“Siapa yang bermanfaat bagi orang banyak, maka ialah manusia sejati”.
Hal yang sering saya dengar saat masih kecil dulu. Ketika itu saya masih memakai seragam merah putih. Duduk bersandar di salah satu tiang rumah. Posisinya dekat dari dapur. Menjaga makanan agar tidak diganggu oleh kucing. Kebetulan menu pengajiannya ada lauk ikan. Jadi perlu seseorang yang ‘dikorbankan’ untuk mengawasi makanan. Saya masih kecil, jadi bisa “dikorbankan”.
Saya memang gak suka main sejak kecil. Kata tetangga, anak rumahan. Saya sukanya belajar dan membaca. Jadi pekerjaan menunggu dengan ditemani buku bukanlah pekerjaan yang memberatkan untuk saya secara pribadi. Saat membaca buku, telinga saya juga bisa mendengarkan ceramah secara bersamaan. Kemampuan auditori dan visual saya cukup baik perkembangannya.
“Ya ibu-ibu, berusahalah untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak. Bagi keluarga. Bagi tetanggamu. Bagi lingkungan. Maka nantinya kehidupan kita akan menjadi baik. Mau ibu-ibu?’’. Pertanyaan yang selalu diucapkan oleh Pak ustadz di akhir ceramahnya. Mungkin untuk mmemastikan kalo pesan beliau sampai dan didengarkan oleh murid-muridnya.
Passion untuk mengajar
Pada masa itu tak ada bayangan dalam diri saya, profesi seperti apa yang akan bermanfaat bagi orang lain. Jadi ustadz mungkin. Waah berat juga brarti kalo mau jadi orang bermanfaat, fikir saya sederhana.
Saat masih kuliah, saya belajar untuk berbagi ilmu bahasa Inggris. Saya nyambi mengajar di sebuah bimbingan belajar. Pekerjaan yang saya geluti sebelum saya mendapat pekerjaan tetap. Harapan seorang anak kuliah yang baru lulus adalah bekerja di tempat yang sesuai dengan jurusan yang diambil. Biasalah idealismenya masih kuat.
Tujuh hari dalam seminggu, diwarnai dengan tingkah siswa, candaan siswa, pembahasan soal-soal, dan keseruan mengajar di dalam kelas.
“ Ooohh, ternyata sederhana ya mba materi tenses itu, Saya suka pusing sendiri dulu Mba”.. ucapan dari salah satu siswa. Kalimat sakti yang menjadi obat lelah saat mengajar. Sekaligus menjadi kalimat ampuh yang menguatkan hati untuk selalu berada di lingkungan dunia mengajar.
Kepuasan hati yang tak terkira, saat siswa saya mampu memahami materi yang saya ajarkan. Merasa nyaman untuk bertanya materi apapun termasuk soal curhat-curhat colongan. Nilai bagus yang mereka peroleh menjadi bonus buat saya. Nilai menjadi bukti tertulis untuk orang tua dan lembaga mengajar.
Dari hal tersebut, saya meyakinkan diri selama saya masih sanggup untuk mengajar saya tidak pernah meninggalkan dunia berbagi ilmu ini.