Mohon tunggu...
Nala Widya Aprelia
Nala Widya Aprelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maliki Malang

masih belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dampak Kenaikan Harga Pupuk bagi Petani

7 Oktober 2023   02:34 Diperbarui: 7 Oktober 2023   02:41 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam. Mengolah lahannya untuk ditanami berbagai macam sayur, buah dan mengharapkan hasil yang memuaskan saat panen tiba. Tidak hanya sebatas tanam-panen, tanam-panen saja, mereka harus memikirkan dan mempertimbangkan komoditi apa yang akan mereka pilih untuk berada di atas lahannya (Satrio, 2022).

Menyinggung mengenai lahan, peran lahan untuk petani memiliki peranan utama karena pendapatan mereka dihasilkan disana. Pertanian sendiri memiliki peran pada pembangunan ekonomi, contohnya pada sektor pangan yang menjadi hasil dari kegiatan pertanian tersebut. Tidak ada substitusi untuk pertanian, khususnya pangan. Sektor pangan harus tetap diproduksi bahkan diimpor untuk keberlangsungan kesejahteraan manusia. Karena pangan adalah sektor utama yang menjadi kebutuhan primer. Maka dari itu, petani dan pertanian sudah tidak bisa dianggap sepele karena mereka ikut berperan dalam dalam pembangunan ekonomi negara berkembang (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1996).

Jika sebelumnya mengenai pentingnya peran petani, akan tetapi ternyata pada bentuk implementasinya tidak bisa berjalan sesuai yang dipaparkan. Pada tahun 2021 merupakan awal mula petani mengalami ketidakseimbangan harga terhadap input yang diterima dari hasil kerja dan output yang dikeluarkan. Pada tahun tersebut terdapat pernyataan bahwa terjadi kenaikan harga pupuk pertanian yang harus mereka terima. Permasalahan tidak mencakup hanya naiknya harga pupuk, tetapi kelangkaan pupuk subsidi dan kenaikan harga dua kali lipat pada pupuk nonsubsidi. Banyak keluhan dan protes yang ingin diutarakan petani karena pada saat itu belum ada solusi terkait hal tersebut.

Sehingga jika dipaparkan, keadaan yang diterima petani saat tahun 2021-2022 adalah upah tenaga kerja yang semakin naik, terkena imbas harga murah waktu panen, penyerbuan hama, serta kenaikan harga pupuk dan obat pertanian. Tidak hanya harganya yang semakin naik, tetapi akses untuk mendapatkan pupuk subsidi juga sangat susah. Semakin banyak aturan yang ditetapkan dan petani terdahulu menganggap hal tersebut sebagai hambatan, apalagi bagi masyarakat pedesaan yang mana pendapatan utama mereka berasal dari pertanian.

Masyarakat pedesaan cenderung memiliki lahan yang masih luas, mereka memerlukan stok pupuk yang banyak untuk tanamannya. Dengan pengurangan stok subsidi tersebut akan menghambat laju pertumbuhan dan rawan gagal panen. Petani cenderung membeli pupuk nonsubsidi terlebih dahulu daripada harus menunggu subsidi pupuk dari pemerintah, meskipun harga pupuk nonsubsidi masih di angka Rp18.000-Rp130.000 per kg mereka tetap membelinya karena ada beban pada kebutuhan tanaman.

Bagi petani, pupuk menjadi salah satu barang inelastis yang tetap dibutuhkan meskipun terdapat kenaikan harga. Akan tetapi, terdapat cara alternatif yang bisa petani lakukan saat menjumpai kejadian serupa. Pemanfaatan limbah rumah tangga menjadi pengganti pupuk cair menjadi langkah efektif saat krisis melanda. Limbah yang digunakan berupa air kelapa, air cucian beras, dan gula merah. Pupuk organik ini akan membantu menjaga struktur tanah dan akar tanaman agar lebih stabil. Keuntungan lain yaitu tanaman lebih sehat karena terhindar dari bahan kimia dan menyehatkan bagi manusia karena aman dan nutrisi terjaga. (Karim et al., 2022)

Sebenarnya penggunaan pupuk organik mempunyai kelemahan, yaitu membutuhkan waktu pembuatan yang lebih lama (satu bulan, dst.), efek pertumbuhan pada tanaman tidak selaju dengan pupuk kimia. Namun hal tersebut dapat digunakan sebagai pilihan efektif dan ekonomis ketika keadaan tidak memungkinkan dan sebagai ajang kreativitas diri (Pantang et al., 2021)

Dari pemaparan yang sudah dijelaskan dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan pemerintah mengenai pengurangan subsidi pupuk dikarenakan adanya faktor eksternal yang menyebabkan kondisi tidak stabil. Faktor tersebut bisa berasal dari peperangan negara pengekspor pupuk, sehingga Indonesia kekurangan pupuk impor dan pupuk lokal tidak menyanggupi kebutuhan semua petani yang ada. Solusi yang dapat ditawarkan diantaranya sosialisasi atau pelatihan kepada petani terkait pupuk alternatif pengganti, evaluasi dan verifikasi kembali data petani penerima bantuan sehingga tepat sasaran, dan diimbangi dengan subsidi pemerintah yang memadai. Dengan penyaluran subsidi pupuk yang merata, diharapkan dapat membantu mendorong optimalisasi hasil pertanian, menjaga ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia (Alimoeso, 2010).

Daftar Pustaka:

Alimoeso, S. (2010). Ketersediaan Pupuk 2010-2014. Jurnal Pangan, 49.

Hilda Karim, A. A. (2022). Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Pupuk Organik Cair Sebagai Solusi Ipteks Pengolahan Limbah Rumah Tangga. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bagi Masyarakat, 136-138.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun