Banyak hal yang mengurai dihati setiap saya melakukan perjalanan. Realita dan romantika kehidupan yang terpatri dan tersaji di berbagai tempat dibelahan dunia, menambah khasanah pengetahuan dan menjadi stimulus untuk tidak hentinya belajar. Bangunan-bangunan monumental memperlihatkan kejeniusan para pendahulu, yang dengan segala keterbatasannya berhasil menelurkan karya cipta yang luar biasa, seperti landmarknya kota Montreal, L’Oratoire Saint Joseph, du Mont-Royal, bangunan yang dibangun secara bersama-sama dan terinspirasi oleh seseorang yang bernama, Brother Andre.
[caption id="attachment_143760" align="aligncenter" width="590" caption="L"][/caption]
Lelaki-laki itu bernama Alfred Bessete atau yang dikenal dengan Brother Andre, terlahir dari keluarga miskin dan harus berjuang bertahan hidup sejak usia menginjak remaja. Kondisi fisik yang lemah dan juga kesulitan hidup yang dialaminya ketika menginjak masa remaja menjadikannya seorang yang religius dan ketakwaan inilah yang membawanya mengabdikan diri di Congregation of Holy Cross di Montreal. Dan dari sanalah dia kemudian membantu orang-orang sakit dan patah hati melalui ajakan untuk memanjatkan doa. Banyaknya jemaah yang menyampaikan testimoni bagaimana doanya dikabulkan membuat semakin banyak orang yang datang, bahkan ketika saya kesana beberapa orang terlihat memanjatkan doa disetiap anak tangga menuju St. Joseph.
Seiring dengan semakin banyaknya yang terkabulkan doa-doanya, berbagai tanggapan muncul dan salah satunya adalah yang melihat ia sebagai penyembuh, pembawa mukjizat. Dan dia menanggapi, “People are silly to think that I can accomplish miracles! It is God and Saint Joseph who can heal you, not I. I will pray Saint Joseph for you”. Oratori ini memang dipersembahkan sebagai bentuk ketakwaan dan pengabdian serta memanjatkan doa bagi Saint-Joseph.
[caption id="attachment_143767" align="aligncenter" width="430" caption="Patung Brother Andre"][/caption]
Sekelumit sejarah yang diceritakan oleh Donna, membuat saya ingin berkunjung ke tempat yang merupakan salah satu tujuan turis di kota Montreal ini. Dan,...........sayapun terkesima pada saat mobil Donna memasuki pelataran St. Joseph. Tidak pernah saya menyangka kalau St. Joseph memiliki komplek bangunan yang besar.
Memang dari tempat saya tinggal di Point Claire, bisa terlihat jelas, namun saya pikir itu karena terletak diatas Mount Royal. Dan ternyata saya salah, komplek St. Joseph sangatlah luas. Saat mobil Donna memasuki pelataran parkir, cukup banyak mobil yang parkir di sana. Cuaca terlihat cerah walau suhu sudah mulai terasa dingin di awal musim gugur ini.
[caption id="attachment_143762" align="aligncenter" width="430" caption="Pemandangan taman komplek St. Joseph "][/caption]
Terlihat tangga menuju ke bangunan utama. Tangga itu terbagi atas tiga, dan dibagian tengah terdapat pengumuman bahwa tangga itu digunakan bagi jamaat yang datang berdoa. Saya bingung juga melihat beberapa orang berdoa sambil berlutut disetiap anak tangga. Keheranan saya dijawab oleh Donna yang mengatakan bahwa mereka datang dari berbagai penjuru Kanada, dari Amerika, dan juga negara lainnya. Mereka datang, berdoa, meminta, misalnya disembuhkan dari penyakit dan sebagainya.
[caption id="attachment_143768" align="aligncenter" width="430" caption="Jamaat yang berdoa disetiap anak tangga St. Joseph"][/caption]
Kamipun melangkahkan kaki memasuki St. Joseph Main Entrance, disebelah kanan terlihat screen yang menyajikan sejarah pembangunan St. Joseph.Disudut terlihat sebuah screen dan setelah membaca panduannya, ternyata itu adalah buku tamu. Sayapun mengetikkan nama dan asal saya dari Indonesia. Segera layar besar itu memperlihatkan nama dan secara interaktif nama itu melayang menuju peta kota Padang, Indonesia.
