Mohon tunggu...
Adnan
Adnan Mohon Tunggu... Ilustrator - Mahasiswa

Curiosity

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Fenomena Hiperealitas di Era Media Sosial

15 Juni 2022   20:24 Diperbarui: 15 Juni 2022   23:20 3525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiperealitas dan simulakra

Pada era teknologi yang perkembangannya sangat cepat seperti sekarang terciptalah banyak media yang memudahkan manusia untuk merealisasikan keinginannya. Media sosial merupakan salah satu tempat yang paling populer untuk merealisasikan keinginan manusia tanpa harus benar-benar melakukannya seperti memunculkan rasa adrenaline, misalnya terjun bebas dari ketinggian 4 ribu meter, hanya dengan melihatnya melalui layar smartphone. Jean Baudrillard menyajikan sebuah konsep yaitu hiperealitas. Jean menyebutnya dengan simulakra yang berarti duplikat dari sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ada, hal ini menyebabkan perbedaan antara duplikat dan fakta yang menjadi buram, entitas yang telah hilang atau bisa juga dibilang tidak memiliki dasar realitas sama sekali. Sosial media merupakan salah satu ruang virtual yang mampu menciptakan hiperealitas yaitu suatu keadaan yang tidak mampu membedakan mana yang merupakan realitas nyata dan mana yang merupakan fantasi. Hiperealitas ini merupakan sebuah permasalahan tersendiri ketika masyarakat atau khususnya individu semakin jauh dari kehidupan nyata. Astuti (2005) menyebutnya sebagai kematian realitas.

Dalam praktik hiperealitas orang tidak lagi sadar bahwa apa yang dilihat sebagai kenyataan sebenarnya merupakan rekayasa yang dikemas lewat teknologi. Karena telah terjadi pengambil-alihan realitas dan tatanan sosial budaya yang alamiah oleh simulasi artifisial teknologi. Pada dunia hiperealitas subjek dapat mengalami kenikmatan melalui objek hasil simulasi, hal ini membuat kepuasan terhadap sesuatu bersifat jangka pendek. Dalam dunia hiperealitas, manusia mudah sekali terpengaruh oleh hiperealitas karena manusia ialah makhluk yang selalu merasa tidak puas disinilah simulakra dan hiperealitas digunakan untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas.

Hiperealitas di sosial media

Banyak dari kita yang menggunakan media sosial sebagai media komunikasi utama. Pada dasarnya sosial media mengubah setiap orang menjadi semacam simulacrum, di mana setiap profil adalah representasi individu di mana individu yang "sebenarnya" tidak ada lagi. Hal ini memiliki efek pada cara kita menafsirkan identitas kita. Hiperealitas juga memengaruhi cara kita menafsirkan identitas orang lain yang berinteraksi dengan kita di platform ini, yang mana identitas online dan identitas offline kita sangat kabur sehingga tidak mungkin untuk membedakannya.

Instagram dalam sudut pandang simulakra

Instagram merupakan media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia di zaman sekarang untuk berinteraksi secara tidak langsung dan membagikan momen, namun dalam penggunaannya Instagram sering kali dijadikan alat untuk mendapatkan eksistensi atau pengakuan publik. Gaya dan penampilan yang sedang tren atau viral sering kali memengaruhi seseorang untuk ikut serta dalam tren tersebut, hal ini mengakibatkan pengguna menjadi konsumtif, mereka mengonsumsi sesuatu secara berlebihan, rela mengeluarkan banyak uang dan menghabiskan banyak waktu untuk sesuatu yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Disini bisa dilihat bahwa simulakra sudah menghilangkan realitas dasar. Simulakra tidak serta merta berubah menjadi suatu hiperealitas, tetapi simulakra juga membutuhkan norma atau sistem yang mana dalam hal ini adalah munculnya status sosial. Mereka menganggap suatu hal yang harus ditampilkan di akun instagramnya haruslah sempurna, agar dinilai baik dan bagus oleh pengikutnya. Maraknya persona sempurna yang ditampilkan di Instagram juga memengaruhi cara seseorang di masa sekarang mengekspresikan diri, sehingga mereka lupa jati diri yang sebenarnya, begitu juga dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi berbeda dengan apa yang ditampilkan di Instagram. Kegiatan yang membentuk realitas semu tersebut dapat dilihat sebagai simulakra dimana dunia dipenuhi simulasi-simulasi yang membaur dengan realitas, sehingga realitas terdistorsi oleh kumpulan simulasi yang dibuat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun