Aksi penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan 2017 silam berbuah  hukuman 1 tahun penjara kepada pelakunya. Dilansir dari beberapa media, alih-alih  alibi yang dibangun adalah ketidaksengajaan. Waktu itu motor oleng ke kanan sehingga dari yang awalnya ingin menyiram badan malah mengenai mata Novel Baswedan. Hal ini pun banyak dikritik banyak pihak.
Apa bukti bahwa itu adalah sebuah ketidaksengajaan dan tanpa direncanakan? Apakah iya, yang disebut ketidaksengajaan itu beberapa hari sebelum kejadian penyerangan, ada tamu tak diundang mengorek data soal Novel Baswedan? Apakah iya, yang disebut tanpa direncanakan itu melakukan penyerangan saat belum banyak warga berkeliaran? Â Lebih tepatnya mungkin ini ketidaksengajaan yang diniatkan, upps.
Tak hanya itu, pembelaaan demi pembelaan yang tak masuk akal pun datang dari penasehat hukum terdakwa, ini salah satunya "kerusakan mata korban bukan sebagai akibat langsung perbuatan terdakwa melainkan kesalahan dalam penanganan". Menurut saya ini hanya sebuah klaim belaka, karena tidak ada argumentasi yang mengiringi statemen tersebut. Penasehat hukum terdakwa tak berusaha menjelaskan perjalanan logika yang dia punya sehingga bisa sampai pada kesimpulan salah penanganan. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Feri Amsari saat dihubungi matanajwa, beliau mengatkan "banyak sekali fakta persidangan yang tidak masuk akal".
Berbicara soal background penasehat hukum terdakwa, beliau adalah seorang polisi aktif dan posisinya sedang membela rekannya yang sedang dalam menghadapi hukum. Terlintas di pikiran saya, apakah boleh beliau menjadi penasehat hukum terdakwa yang notabene adalah anggota dari kepolisian juga? Apakah akhirnya tidak ada pertentangan antara menegakkan kebenaran dan menjadi pembela terdakwa? Dan hasilnya ternyata sah-sah saja. Dikutip dari hukum online.com yang menyebutkan bahwa anggota Polri dapat bertindak sebagai penasehat hukum untuk suatu perkara yang melibatkan anggota Polri lainnya.
Jangan hanya karena sah-sah saja lantas begitu saja lepas dari tanda tanya. Mari kita uraikan pelan-pelan. Â Pihak yang mengusut kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan adalah polisi, pihak yang menjadi tersangka adalah polisi dan pihak yang menjadi penasehat hukum terdakwa adalah polisi. Sebenarnya polisi ada di posisi yang mana? Benarkah ini sebuah keseriusan dalam menegakkan keadilan dan kebenaran atau hanya melindungi teman?
Menurut saya, sikap yang diambil kepolisian untuk menjadi penasehat hukum terdakwa kasus penyiraman air keras tidak tegas dan bertentangan dengan tugas seorang polisi. Dimana mereka seharusnya hadir untuk memerangi ketidakadilan tapi ini datang dan melakukan pembelaan bahkan mengajukan permohonan pembebasan terhadap pelaku. Bagi saya, ini fakta paling memilukan untuk disaksikan dan didengar. Kemana perginya pasal 27 ayat 1 yang menyebutkan bahwa semua orang diperlakukan sama didepan hukum?
Semoga episode compang camping keadilan di Indonesia segera usai dan semakin banyak orang yang berani menegakkan keadilan serta berani menyurakan kebenaran. Harapan satu-satunya adalah  generasi masa depan, semoga dapat tumbuh menjadi generasi yang memiliki kesungguhan hati dan mampu menggunakan nurani dalam membangun negeri ini. Selamat berjuang Ibu Pertiwi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H