Setelah mengambil brosur panduan, kami memasuki Basilica. Terlihat para jamaat berdoa dan menyalakan lilin disana. Ada yang berbicara dalam bahasa Hindi, Thai, Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol dan saya yakin masih banyak yang lain, karena saya hanya bisa membedakan bahasa diatas saja. Ini memperlihatkan keragaman jamaat dan pengunjung St. Joseph.Sebagian terlihat khitmat berdoa, sementara pengunjung lainnya termasuk saya asyik menjepretkan kamera mengabadikan berbagai hal yang menarik perhatian kami. Termasuk ketika kami memasuki makam Brother Andre dan disana terlihat sebagian pengunjung bahkan mengusap matanya, terharu.
[caption id="attachment_143763" align="aligncenter" width="430" caption="Lilin yang dinyalakan para jemaat terlihat didalam kapel"][/caption]
Saya dan Donna kemudian menuju lantai atas dengan menggunakan eskalator. Memang semuanya didesain sedemikian rupa untuk memudahkan akses para jamaat dan pengunjung. Satu per satu bagian dari St. Joseph kami kunjungi sambil tak hentinya mengabadikan dengan kamera, termasuk ketika saya bisa memandang kota Montreal dari teras St. Joseph.
Tak terasa hampir setengah jam kami habiskan memandangi kota Montreal dari teras St. Joseph. Sayangnya, awan yang tebal membuat hasil jepretan tidak memuaskan. Akhirnya, kamipun beranjak menuju Chapelle Du Frere Andre atau The Chapel of Brother Andre yang terletak terpisah dari bangunan utama. Kapel yang dibangun pada tahun 1904 ini adalah yang pertama kali dibangun oleh Brother Andre, disana pulalah ia menetap dan mengikuti perkembangan pembangunan St. Joseph. Kapel itu kecil, namun apik. Didalam bagunan putih itu terlihat kamar Brother Andre yang ditata sedemikian rupa menyerupai suasana pada saat ia tinggal disana.
[caption id="attachment_143764" align="aligncenter" width="430" caption="Kesederhanaan kamar tidur Brother Andre"][/caption]
Kamar itu sangat sederhana, terlihat tempat tidur dari besi dialasi seprai putih. Sebuah lemari kecil terbuat dari kayu diletakkan disalah satu sudut kamar didekat tempat tidur. Sebuah meja kecil terlihat disana. Dinding kamar berwarna putih itu terlihat polos dan hanya dihiasi ‘Christian Cross’ atau salib. Kesederhanaan dan kebersahajaan terlihat jelas disana. Sungguh suatu cerminan penghambaan yang luar biasa, bagi seorang sebesar Brother Andre, tentu tidaklah sulit baginya hidup dalam gelimangan kemewahan. Namun, hal itu tidak ada dalam dirinya yang mengabdikan diri demi sang pencipta.
Kapel itu kemudian tidak cukup lagi menampung jamaat yang terus berdatangan dari berbagai penjuru, sehingga diperbesar menjadi Oratori atas inisiatif Brother Andre pada tahun 1917. Bangunan inipun kemudian menjadi salah satu Oratori terbesar didunia. Hebatnya lagi, pembangunan oratori ini dilakukan secara sukarela dan dananyapun merupakan hasil sumbangan dari berbagai pihak.
Selanjutnya, kamipun kembali ke bangunan utama dan menuju ke sebuah taman yang menambah keasrian komplek St. Joseph. Menariknya, taman yang terletak ditengah-tengah keriuhan kota Montreal, memberikan ketenangan dan saya dapat merasakan kejeniusan Brother Andre dalam mendesign St. Joseph. Mungkin tidak pernah terbayangkan kalau komplek ini nantinya akan berada ditengah-tengah kota sibuk seperti Montreal dan keberadaan taman ini mampu mengembalikan suasana alami yang perlahan mulai hilang karena berdirinya bangunan-bangunan kantor dan apartemen.
[caption id="attachment_143769" align="aligncenter" width="430" caption="Tongkat para jamaat yang sudah mengalami kesembuhan yang kemudian ditinggalkan di St. Joseph"][/caption] Banyak hal yang bisa saya pelajari dari seorang Brother Andre yang mampu menginspirasi banyak orang hingga terwujudnya bangunan monumental L'Oratoire Saint-Joseph du Mont-Royal. Brother Andre meninggal pada usia 91 tahun dan dikuburkan di oratori yang dihadiri sekitar satu juta jamaatnya. Brother Andre adalah seseorang yang mampu menginspirasi banyak orang hingga datang dari berbagai penjuru untuk membantu pembangunan L'Oratoire Saint-Joseph du Mont-Royal dan memberikan contoh kesederhanaan, pengabdian dan ketakwaan pada Yang Kuasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H