Kemiskinan menjadi polemik utama di negara berkembang. Hal yang memprihatinkan, dilihat dari laporan ekonomi dunia data moneter internasional tahun 2010 sebagian dari kelompok negara berkembang itu ialah negara muslim. [1] Kompleksitas masalah kemiskinan dikarenakan kemiskinan termasuk dalam masalah ekonomi.
Dalam ilmu ekonomi membahas segi pertumbuhan, maka pasti hal itu akan menyinggung soal-soal kemiskinan. Karena tingkat kemiskinan berkaitan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indonesia pun masuk dalam dua kategori ini yaitu negara berkembang serta negara dengan mayoritas penduduknya muslim. Dalam data The Pew Forum on Religion & Public Life Indonesia menempati urutan pertama dengan penduduk muslim terbanyak, sebanyak 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk indonesia menganut agama islam. Jumlah itu merupakan 13,1 persen dari seluruh umat muslim di dunia. [2]
Islam mempunyai perhatian yang tinggi untuk melepaskan orang miskin dan kaum dhuafa dari kemiskinan dan keterbelakangan. Islam sangat konsisten dalam mengentaskan kemiskinan, Islam sungguh memiliki konsep yang sangat matang untuk membangun keteraturan sosial berbasis saling menolong dan gotong royong. Yang kaya harus menyisihkan sebagian kecil hartanya untuk yang miskin dan golongan lainnya hal ini dimaksudkan agar kekayaan tidak hanya dimiliki oleh sekelompok orang tertentu. Pemberian tersebut dapat berupa zakat, infaq dan sedekah.
Dalam Islam mengeluarkan zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu dan telah memenuhi syarat dengan ketentuan syari'at Islam. Bahkan zakat masuk dalam rukun Islam yang kelima. Tidak dapat di pungkiri bahwa zakat sangat berpotensi sebagai sarana yang efektif memberdayakan ekonomi umat.
Allah SWT dengan tegas menetapkan adanya hak dan kewajiban antar dua kelompok kaya dan miskin dalam pemerataan distribusi harta kekayaan, yaitu dengan mekanisme zakat, sehingga terwujud keseimbangan kehidupan sosial manusia itu sendiri akan tercapai serta akan menghapus rasa iri dan dengki yang mungkin timbul dari kelompok yang kurang mampu. Selain itu di dalam harta orang-orang kaya sesungguhnya terdapat hak orang-orang miskin. Zakat bukanlah masalah pribadi yang pelaksanaannya diserahkan hanya atas kesadaran pribadi, zakat merupakan hak dan kewajiban.
Penghimpunan zakat saat ini sangat dipermudah dengan berdirinya Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) baik lembaga zakat negara yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) hingga Lembaga Amil Zakat yang didirikan oleh masyarakat seperti Dompet Dhuafa, LAZ Al-Azhar, NU-CARE LAZISNU, hingga LAZISMU. Hal ini seharusnya disambut dengan antusias oleh masyarakat muslim di Indonesia karena dengan banyak berdirinya Lembaga Pengelola Zakat mempermudah kita dalam menunaikan kewajiban.
Setiap Lembaga Pengelola Zakat mempunyai strategi masing-masing dalam menarik para muzakki untuk menunaikan zakat. Dan produk yang dihasilkan pun beragam sebagai bentuk penyalurannya. Zakat yang dihimpun beberapa Lembaga Pengelola Zakat pun tidak hanya zakat fitrah saja, seperti halnya dalam Laporan Keuangan Baznas tertulis dana yang dihimpun berasal dari zakat fitrah, zakat maal, hingga zakat perdagangan. Bagaimana dengan penghimpunan dana setiap tahunnya? Apakah mengalami kenaikan? Apakah masyarakat muslim Indonesia memiliki kesadaran yang tinggi akan kewajiban menunaikan zakat?
Dalam data laporan keuangan BAZNAS penghimpunan dana zakat pada tahun 2014 berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 69.865.506 juta. Lalu dua tahun setelahnya pada tahun 2016 berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 97. 637.657 juta dan tahun 2018 kurang lebih sebesar Rp. 161.185.135 juta. [3]
Dapat dilihat dari laporan keuangan tersebut bahwa penghimpunan dana zakat setiap tahunnya terus meningkat. Yang artinya meningkat pula kesadaran umat muslim dalam menunaikan kewajiban membayar zakat. Dana yang telah terkumpul nantinya akan disalurkan kepada yang berhak yaitu kedelapan asnaf yang sudah tertera dalam surat At-Taubah ayat 60; Fakir miskin, miskin, amil, mu'allaf, hamba sahaya, gharimin, fiisabilillah dan ibnu sabil.[4] Â Lalu apakah peningkatan setiap tahun terhadap penghimpunan dana zakat ini mempunyai pengaruh terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia?
BAZNAS dalam hal ini sudah pernah melakukan penelitian apakah zakat dapat mengentaskan kemiskinan dan sudah dipublish dalam Pusat Kajian Strategis. Dimana isinya ialah pengukuran indeks kemiskinan menggunakan garis kemiskinan (GK) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yakni Rp. 361.990/kapita/bulan pada September 2016 dan Rp. 387.160/kapita/bulan pada September 2017, menunjukka bahwa program zakat khususnya zakakat produktif di 26 provinsi di Indonesia telah menurunkan jumlah penduduk miskin (H=0,087), menurunkan tingkat kesenjangan sebesar (P1=Rp.73.377; I=0,080), dan menurunkan tingkat keparahan kemiskinan (P2=0,073; P3=0,045). [5]
Dari 26 provinsi yang diukur, ditemukan bahwa terdapat penurunan jumlah penduduk miskin di seluruh provinsi tersebut, dengan jumlah paling banyak ditemukan di Provinsi Banten (H=0,458) dan paling sedikit di Provinsi Kalimantan Tengah (H=0,005). hal ini menunjukkan bahwa program zakat produktif telah menurunkan jumlah penduduk miskin di 26 provinsi yang diukur. [6]