Mohon tunggu...
Najwa Salsabila
Najwa Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Pendidikan Masyarakat Universitas Negeri Jakarta yang memiliki ketertarikan untuk memberdayakan masyarakat melalui pendidikan dengan semangat belajar, membangun jejaring, dan mengasah keterampilan untuk menjadi agen perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Melawan Kekerasan terhadap Perempuan: Fakta, Tantangan, dan Solusi Menuju Kesetaraan

17 Desember 2024   14:41 Diperbarui: 17 Desember 2024   14:41 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: DP3A Kota Semarang Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Pendahuluan

Eksploitasi seksual, perdagangan manusia, dan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah global yang merendahkan martabat perempuan. Bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah global yang merendahkan martabat dan hak asasi manusia. Di Indonesia, fenomena ini masih menjadi ancaman nyata, baik di ruang publik maupun ruang privat. Artikel ini mengupas fakta, tantangan, dan langkah konkret terkini untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan terhadap perempuan. kekerasan terhadap perempuan.

Fakta dan Data Terkini Kekerasan terhadap Perempuan

Sumber: Kumparan
Sumber: Kumparan

1. Skala Kekerasan di Indonesia

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2022 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA):

  • 1 dari 4 perempuan usia 15 -- 64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan dan/atau selain pasangan selama hidupnya.
  • Dalam 12 bulan terakhir, diperkirakan sebanyak 7,6 juta anak usia 13-17 tahun atau 33,64% mengalami salah satu bentuk kekerasan atau lebih.
  • Pada tahun 2024, yang dominan adalah kekerasan emosional dimana 45 dari 100 laki-laki dan perempuan usia 13 -- 17 tahun mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional di sepanjang hidupnya.

2. Faktor Risiko Kekerasan

  • Kekerasan terhadap perempuan lebih banyak terjadi pada mereka yang tinggal di perkotaan, memiliki pendidikan SMA ke atas, atau bekerja.
  • Pelaku kekerasan emosional terhadap anak usia 13-17 tahun dominan berasal dari teman sebaya (83-85%), disusul orang tua.

3. Kekerasan Seksual di Ruang Publik

  • Kekerasan seksual berbasis elektronik (KSE) adalah jenis kekerasan berbasis gender yang paling banyak terjadi, menurut data kekerasan seksual di tempat publik selama 12 bulan terakhir. Pada tahun 2023, Komnas Perempuan menerima laporan 838 kasus (66%) dari seluruh kasus kekerasan berbasis gender di tempat umum.
  • Perlu dicatat bahwa statistik kekerasan seksual di tempat umum sering kali tidak dilaporkan, yang berarti angka sebenarnya mungkin lebih tinggi. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang situasi ini, pelaporan dan upaya peningkatan kesadaran sangatlah penting.

4. Perdagangan Manusia

  • Sebanyak 12.391 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk berbagai bentuk eksploitasi, termasuk perdagangan orang, dilaporkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per Desember 2023.
  • Selain itu, menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pengaduan mengenai anak yang menjadi korban kejahatan siber dan pornografi-yang sering dikaitkan dengan perdagangan anak dan eksploitasi seksual-meningkat antara tahun 2021 dan 2023.
  • Untuk memberantas perdagangan seksual dan melindungi populasi yang rentan-terutama perempuan dan anak-anak-dari eksploitasi lebih lanjut, kerja sama antara pemerintah, penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum sangat dibutuhkan.

Tantangan dalam Mengatasi Kekerasan terhadap Perempuan

  • Stigma Sosial dan Budaya: Budaya patriarki yang menormalkan kekerasan terhadap perempuan karena menganggap mereka lebih rendah, kekerasan sering kali dilihat sebagai urusan pribadi. 
  • Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan: Upaya pencegahan terhambat oleh ketidaktahuan perempuan tentang hak-hak mereka dan kurangnya pendidikan publik, terutama di daerah pedesaan. 
  • Hambatan Hukum: Korban terhalang untuk melapor karena prosedur pelaporan yang rumit, kekhawatiran akan pembalasan, dan lemahnya penegakan hukum. 
  • Akses Layanan Terbatas: Banyak korban tidak memiliki akses ke dukungan psikologis dan layanan perlindungan yang memadai.
  • Ketimpangan Ekonomi: Perempuan dalam hubungan yang penuh kekerasan lebih rentan disebabkan oleh ketergantungan finansial dan kurangnya pilihan pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun