Biru, malam ini langit mendung. Sebentar lagi akan turun hujan. Langit menyembunyikan bintang kecil yang biasa kulihat dari loteng. Dan aku masih di loteng. Berharap hujan tak jadi turun. Tapi rasanya mustahil, gerimis sudah membasahi genting rumahku. Biru, langit malam mengingatkanku pada percakapan kita tentang bintang. Berawal dari sebuah pertanyaan yang cukup sederhana namun memiliki sejuta makna. "Bila 1001 bintang kecil warna-warni ada dalam genggamanmu, kau akan memberiku satu bintang warna apa?" tanyamu bertahun-tahun yang lalu. "Yang paling menarik buatku bintang berwarna biru, jadi bintang biru ini untukmu," jawabku spontan. Kau tahu, biru berarti persahabatan. Dan sejak itu, persahabatan kita semakin erat. Karena kau pun memberikan bintang biru untukku saat aku balik bertanya dengan pertanyaan serupa. Sekarang kau tahu, mengapa aku selalu memanggilmu 'Biru'? Itu bukan berarti singkatan namamu. Alasannya lebih karena aku menganggapmu salah satu bintang dari langit, yang paling sering kuajak bicara saat berada di loteng. Karena kamu sudah lama pergi meninggalkan bumi ini. Meninggalkan percakapan kita yang tak bisa kulupa. Aku selalu menganggapmu di sana. Di langit tertinggi. Semoga suatu hari kita bertemu. Sungguh sulit menerima kepergian seorang sahabat yang begitu sama secara emosional. Setiap aku melihatmu, seperti bercermin dan mendapati diriku sendiri. Dan kini, aku hanya bisa menemuimu bila langit malam cukup cerah. Semoga hujan segera reda... Kunjungi blogku di www.naminist.co.cc
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H