Mohon tunggu...
NALYA PUSPA
NALYA PUSPA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Membina Keluarga Harmonis: Upaya Menurunkan Angka Perceraian di Kota Bandung

25 Mei 2024   15:05 Diperbarui: 25 Mei 2024   15:33 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keluarga terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, ibu dan anak. Keluarga memainkan peran penting dalam kehidupan seseorang. Keluarga adalah tempat untuk berkumpul, belajar, bertumbuh dan berkolaborasi dalam menghadapi kesulitan, kebahagiaan, dan kehangatan. 

Keluarga juga adalah tempat dimana kita merasa dicintai dan merasa aman. Pemerintah Kota Bandung mencatat 5.861 kasus perceraian pada tahun 2023, sebuah penurunan dari 7.365 kasus perceraian di Pengadilan Agama pada tahun sebelumnya. Namun, penurunan ini tidak signifikan dalam lima tahun terakhir. 

Ketidakharmonisan, kesejahteraan ekonomi, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah penyebab utama kasus cerai gugat. Membina keluarga harmonis sangat penting sebagai solusi untuk menurunkan angka perceraian. Strategi yang dapat membantu mencapai tujuan tersebut diantaranya seperti menjalin komunikasi yang baik, saling terbuka dan sadar akan permasalahan yang dihadapi.

Memiliki keluarga harmonis merupakan impian semua orang. Sebuah keluarga dianggap harmonis ketika setiap anggotanya merasa damai dan bahagia dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka (Aziz). Keluarga yang harmonis tentunya akan membuat kebahagiaan khususnya setiap individu dari keluarga tersebut. 

Karena setiap anggotanya akan merasa damai dan bahagia dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Menurut Lam (dalam Aziz) keharmonisan ini dapat dikenali dengan berkurangnya rasa tegang, cemas, dan kecewa, serta munculnya perasaan puas terhadap semua keadaan dan keberadaan anggota keluarga. 

Kartono menyatakan (dalam Nikmah) bahwa keluarga yang tidak bahagia dan berantakan akan menumbuhkan emosi kesedihan dan sikap negatif terhadap lingkungannya, serta anak-anak dalam keluarga tersebut akan menjadi tidak bahagia, emosinya mudah meledak, dan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial. 

Selain itu, pasangan suami istri berasal dari latar belakang, keluarga, pola asuh yang berbeda, hal inilah yang menyebabkan strategi copying diterapkan pada pasangan keluarga yang sudah memiliki anak (Nikmah). Maka dari itu, lingkungan keluarga yang harmonis memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan anak sebagai generasi penerus yang berkualitas, sehingga dapat meminimalisir terjadinya perceraian.  

Untuk mencapai keluarga yang harmonis perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak. Setiap anggota keluarga memiliki peran penting dalam mewujudkan kebahagiaan dan keharmonisan keluarga. Lantas apakah upaya-upaya yang bisa dilakukan agar kita dapat mencapai kriteria keluarga harmonis tersebut? 

Dilihat dari hasil data yang sudah didapatkan dari Pengadilan Agama Bandung, jumlah perceraian rendah di kota Bandung sangat rendah dibanding jumlah gugatan perceraian. Beberapa sudah masuk ditahap permohonan. Hal ini membuat tingkat perceraian masih tinggi dibanding perceraian rendah. Hasil yang didapatkan dari Pengadilan Agama Bandung adalah data yang terbaru di tahun 2024. Dimulai dari bulan Januari hingga April 2024. Beberapa data tingkat gugatan cerai paling rendah di Kota Bandung yaitu:

JUMLAH PERKARA DENGAN KECAMATAN TERENDAH DI TAHUN 2024

Jumlah perkara yang diterima bulan Januari 2024 adalah sebagai berikut:

Gambar 2/dokpri
Gambar 2/dokpri

Jumlah perkara yang diterima bulan Februari 2024 adalah sebagai berikut:

Gambar 3/dokpri
Gambar 3/dokpri

Jumlah perkara yang diterima bulan Maret 2024 adalah sebagai berikut:

Gambar 4/dokpri
Gambar 4/dokpri

Jumlah perkara yang diterima bulan April 2024 adalah sebagai berikut:

Gambar 5/dokpri
Gambar 5/dokpri

 

Dilihat dari jumlah perkara yang diterima dari bulan Januari-April 2024, gugatan perceraian semakin meninggi dengan total akhir di bulan April sebanyak 2230 gugatan perceraian. Dibandingkan dengan bulan Januari hanya sebanyak 769 gugatan perceraian, bulan-bulan berikutnya semakin tinggi dan semakin banyak yang ingin bercerai. 

Menurut hasil wawancara yang telah kami lakukan, wilayah tidak mempengaruhi angka perceraian rendah karena masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut selalu berbeda. Faktor penyebab perceraian salah satunya didominasi oleh masalah ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) namun norma agama dan budaya jika diterapkan dalam rumah tangga bisa saja mengurangi angka perceraian. 

Perceraian sendiri memiliki dampak yang menyakitkan selain dampak yang diterima oleh pasangan suami dan istri tetapi berdampak lain kepada anak-anak. Pengadilan Agama Bandung sendiri tidak mempunyai program untuk menekan angka perceraian kecuali diminta oleh lembaga tertentu secara resmi untuk melakukan penyuluhan. 

Setiap perceraian pastinya akan dilakukan mediasi walaupun tingkat keberhasilan nya relatif kecil karena mayoritas yang mendaftarkan perkaranya di pengadilan agama pasti sudah menempuh berbagai usaha perbaikan termasuk mediasi di luar sidang sebelum mengajukan gugatan. 

Artinya, setiap orang yang mengajukan gugatan adalah cara penyelesaian terakhir rumah tangga mereka sekaligus melegalkan perceraian mereka di mata hukum negara. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh ahli seperti MC Dermott, Moorison Offord, Sugar, Westman dan Kalter dalam Syamsu Yusuf (2009) menyebutkan bahwa remaja yang orang tuanya mengalami perceraian cenderung menunjukkan sikap yang berupa perilaku buruk bahkan bisa saja nakal dan depresi. Hal itu dapat terjadi karena anak kekurangan rasa sayang dan perhatian dari orang tua yang sudah bercerai, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan psikis dan jiwa anak. 

Ada beberapa upaya untuk bisa mencegah angka perceraian semakin meningkat, diantaranya : 

  1. Melakukan penghayatan, pendalaman, dan pemahaman terkait dengan perjanjian ataupun kesepakatan antara suami istri dan Tuhan. Artinya bahwa kesepakatan atau perjanjian dalam pernikahan bukan hanya kesepakatan biasa yang dilakukan oleh suami istri, tetapi perkawinan juga adalah kesepakatan yang melibatkan Tuhan (P. S, Waileruny, & Karo Karo, 2022).

  2. Adanya komitmen secara internal dan eksternal. Komitmen internal lebih kepada hubungan pribadi antar suami istri seperti komitmen untuk saling mencintai, hormat menghormati, dan kesetiaan. Sementara komitmen secara eksternal adalah komitmen untuk menjaga keutuhan rumah tangga sebagai bagian terkecil dalam sebuah masyarakat (P. S, Waileruny, & Karo Karo, 2022).

  3. Melakukan bimbingan perkawinan bagi calon suami istri. Ini dilakukan untuk memberikan suatu bimbingan nasihat dan pertolongan sebelum melaksanakan pernikahan agar memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan dalam berumah tangga nantinya (Misbachuddin, 2021).

  4. Membangun kepercayaan dalam hubungan rumah tangga (Nursyifa & Hayati, 2020).

  5. Melakukan mediasi jika adanya pertengkaran atau keributan. Ketika terjadi pertengkaran hal yang perlu dibenahi adalah kesalahpahaman atau perilaku yang salah dari pasangan, jangan mudah mengatakan 'cerai' atau 'talak' kepada pasangan ketika sedang bertengkar (Nursyifa & Hayati, 2020).

  6. Mencoba untuk saling memaafkan kesalahan yang diperbuat oleh pasangan. Setelah melakukan mediasi dan menghasilkan kesepakatan untuk kembali berdamai, coba untuk saling memaafkan agar hubungan kembali harmonis (Nursyifa & Hayati, 2020).

