Pungutan parkir liar menajadi masalah yang semakin meresahkan di kawasan perkotaan, terutama untuk pedagang kecil. Banyaknya kendaraan yang parkir ditepi jalan dengan sembarang mengakibatkan banyak ruang publik terganggu, padahal seharusnya ruang publik tersebut dapat dimanfaatkan untuk lalu lintas atau untuk fasilitas pejalan kaki. Hal ini menyebabkan pelanggan terhalang untuk mengakses gerai-gerai kecil yang ada di sekitarnya. Akibatnya, jumlah pelanggan menurun yang berdampak langsung pada pendapatan para pedangang kecil yang menurun. Jika terjadi secara terus-menerus usaha para pedangan kecil tersebut kian terancam dan sulit berkembang.
      Di samping masalah aksesibilitas, pungutan parkir liar sering kali membuat para pelanggan enggan untuk berkunjung dan akhirnya tidak jadi membeli produk yang dijual oleh para pedangan kecil tersebut. Mereka lebih memilih untuk membeli produk yang serupa ditempat yang tidak terdapat pungutan parkirnya. Banyak masyarakat yang sebelumnya ingin membeli lebih dari satu produk dan pada akhirnya mereka mengurungkan niatnya untuk itu karena uang yang mereka miliki harus mereka sisihkan untuk membayar pungutan parkir liar. Kepuasan pelanggan akan menurun jika hal tersebut terjadi, barang yang mereka inginkan tidak dapat terpenuhi karena terbebani oleh pungutan parkir liar. Hal ini tentunya membuat margin keuntungan para pedangang kecil tersebut semakin menipis akibat berkurangnya pelanggan.
      Akibat adanya pungutan parkir liar banyak masyarakat khususnya mahasiswa yang memilih bonceng tiga yang dimana hal tersebut melanggar tata tertib berkendara karena alasan menghemat biaya pungutan parkir. Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa dampak pungutan parkir liar tidak hanya berdampak pada menurunnya pendapatan pedagang kecil saja namun juga sudah dapat menimbulkan masalah baru lagi. Jika semakin banyaknya mahasiswa dan masyarakat yang berpola fikir seperti itu maka dapat membahanyakan pengendara sepeda motor dan semakin maraknya pelanggaran tata tertib berkendara sepeda motor. Mungkin awalnya memang terkesan sepele hanya sebesar Rp2.000-Rp10.000 masyarakat harus menyisihkan uangnya untuk membayar pungutan parkir liar ini namun jika dalam waktu yang berdekatan mereka ingin mengunjungi lebihh dari satu tempat maka jumlah uang yang harus mereka korbankan cukup besar untuk sebagian orang terutama mahasiwa. Dari satu masalah yang terlihta sepele ini ternyata jika kita ditelusuri lebih dalam dapat menimbulkan banyak masalah baru.Â
      Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah,masyarakat, dan pengelola area untuk menciptakan solusi yang efektif. Mungki bisa melalui penataan ulang tempat yang lebih baik, serta penegakan hukum terhadap parktik parkir liar, bisa menjadi langkah awal mengatasi permasalahan ini. Dengan menciptakan lingkungan yang lebih tertib akan mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman, diharapkan para pedangan kecil dapat kembali menarik pelanggan dan meningkatkan pendapatan mereka. Jika langkah-langkah ini dapat diterapkan dengan baik, maka tidak hanya pedagang kecil saja yang diuntungkan tetapi juga masyarakat luas yang ingin berbelanja dengan nyaman dan bisa mengembalikan kepuasan masyarakat saat berbelanja.
      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H