Mohon tunggu...
Namarappuccino Saja
Namarappuccino Saja Mohon Tunggu... -

Just call me Namarappuccino. :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kalau Waktu Kita Nanti Menghabis, Kita Akan Tetap Berbahagia, Bukan?

4 Januari 2012   02:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:22 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa kamu ingat pertama kali perbincangan kita? Aku masih ingat. Kurang lebihnya. Bagaimana bisa lupa sesuatu yang tidak mau aku lupa? Tapi, sudahlah, lupakan saja. Seingatku kamu yang pertama kali menyapa ketika itu, meskipun sebenarnya aku menginginkan menyapamu lebih dulu dari yang kamu tahu. Oya, pada saat pertama kali kita berbincang itu, kamu pasti tidak tahu, kalau aku sebenarnya sudah mengenalmu lebih dulu, lama sebelum itu.
Lalu sejak itu seperti candu. Membuat kita berdua ketagihan. Eh, atau aku saja yang merasakannya? Ketagihan. Baiklah, anggap hanya aku yang merasakan. Iya, aku kecanduan untuk terus bertemu dan bercanda denganmu. Bagiku, apa pun yang keluar dari mulutmu (tolong digarisbawahi kata apa pun), membuat sepanjang hariku setelah itu penuh senyum. Tapi apa kamu pernah menyadari itu? Canduku?

Dan setiap sapa sederhanamu, seperti, "Sedang apa?" atau, "Sudah makan?", menjadi semacam baterai yang bisa menyalakan cahaya yang membuat hangat auraku seharian. Membuatku merasa aku diperhatikan, dijaga. Apa kamu tahu, kalau kadang, cinta bisa datang dari hal-hal sederhana seperti itu? Apa kamu sengaja melakukannya hanya pada orang istimewa atau memang kamu seperti itu kepada setiap orang? Argh, benar-benar membuatku ingin tahu.
Masalahnya adalah, aku dan kamu, masing-masing sudah berpasangan. Masalahnya juga, cintaku ini tidak bisa dihentikan meski berulangkali pikiran dan mulutku berkata jangan. Apa kamu juga merasakan serupa? Itu mungkin akan menjadi pertanyaan ‘satu juta dolar’, karena aku merasa aku tidak akan tahu jawabannya.
Terlalu sering bertemu, berbincang dan bercanda, benar-benar membuatku lupa bahwa aku, kamu, tidak seharusnya berada di tempat ini. Tempat bernama ‘cinta’.

Apa kabar dia? Lelakimu? Apa kabar kamu? Pertanyaan kedua yang lebih penting. Yang pertama, abaikan saja. Itu hanya basa-basiku meski kamu tidak mendengar atau membacanya, karena yah, sekali lagi, aku berbicara sendiri.

Masih ingat? Katamu, lebih mudah menghapus sesuatu yang belum kita tulis. Karena tidak perlu ada yang dihapus. Benarkah? Mungkin karena itu kita berdua berangkat bersamaan, berjalan, menuju dua arah yang berbeda, menjauh.Agar tidak ada sesuatu yang harus dihapus karena belum sempat kita tulis? Tapi sekarang aku rindu, apa kamu juga begitu? Beberapa bulan tidak berbincang denganmu aku menjadi semacam sakaw, menginginkan tawamu, sapamu, atau sekadar pertanyaan, "Apa kabar, mas?".

Ah, tapi kamu juga pasti tidak tahu itu.

Satu hal yang aku sadari, dan mungkin kamu, jauh di sana juga menyadari, suatu ketika nanti, waktu kita akan menghabis. Aku dan kamu pergi. Tidak pernah bertemu lagi, tidak pernah berbincang lagi, bahkan tidak saling mengingat lagi. Ah, salah, abaikan yang terakhir, karena mungkin aku akan masih mengingatmu, walaupun sesekali waktu, seperti saat ini.
Ketika waktu menghabis nanti--waktu kita tentu saja, kita berdua akan berbahagia, bukan? Pasti? Seperti yang kamu bilang, entah itu berdua atau sendiri-sendiri dengan pasangan masing-masing. Tapi yang penting aku dan kamu berbahagia, nanti. Mau berjanji?

Ah, sudahlah. Lupakan. Sudah waktunya hidup kita mulai berjalan.
*****
Saat ini, detik ini juga, kamu tahu, ketika aku sudah mulai meninggalkan, sudah mulai melepaskan, sudah mulai belajar mencintai benar-benar perempuanku yang sekarang, baru tadi, kita bertemu. Aku bersama seseorangku dan kamu bersama seseorangmu.

Barangkali inilah berhenti itu. Seseorangku dan seseorangmu kebingungan melihat aku dan kamu yang berpandangan termangu.

Aku belum pernah merasakan bumi sesunyi saat ini. Dan, hei, degub yang barusan kudengar tadi, jantungku atau jantungmu?

________
Diambil dari namarappuccino bersama fiksi dan puisi lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun