Tak terasa sudah 4 tahun saya tidak menjalani ibadah Ramadhan di tanah air. Alhamdulillah tahun ini keinginan untuk bisa mengawali Ramadhan bersama orang tua di Padang tercapai juga. Disamping kerinduan ber-Ramadhan dengan keluarga, tentu saja ada kerinduan lain, yaitu menikmati suasana kental bulan Ramadhan yang sejak 4 tahun terakhir tidak begitu terasa. Maklum tinggal di negeri seberang dimana kaum muslim adalah minoritas, menjadikan semarak bulan suci umat Islam ini tidak terasa gaungnya. Bahkan dalam perayaan Idul Fitri-pun tidak begitu terasa semaraknya karena harus kembali lagi ke kampus. Tapi, walau dengan kondisi tersebut, keceriaan Ramadhan justru semakin kental, seiring dengan semakin meningkatnya rasa syukur dan persaudaraan yang terjalin diantara para perantau di sana.
Ada tiga hal yang sangat saya rindukan dari Ranah Minang, yaitu acara balimau, malamang dan manjalang mintuo.
Seperti masyarakat Yogyakarta dengan acara Padusannya atau Mandoe Siola di Polewali Mandar, masyarakat Sumatera Barat menyambut Ramadhan dengan tradisi ‘Balimau’nya. Jujur saja, setelah beberapa tahun tidak mengikuti, saya cukup kaget dengan antusiasme pelaksanaan acara balimau ini. Memang di keluarga kami, tradisi balimau dilakukan hanya dirumah saja.
[caption id="attachment_126223" align="aligncenter" width="550" caption="Tradisi Balimau (source: google)"][/caption] Balimau dalam masyarakat Minang Kabau mempunyai tujuan mensucikan diri sebelum memasuki bulan suci Ramadhan dan dahulunya dilaksanakan dengan mandi wajib menggunakan limau (jeruk nipis) dan rempah-rempah wewangian. Balimau ini kemudian dilanjutkan dengan bersilaturahmi untuk bermaaf-maafan. Hal ini mempunyai makna mensucikan jiwa raga sebelum memulai ibadah Ramadhan. Akan tetapi jika melihat terminologi dan sejarah balimau itu sendiri, telah terjadi pergeseran makna dalam prakteknya dimasa sekarang. Ritual yang sebelumnya sarat dengan nilai positif (filosofis dan kultural) sekarang menurut saya lebih kepada hura-hura dan bahkan dekat pada maksiat, seperti mandi bersama berbaur lelaki dan perempuan bukan muhrim di pemandian umum (seperti sungai dan danau).
Terlepas dari pro-kontra pelaksanaan tradisi balimau. Suasana menjelang Ramadhan di kampung halaman memang sangat meriah. Tradisi balimau juga diikuti dengan malamang. Karena keluarga kami termasuk yang dituakan baik dalam hubungan keluarga ataupun sosial, maka tentu saja banyak yang datang mengunjungi. Nah, pada saat mereka datang, biasanya disertai dengan bawaan berupa lamang. Lamang adalah penganan terbuat dari beras pulut/ketan yang dicampur dengan santan dan kemudian dimasak didalam tabung bambu dengan cara dibakar. Lamang ini ada yang dibuat dari ketan hitam/putih, ada yang diberi pisang dan ada pulang yang dimakan dengan tapai ketan. Kedatangan handai taulan dan karib kerabat dengan membawa beragam rasa lamang ini adalah hal yang saya rindukan, walaupun untuk mendapatkan lamang dihari-hari biasa tidaklah begitu sulit, namun nilai sentimentalnya tidak seindah saat menjelang Ramadhan ini.
[caption id="attachment_126224" align="aligncenter" width="350" caption="Malamang (source: google)"][/caption] Lain lagi dengan tradisi manjalang mintuo. Biasanya, terutama sekali, pasangan pengantin muda akan mendatangi mertuanya dengan membawa beragam makanan khas Minang, seperti gulai kepala ikan, asam pedas, rendang atau penganan berupa kue. Abang saya yang baru menikah 2 tahun lalu datang bersama dengan istrinya dengan membawa beragam makanan ini sambil bersilaturrahmi ke orangtua saya. Wuiihh,…. saya yang sudah lama tidak mencicipi makanan khas ini, tentu saja girang bukan kepalang kecipratan rejeki makanan enak dari kakak ipar,…hehehe. Serunya lagi, karena kedua orang tua saya sudah dianggap sebagai 'orang tua' bagi banyak orang, maka tentu saja yang datang bukan hanya abang dan kakak ipar saya saja,...tapi juga 'anak-menantu' orang tua saya lainnya. Dan,.....yang pastinya saya (lagi-lagi) kecipratan,...hahahaha. [caption id="attachment_126225" align="aligncenter" width="591" caption="Gulai kepala ikan (source: google)"][/caption] Dan keceriaan menyambut ramadhan ini semakin lengkap setelah pelaksanaan tarawih tadi malam. Masyarakat dilingkungan tempat tinggal saya memang masih sangat kental kekeluargaannya. Jadi, kami generasi muda, akan mendatangi rumah-rumah menemui para tetua dan yang dituakan untuk bersilaturrahmi bermaaf-maafan.
Alhamdulillah,…akhirnya rindu akan suasana Ramadhan di kampung kesampaian juga,…dan mudah-mudahan awal yang indah ini akan membawa berkah dalam pelaksanaan ibadah Ramadhan selanjutnya. Selamat menunaikan ibadah Ramadhan, mohon maaf lahir dan batin.
[Telkomsel Ramadhanku]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H