Etika memiliki peran krusial dalam mengatur dan membimbing perkembangan teknologi medis dalam ranah kesehatan dan kedokteran. Perkembangan teknologi secara tidak langsung memberikan dampak kepada teknologi informasi dan kesehatan. Perkembangan atau digitalisasi yang terjadi dalam bidang kesehatan disebut dengan digital health. Perkembangan ini menjadi langkah strategis untuk mengintegrasikan teknologi menjadi lebih efisien dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Namun, perkembangan ini juga membawa tantangan, terutama terkait dengan perlindungan data pribadi pasien yang semakin rentan terhadap kebocoran dan penyalahgunaan.
Bayangkan jika riwayat kesehatan Anda, dari hasil CT Scan hingga tes Covid-19, tiba-tiba tersebar di internet. Inilah yang terjadi di awal 2022. Â Berdasarkan portal berita CNN pada tahun 2022 silam, Sekitar enam juta rekam medis dan data pribadi pasien Covid-19 diduga bocor di forum gelap Raid Forum pada awal Januari 2022. Data yang bocor berukuran sekitar 720 GB dan mencakup informasi pribadi seperti nama, alamat, nomor telepon, dan detail medis lainnya. Merespons insiden ini, pemerintah langsung bergerak. Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melakukan investigasi mendalam. Namun, kasus ini membuka mata kita tentang betapa rentannya sistem kesehatan digital Indonesia.
Kasus kebocoran data pasien ini tentu melanggar beberapa hukum etik kesehatan yang telah ditetapkan dan berlaku di Indonesia. Salah satunya, yakni UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 32 huruf i yang mengatur hak pasien untuk mendapatkan privasi dan kerahasiaan atas penyakit yang dialami, termasuk data medisnya. Rumah sakit memiliki kewajiban untuk melindungi data pasien, dan pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat mengakibatkan sanksi administratif. Mengevaluasi kasus yang terjadi serta untuk mencegah kejadian serupa, pemerintah telah mengesahkan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Regulasi ini mewajibkan institusi kesehatan menerapkan sistem keamanan berlapis, termasuk enkripsi data dan autentikasi ganda.
Memasuki tahun 2025, kasus kebocoran data medis 2022 masih menjadi pengingat penting tentang kerentanan sistem kesehatan digital Indonesia. "Kebocoran data rekam medis dapat menimbulkan kerugian serius bagi pasien. Pasien dengan penyakit kronis tertentu dapat terancam psikisnya dan berisiko dikucilkan," ungkap Alfons Tanujaya, pengamat keamanan internet dari Vaksin.com, saat mengomentari kasus 2022 tersebut. Di tahun 2025, tantangan keamanan data kesehatan semakin kompleks dengan meningkatnya adopsi teknologi digital dalam layanan kesehatan. UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi menjadi landasan penting, mewajibkan institusi kesehatan menerapkan sistem keamanan berlapis.
Yang perlu kita ingat, di era digital ini, keamanan data kesehatan bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Sebagai pasien, kita juga perlu lebih waspada dan memahami hak-hak kita atas privasi data medis. Karena sekali data pribadi bocor, dampaknya bisa berlangsung seumur hidup. Lalu bagaimana nasib data kesehatan kita? Untuk saat ini, pemerintah terus memperkuat sistem keamanan siber dan menerapkan sanksi tegas bagi pelanggar. Namun, pertanyaannya tetap: Setelah dua tahun berlalu, sejauh mana sistem keamanan data medis kita telah berkembang? Apakah regulasi yang ada sudah cukup melindungi privasi pasien di era digital?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H