Pohon tak berbuah begitulah ungkapan bagi seseorang yang memiliki ilmu tapi tidak mengamalkannya. Mungkin dia memang bisa tegak berdiri dan memberikan keteduhan bagi orang yang membutuhkan, namun tidak ada buah yang bisa dimanfaatkan sama sekali. Artinya kemungkinan kecil saja dia akan menghasilkan tunas-tunas baru untuk kehidupan setelahnya.
Ketika pohon tersebut mati dengan tanpa memiliki buah, maka pohon tersebut tumbang di atas tanah dan batang tubuhnya akan hancur dimakan rayap tanpa memiliki bekas atau manfaat apapun. Sedangkan ketika pohon tersebut memiliki buah maka ada kemungkinan biji dari buah tersebut bisa menumbuhkan tunas baru di atas tanah dan menumbuhkan pohon yang baru.
Begitupula dengan orang yang berilmu dan mau mengajarkannya. Ia bagaikan pohon yang rindang dan ranum berbuah. Teduh, memberikan manfaat, dan menghasilkan tunas baru yang sama hebatnya atau bahkan lebih hebat dari dirinya.
Konsepnya, sesuatu yang diberikan kepada orang lain itu akan berkurang jumlahnya, bahkan habis tak tersisa. Tapi hal ini tidak berlaku bagi ilmu. Ilmu bukan materi yang bisa dihitung jumlahnya. Dan dalam diri ilmu tersebut tak pernah berpisah dengan namanya keberkahan. Nah, berkah inilah yang menjadikan ilmu tidak akan berkurang karena diajarkan dan disebarkan kepada orang lain.
Berkah dalam makna arabnya berasal dari kata "barakah" yang berarti "ziyadah al khair", bertambahnya kebaikan. Gambarannya, setelah kita memahami sesuatu, kemudian kita mentransfer pemahaman yang baik dan benar itu kepada orang lain, hingga pahamlah orang tersebut.
Maka akan ada satu pemahaman lagi atas izin Allah SWT, setelah pemahaman kita. Jika, orang yang sudah diberikan pemahaman itu memberikan pemahamannya lagi kepada orang lain hingga paham, maka akan ada pemahaman - pemahaman lagi setelahnya dan seterusnya.
Begitulah, ilmu akan tumbuh terus menerus kepada generasi. Dan tidak habis. Bagi si pentransfer ilmupun akan bertambah terus pengalamannya.
Sebuah hadits yang termaktub dalam sahih Tirmidzi menyatakan "segala sesuatu itu ada zakatnya, dan zakatnya ilmu adalah mengajar."
Yang dimaksud kata "zakat" disitu bukan zakat dalam pembahasan ilmu fiqih, seperti zakat mal atau zakat fitrah yang harus ditunaikan sesuai syariat, namun yang dimaksud dengan kata "zakat" disitu bermakna "pembersih."
Bagaimana ilmu yang didapat bisa benar benar berat bersih? Maka, diberikan sesuai haknya kepada siapa saja yang membutuhkan. Bukankah, ada juga yang menyatakan bahwa setiap apa yang kita miliki, semisal berbentuk finansial atau materi didalamnya ada yang berhak dimiliki orang lain?
Nah, begitu juga dengan ilmu. Jika ingin ilmu yang dimiliki benar - benar 'netto', maka berikan, ajarkan kepada orang lain semampunya tidak harus di bangku sekolah atau semacamnya, melainkan barang seayat pun sudah bisa dikatakan menyampaikan ilmu.