Mohon tunggu...
bilal
bilal Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - seorang mahasiswa di STMIK Tazkia Bogor

Penulis artikel yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pembacanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ilmu Pengetahuan: Sumber Manfaat atau Kejahatan?

11 Januari 2025   19:40 Diperbarui: 11 Januari 2025   19:39 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ilmu pengetahuan memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Ia menjadi dasar bagi kemajuan teknologi, kesehatan, dan kesejahteraan, sekaligus membantu manusia memahami dalam segala hal disekelilingnya. Namun, sifat fleksibilitas manusia memungkinkan ilmu pengetahuan digunakan untuk tujuan yang beragam, baik membawa manfaat maupun kehancuran. Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah ilmu pengetahuan itu netral, atau penggunaannya bergantung sepenuhnya pada moralitas penggunanya?

Ilmu pengetahuan sering dianggap sebagai "pisau bermata dua". Tidak berbeda dengan alat, ia dapat memberikan manfaat besar namun juga berpotensi menjadi ancaman. Dalam beberapa bidang yang sebagai contohnya adalah, energi nuklir yang dikembangkan oleh yang ahli didalam bidangnya dapat digunakan untuk pembangkit listrik yang ramah lingkungan, tetapi juga dapat menjadi senjata yang menghancurkan lingkungan. Penemuan dalam bidang kedokteran menyelamatkan nyawa, namun ilmu yang sama bisa disalahgunakan untuk eksperimen tidak etis juga dapat menjadi ladang bisnis seperti pembuatan virus dan antivirus, dimana Ketika virus disebar/tersebar barulah antivirus launching dengan Harga yang tinggi tentunya. Oleh karena itu, moral dan etika menjadi elemen penting dalam penerapan ilmu, memastikan ia digunakan untuk tujuan yang baik. Beberapa studi kasus di beberapa bidang dibawah ini diharapkan dapat menjadi gambaran yang lebih jelas.

Yang pertama adalah studi kasus di bidang Cyber Security: Cyber security adalah bidang yang dirancang untuk melindungi data dan sistem digital. Keahlian dalam bidang ini membantu menjaga keamanan data sensitif perusahaan, sistem pemerintah, hingga kehidupan pribadi. Namun, keahlian yang sama dapat disalahgunakan oleh hacker untuk mencuri data, menyebarkan ransomware, atau bahkan melakukan sabotase digital. Kasus seperti pencurian data berskala besar menunjukkan bahwa tanggung jawab teknologi tidak hanya ada pada individu, tetapi juga pada sistem hukum yang harus mengawasi penggunaannya. Ada banyak sekali kasus nyata yang dapat kita ambil pelajarannya, seperti pencurian data facebook umbridge analytica pada tahun 2018, serangan solar winds pada tahun 2020, peretasan data equifax pada tahun 2017, peretasan colonial pipeline pada tahun 2021, dan lain-lain. Namun disini penulis akan menejelaskan 1 contoh kasus nyata dari kejahatan yang dilakukan. Adalah serangan ransomware wannacry yang terjadi pada tahun 2017 silam, menjadi salah satu insiden cyber security terbesar di dunia. Serangan ini menyebar ke lebih dari 150 negara, menginfeksi sistem komputer rumah sakit, perusahaan, dan lembaga pemerintah. Pelaku menggunakan celah keamanan dalam sistem operasi Windows untuk mengenkripsi data dan meminta tebusan dalam bentuk Bitcoin. Kasus ini menunjukkan bagaimana keahlian dalam cyber security dapat disalahgunakan untuk merugikan jutaan orang dan mengganggu layanan penting.

Yang kedua adalah studi kasus di bidang kimia: Ilmu kimia telah menghasilkan banyak inovasi, termasuk obat-obatan yang menyelamatkan nyawa dan teknologi yang memudahkan hidup manusia. Namun, bidang ini juga rentan disalah gunakan. Contohnya, senjata kimia telah digunakan dalam perang dunia dengan dampak yang sangat merusak, sementara narkoba menjadi ancaman bagi masyarakat global. Pengawasan dalam distribusi dan penggunaan bahan kimia menjadi sangat penting untuk memastikan ilmu kimia memberikan manfaat, bukan bencana. Dalam media digital terdapat banyak studi kasus mengenai bidang kimia, antara ialah serangan gas sarin di Tokyo pada tahun 1995, krisis narkoba global, bencana union carbide di Bhopal india pada tahun 1984, dan lain-lain. Juga pada Perang Dunia I (1914-1918) menjadi salah satu contoh pertama penggunaan senjata kimia secara besar-besaran. Gas klorin, fosgen, dan gas mustard digunakan oleh pihak-pihak yang bertikai untuk melumpuhkan dan membunuh pasukan musuh. Gas ini menyebabkan kerusakan paru-paru, luka bakar parah, dan seringkali kematian yang menyakitkan. Dampaknya sangat menghancurkan, tidak hanya secara fisik tetapi juga psikologis, meninggalkan trauma bagi para prajurit dan masyarakat.

Contoh yang ketiga adalah Ilmu politik. Pada dasarnya Ilmu politik bertujuan mengelola negara dan masyarakat secara adil. Dalam praktiknya, politik yang positif menghasilkan kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, ilmu yang sama dapat disalahgunakan untuk manipulasi melalui propaganda, penyalahgunaan kekuasaan, dan eksploitasi masyarakat. Pendidikan politik yang baik dapat membantu masyarakat mengenali manipulasi, sehingga mereka lebih kritis terhadap kebijakan dan pemimpin yang mereka pilih. Studi kasus nyata dari penyalahgunaan Ilmu politik diantaranya skandal watergate (Amerika serikat, 1972), manipulasi politik melalui media sosial dalam kasus Cambridge analytica, dan lain-lain. Adapun pada kasus  penggunaan ilmu politik untuk memanipulasi: kasus propaganda nazi, yang dimana pada era Perang Dunia II, rezim Nazi di Jerman menggunakan propaganda secara masif untuk memanipulasi opini publik dan memperkuat kekuasaan. Joseph Goebbels, menteri propaganda Nazi, memanfaatkan media massa untuk menyebarkan kebohongan, menyulut kebencian terhadap kelompok tertentu, dan membangun citra Adolf Hitler sebagai pemimpin ideal. Kasus ini menunjukkan bagaimana ilmu politik dapat disalahgunakan untuk manipulasi besar-besaran, dengan dampak yang sangat destruktif.

Sebenarnya masih banyak contoh penyalahgunaan Ilmu pengetahuan, namun penulis mengira dari semua kasus ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa keahlian seseorang didalam bidangnya adalah pedang bermata dua. Apakah orang-orang itu bodoh? ohh tentu jawabannya tidak, karena segudang ilmu pengetahuan dan keahlian yang mereka punya dapat menaikan harga diri mereka atas kepintarannya dan bisa menjadi bermanfaat yang secara khusus untuk diri mereka sendiri dan secara umum untuk lingkungan masayarakat atau negara, karena pada dasarnya kita menuntut Ilmu bukanlah untuk menjadi pintar melainkan agar tidak bodoh dan tidak mudah dibohongi, kita dapat mengklaim bahwa orang-orang pintar juga dapat berbuat kejahatan yang bergantung pada fleksibilitas orang-orang tersebut.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Ilmu pengetahuan adalah alat yang netral, pendidikan moral dan etika harus berjalan seiring berkembangnya Ilmu pengetahuan karena Fleksibilitas manusia memungkinkan ilmu digunakan sesuai niat baik atau buruk sehingga dampaknya tergantung pada penggunanya. Oleh karena itu untuk memastikan Ilmu dapat bermanfaat, integritas, moralitas, dan etika sangat penting dalam penerapan ilmu pengetahuanan. Menggunakan Ilmu dengan bijak bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga kolektif. Hanya dengan kombinasi ini, ilmu pengetahuan dapat terus menjadi kekuatan untuk kebaikan bersama, marilah kita menjadikan Ilmu pengetahuan sebagai sumber kebaikan demi masa depan yang baik untuk kita semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun