Halo! Ketemu lagi di artikel selanjutnya! Kalau minggu lalu saya membahas tentang bagaimana cara menyikapi anak dengan kepribadian tertutup, kali ini saya akan membahas mengenai, siapa sih yang berperan paling besar dalam membentuk sifat anak?
Kalian pasti sudah sering sekali mendengar atau bahkan mengalami sendiri 'labeling' mengenai sifat kalian, terutama di sekolah, bagi guru biasanya ada 3 jenis siswa. Siswa baik dan pintar, siswa biasa-biasa saja, dan siswa nakal. Dan yang paling diingat oleh guru, biasanya hanya siswa yang paling pintar dan siswa yang paling nakal.
Belakangan ini, banyak bermunculan berita yang membahas mengenai sikap siswa yang sudah tidak sopan terhadap gurunya, seperti membentak guru, merokok saat ada guru, duduk dimeja didepan guru, dan masih banyak lagi.
Siswa-siswa tersebut dicap sebagai anak nakal dan tidak tau sopan santun, masyarakat pun mengecam tindakan siswa tersebut dan sebagian dari mereka menyalahkan orang tua dari anak tersebut yang dianggap sudah gagal dalam mendidik anaknya.
Nah, yang ingin saya bahas pada artikel kali ini adalah apa faktor yang menyebabkan siswa/ anak bersikap seperti itu? Â diulas pada laman dosenpsikologi, ada beberapa faktor yang mendorong atau membentuk sifat dan karakter anak. Di antaranya adalah cara orang tua mendidik dan membina, budaya setempat yang berlaku, agama, dan pengalaman masa kecil. Dan adapun diulas dalam laman lasealwin, yang berperan dalam membentuk sifat dan karakter anak diantaranya adalah orang tua, serta lembaga pendidikan formal dan informal.
Mengenai lembaga pendidikan, di Indonesia sendiri pendidikan akademis dianggap sangat penting. sehingga orang tua berlomba-lomba untuk mencarikan sekolah yang 'unggulan' ataupun bereputasi baik mencetak lulusan-lulusan yang sukses di masa depan.
Di Indonesia sendiri anak mulai dikenalkan pada pendidikan formal sejak usia 4 tahun mulai dari taman kanak-kanak, kemudian Sekolah Dasar, dan seterusnya. Bahkan, belakangan orang tua mulai mengenalkan anak mereka lebih dini pada pendidikan formal dengan mendaftarkan anak mereka pada playgroup, sebelum anak berusia 4 tahun.
Bagi orang tua sendiri, tentunya mengharapkan anak mereka bisa menjadi orang yang sukses, dan berguna bagi diri sendiri, masyarakat, agama dan negara. Dan untuk itu, telah menjadi stigma bagi masyarakat luas bahwa orang sukses adalah orang yang pintar, sehingga orang tua akan berusaha membentuk atau mencari cara mendidik anaknya menjadi anak yang pintar.
Sebenarnya tidak ada masalah mengenai hal itu, tetapi masalah mulai timbul ketika orang tua mengarahkan dan menetapkan apa saja hal yang harus dikuasai oleh anak. Dan karena stigma yang saya sebutkan tadi, maka orang tua akan mengarahkan anak mereka untuk pintar dalam bidang akademis disekolah, dengan mengharuskan anak belajar semua mata pelajaran sekolah dan akan memarahi anak bila ada nilai mereka yang merah atau jelek.
Padahal, setiap anak sudah memiliki potensi dan bakat masing- masing. Ada anak yang memang memiliki bakat pada bidang akademis seperti sains, bahasa, dan lain-lain. Namun tidak sedikit juga anak yang tidak berbakat di bidang akademis namun dibidang lain, seperti olahraga, seni rupa dan seni musik, ada anak dengan kreatifitas tinggi, dan lain-lain.