Demam berdarah (DBD) masih menjadi masalah kesehatan signifikan di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2023 terdapat lebih dari 40.000 kasus DBD, dengan jumlah kematian mencapai lebih dari 400 orang. Data ini menunjukkan tingginya prevalensi penyakit ini yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Pencegahan DBD memerlukan upaya kolektif dari masyarakat dan pemerintah. Salah satu langkah penting adalah mengurangi tempat berkembang biak nyamuk. Masyarakat disarankan untuk menghilangkan genangan air, seperti di bak mandi, tempat penampungan air, dan pot bunga. Menggunakan obat nyamuk dan memasang jaring anti-nyamuk juga dapat membantu mengurangi risiko gigitan.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan secara rutin melaksanakan program fogging atau penyemprotan insektisida untuk mengurangi populasi nyamuk. Pendidikan kesehatan masyarakat juga penting untuk meningkatkan kesadaran akan pencegahan DBD. Program ini mencakup penyuluhan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan tindakan preventif seperti penggunaan lotion anti-nyamuk.
Literatur dari World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pencegahan adalah kunci utama dalam mengendalikan penyebaran DBD. WHO merekomendasikan pendekatan berbasis komunitas untuk memerangi nyamuk dan mengurangi risiko infeksi. Selain itu, penelitian yang dipublikasikan di jurnal "The Lancet Infectious Diseases" menunjukkan bahwa pendekatan terpadu, termasuk pengendalian vektor dan pendidikan kesehatan, terbukti efektif dalam menurunkan kasus DBD.
Upaya bersama dalam pencegahan dan pengendalian DBD sangat penting untuk mengurangi dampak penyakit ini. Kesadaran dan tindakan pencegahan yang konsisten dapat membantu melindungi diri dan komunitas dari risiko demam berdarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H