Dalam beberapa tahun terakhir, kota Bandung mengalami penurunan angka perceraian secara tidak signifikan. Perceraian tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, faktor pemicu yang menjadi landasan dalam pengambilan keputusan perceraian sangat beragam. Faktor-faktor penentu terjadinya sebuah perceraian adalah ketidakharmonisan dalam keluarga, kesejahteraan ekonomi yang tidak memadai, perselingkuhan, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kesadaran pada keadaan keluarga pun menjadi pemicu pengambilan keputusan perceraian, orang-orang menjadi paham sikap atas apa yang terjadi di dalam pernikahannya. Bagi anak dan pasangan suami istri perceraian akan menjadi hal yang sangat berdampak. Oleh karena itu, membangun dan membina keluarga yang harmonis sangatlah penting bagi sebuah keluarga dalam mengupayakan terjadinya perceraian. Untuk mencapai keharmonisan keluarga tersebut peranan dari setiap orang di dalam keluarga sangat penting, setiap anggota keluarga terkhususnya orang tua perlu menciptakan suasana yang nyaman dan membuat bahagia di dalam keluarga. Selain itu, 

memperkuat ikatan keluarga dan memprioritaskan komunikasi serta pemahaman akan kebutuhan satu sama lain merupakan kunci utama dalam menghindari perceraian. Dengan demikian, masyarakat dapat membangun fondasi yang kuat untuk keluarga yang bahagia dan harmonis, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi semua anggota keluarga.

Disusun oleh kelompok 1:

1. Nalya

2. Aulya

3. Alfrida

4. Dinda

5. Frida

6. Inatsa

7. Istiqomah

8. Meiziya

9. Syaya

Aziz, R., & Mangestuti, R. (2021). MEMBANGUN KELUARGA HARMONIS: MELALUI CINTA DAN SPIRITUALITAS PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI DI PROVINSI JAWA TIMUR. Jurnal Ilmu Keluarga & Konseling.

Herdiana, I. (2024, April 26). Perceraian di Kota Bandung Bukan Sekadar Angka, Ada Masalah Kesejahteraan Ekonomi yang Membelit Warga. Retrieved from bandungbergerak.id: https://bandungbergerak.id/article/detail/1597309/perceraian-di-kota-bandung-bukan-sekadar-angka-ada-masalah-kesejahteraan-ekonomi-yang-membelit-warga

Indonesia, B. (2023, Juni 9). 7 Tips Membangun Keluarga Harmonis untuk Ayah Bunda. Retrieved from bocahindonesia.com: https://bocahindonesia.com/membangun-keluarga-harmonis/

Nikmah, B., & Sa'adah, N. (2021). Literature Review: Membangun Keluarga Harmonis Melalui Pola Asuh Orang Tua. Jurnal Bimbingan Konseling Islam.

Nurharlisa, R. (2021). Tinjauan Literatur: Faktor Penyebab dan Upaya Pencegahan Sistematis terhadap Perceraian. Jurnal Universitas Airlangga.

Mauliddina, S., Puspitawati, A., Aliffia, S., Kusumawardani, D. D., & Amalia, R. (2021). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Angka Perceraian Pada Masa Pandemi Covid-19: a Systematic Review. Jurnal Kesehatan Tambusai, 2(3), 10-17.

Misbachuddin. (2021). PENCEGAHAN PERCERAIAN MELALUI IMPLEMENTASI BIMBINGAN PERKAWINAN DI KUA KEC. JEPARA DAN DONOROJO. Jurnal Studi Hukum Islam.

Nursyifa, A., & Hayati, E. (2020). Upaya Pencegahan Perceraian Akibat Media Sosial dalam Perspektif Sosiologis. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis.

P. S, V. E., Waileruny, S., & Karo Karo, R. P. (2022). UPAYA PENCEGAHAN PERCERAIAN DI MASA PANDEMI COVID-19 PERSPEKTIF TEORI KEADILAN BERMARTABAT. Jurnal Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun