Mohon tunggu...
Nana Aminah
Nana Aminah Mohon Tunggu... -

Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Anak-anakku, Matahatiku...

17 Februari 2012   00:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:33 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam yang ceria. Aku, kekasihku, anakku sulung, dan anakku mungil duduk bersama di ruang tengah, tempat kami biasa nonton TV bersama. Kedua amanah Allah ini berharap-harap cemas, menunggu, apa topik “rapat” kami malam ini. Gerimis kecil, senyum kekasihku, dan cerianya kedua buah hatiku, diam-diam melambungkan aku dalam samudra cinta yang tak surut.. Alhamdulillah, Allah masih memberiku kesempatan menikmati malam ini.. “Ayo, bu.. Mulai aja,” kekasihku berucap, menghentikan perjalanan alam pikiranku.

Malam ini aku dan kekasihku, menyampaikan dengan bahasa kasih betapa kami bangga memiliki dua buah hati seperti mereka.. Dan bahagia karena anakku mungil berhasil mendapatkan hadiah atas prestasi akademiknya dari tempat kekasihku bekerja.. Kilat bahagia memancar sempurna dari mata si mungil.. Dan hatiku tergetar melihat bayangan kecewa ada dimata sulungku. Aku menyambungnya dengan kalimat cintaku untuk sulungku, bahwa si mungil, dede, harus berterima kasih kepada sulungku, kaka, karena sudah membantunya belajar, berterima kasih kepada bapa dan ibu karena sudah mengingatkan selalu untuk bertanggung jawab dengan buku-buku dan pelajarannya, kepada emak yang sudah menyiapkan semua keperluannya sebelum berangkat sekolah. Aku ingin mengajarkan keduanya tentang makna ikhtiar dan tawakkal. Aku ingin mengajarkan bahwa Allah tidak pernah berjanji memberikan apa yang kita mau. Tetapi Allah selalu memberikan yang terbaik bagi ummatnya.Aku menyampaikan pesan khusus untuk sulungku, bahwa ikhtiarnya harus diperkuat.. Aku menyampaikan pada si mungil bahwa tak perlu menyombongkan diri karena prestasi.

“Rapat” selesai dan si sulung mendekatiku,”ibu, kaka tau sekarang ini kaka kurang berusaha”, katanya.. Aku cubit-cubit tangannya yang mulai kekar khas remaja (begitulah caraku mengungkapkan kasihku kepada sulungku yang mulai enggan dibelai). Aku katakan kepadanya bahwa kaka adalah anak yang bertanggung jawab, bahwa aku terbantu karena keberadaannya, bahwa aku senang kaka sanggup menjadi kaka yang baik bagi si mungil, bahwa aku yakin kaka akan mampu meraih penghargaan itu lagi (kaka pernah mendapatkannya), semester depan.. Mata sulungku berbinar lagi.. Membuncah semangat di dadanya, dan sanggup dia katakan bahwa semester depan akan bisa mendapatkan penghargaan itu..

Siang menjelang sore, didepan tempat pengabdianku kini, ketiganya menungguku.. Kami akan menghabiskan sisa hari dengan berjalan-jalan bersama, membeli sepatu baru bagi si mungil dengan uang hadiah atas prestasinya, dan makan sore juga dengan uang hasil prestasi si mungil. Di tengah acara makan, si mungil menyampaikan,”hebat kan... Dede bisa traktir bapa, ibu, sama kaka..he..he..”, ujarnya sambil memperlihatkan giginya yang tak beraturan.. Lucu dan membahagiakan.. Sulungku terdiam, dan aku bisikkan bahwa sepatu baru yang aku belikan untuknya adalah hadiah dari ibu karena prestasinya menjadi kaka yang baik.... (Upaya kecil untuk istimewakan kedua buah hatiku...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun