahwa pihak kubu 01 telah berbuat kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis. Apalagi katanya ada fakta "Wow" yang mereka miliki untuk disuguhkan dalam sidang pengadilan.

Hari demi hari saya mengikuti beritanya dan sedikit menonton, lama-lama saya tidak  sanggup lagi menahan tawa, karena kesaksian dan sejumlah data yang disuguhkan Kubu 02 ke pengadilan, kok ya malah seperti menyerang diri sendiri?

Saya sendiri tidak terlalu paham bagaimana seharusnya pengumpulan data dilakukan sampai pada tahap kesimpulan adanya kecurangan atau tidak seperti apa. Gambaran saya adalah ketika seseorang sudah mengatakan ada kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis, itu karena adanya data dan fakta dari sumber terpercaya dan resmi, bukan berdasarkan media online, "katanya", video WA yang viral, ataupun kesaksian yang mengira-ngira.

Tapi ketika di pengadilan, data dan fakta yang seharusnya sudah menjadi kunci Kubu 02, yang saya tangkap, sepertinya belum siap sama sekali. Lalu bagaimana Tim BPN ini bisa bersikukuh bahwa ada kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis? Bila semua unsur-unsur tersebut masih berantakan? Itu yang menjadi pertanyaan dalam pikiran saya yang masih sempit ini.

Pak Prabowo sendiri mengatakan pada wawancaranya di BBC News Internasional pada tanggal 11 Juli 2014, bahwa media di Indonesia ada keberpihakan. Bila memang benar seperti itu, mengapa media online malah disajikan sebagai data yang resmi yang dikumpulkan pada pengadilan? Hal ini agak membingungkan.

Kemudian kesaksian dari Nur Latifah, yang saya tonton dari MetroTV, mengatakan bahwa ia melihat sendiri ada kecurangan yang dilakukan oleh Komri, anggota KPPS karena membantu lansia yang mencoblos. Ada 15 surat yang dicoblos oleh Komri.  Komri sendiri membantu para lansia karena adanya kesepakatan dari warga di sana. Ketika hakim menanyakan apakah Komri mendapatkan mandat dari warga atau para pemilik hak suara untuk mencoblos ataukah Komri tanpa bertanya langsung mencoblos? Nur Latifah menjawab tidak tahu. Jadi yang ia katakan curang itu, bisa jadi perkiraan saja. 

Menurut pengakuan Nur Latifah, tanggal 19 April 2019 pukul 21.00, ia dipanggil oleh Ketua KPPS, tokoh masyarakat, tokoh agama, perangkat desa, kader partai dan beberapa preman, ia ditanyakan kedudukannya sebagai apa disana, dan mengapa ada video yang viral, dan sebagainya. Ia pun dituduh sebagai penjahat politik. Kemudian, ia mengatakan bahwa ia diancam akan dibunuh. Ancaman tersebut tidak langsung didengar sendiri olehnya, melainkan dari perkataan Habib, teman satu RT-nya. Ancaman lainnya dilakukan oleh kerabat Ketua KPPS, yakni kalau sampai Ketua KPPS bermasalah dengan polisi, maka kerabatnya akan mencarinya. Namun, dari semua ancaman tersebut ia tidak merasa terancam yang terlalu berarti, maka dari itu ia sama sekali tidak melaporkannya ke polisi. 

Betty Kristiana juga sebagai saksi, pada tanggal 18 April 2019, pukul 19.30, ia melihat bahwa ada tumpukan amplop yang bertanda tangan, segel suara hologram dan pengunci telah digunting, kemudian lembaran plano, juga plastik pembungkus kotak suara dikelompokkan menjadi 4 karung lebih di halaman kantor kecamatan Juwangi, kabupaten Boyolali.

Ketika ditanya hakim, apakah ia melihatnya dalam keadaan gelap atau terang, Bu Betty menjawab terang samar-samar. Karena kesaksiannya itu, ia tiba-tiba mendapat telepon bahwa ia melakukan penipuan, karena takut, ia matikan hpnya. Kemudian ada telepon lagi yang menanyakan pesanan Bu Betty mau dikirim kemana, dari sana ia merasa terancam. Hakim pun menanyakan adakah ancaman yang dilakukan secara langsung ditujukan pada Bu Betty, Bu Betty menjawab tidak ada. Artinya, kesaksiannya sampai Bu Betty ini merasa terancam berdasarkan perasaannya semata.

Kemudian ada 2 saksi lainnya, Tri Hartanto dan Risda Mariana, yang kurang lebih memiliki kesamaan, yaitu seperti kesaksian yang kira-kira saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun