Mohon tunggu...
Fahmi Namakule
Fahmi Namakule Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peradilan Bersih Anti Korupsi

10 Agustus 2017   21:26 Diperbarui: 10 Agustus 2017   21:36 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pembelajaran mengenai hukum, tentunya teori Lawrence M. Friedman mengenai Sistem Hukum menjadi semacam patokan dasar bagi akademisi maupun praktisi hukum untuk memahami seluk beluk dan dinamika hukum itu sendiri. Friedman menyebutkan dalam sebuah sistem hukum terdapat tiga unsur, yakni : stuktur (structure), substansi (substance) dan kultur hukum (legal culture). 

Analogi yang seringkali digunakan untuk menjelaskan ketiganya adalah bahwa struktur diibaratkan sebagai mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan apa yang dihasilkan oleh mesin dan kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang menentukan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. 

Berkaca pada dinamika hukum Negara Republik Indonesia pasca-reformasi, masyarakat dari berbagai lapisan melalui berbagai sarana menuntut dilaksanakannya penegakan hukum. Tuntutan tersebut tentu berasal dari pemikiran bahwa sistem hukum yang ada di Negara Republik Indonesia belum ditegakkan sebagaimana mestinya.

Penegakan hukum yang digaungkan tersebut disebut-sebut dapat terwujud melalui reformasi hukum. Di sisi lain, istilah yang juga tidak asing kita dengar dalam pembahasan mengenai penegakan hukum adalah judicial corruption atau mafia peradilan. Praktik yang dapat disebut sebagai mafia peradilan antara lain : (1) intervensi terhadap oknum hakim tertentu yang memiliki hubungan khusus dengan advokat tertentu, seringkali berupa gratifikasi atau suap; (2) pemalsuan putusan; (3) mempercepat atau memperlambat perkara; (4) pengaturan berat dan ringan hukuman; dan (5) penafsiran pasal-pasal perundang-undangan yang intinya agar putusan sesuai dengan keinginan pihak-pihak tertentu. Berita-berita mengenai hakim yang terjerat kasus korupsi maupun kasus moral lainnya menjadi fenomena tersendiri bagi upaya penegakan hukum di Indonesia.

Hakim-hakim yang disorot pun tidak hanya peradilan di bawah naungan Mahkamah Agung, melainkan juga Mahkamah Konstitusi. Ketua Mahkamah Konstitusi yang saat itu menjabat, Akil Mochtar, terjerat dengan kasus korupsi membuat Indonesia mempertanyakan "bangunan" sistem hukum di Indonesia. Namun, bila merenung dari fenomena tersebut, kita sadari bahwa tuntutan masyarakat terhadap penegakan hukum seolah hanya ditujukan semata pada "hakim", dalam hal ini pengadilan.

 Dalam praktiknya, semua individu yang terlibat dalam bidang hukum menyadari bahwa penegakan hukum tidak dapat dibebankan hanya kepada hakim atau pengadilan saja. Penegakan hukum masuk sebagai bagian tugas dari polisi selaku penyidik, jaksa selaku penuntut umum, advokat bahkan sampai pada lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara yang sering kita sebut sebagai "criminal justice system".

Tidak berhenti hanya pada aktor-aktor penegak hukum, masyarakat dari seluruh lapisan perlu terlibat dalam penegakan hukum yang digaung-gaungkan sebagai perjuangan. Keterlibatan masyarakat tersebut dibutuhkan salah satunya dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan hukum. Dimulai dari pengadilan, berbagai prosedur pendaftaran perkara, pelaksanaan sidang, tata cara acara sidang, hingga pelaksanaan eksekusi.

Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah mahasiswa. Selain berperan sebagai kaum intelektual, mahasiswa dipandang oleh kelas lainnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karenanya, sedini mungkin mahasiswa haruslah dibekali mengenai perilaku peradilan yang seharusnya. Mahasiswa wajib mengetahui apa yang salah dan apa yang benar dalam praktek penegakan hukum. 

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan belajar dari bangku kuliah merupakan sebuah cara pengenalan mahasiswa terhadap sistem hukum dan penegakan hukum. Namun, banyak cara dan metode lain yang dapat dilakukan untuk mengejar pemahaman lebih baik lagi mengenai perwujudan peradilan bersih. Inovasi-inovasi dalam upaya perwujudan peradilan bersih tersebut menjadi kebutuhan untuk "menyiram" wawasan dan pengetahuan mahasiswa agar semangat mewujudkan peradilan bersih terus bertumbuh dan berkembang dalam jiwa dan raga pemuda bangsa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun