Masyarakat Sunda dikenal dengan berbagai pantangan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Â Tidak sedikit masyarakat percaya jika pantangan tersebut akan mengakibatkan terjadinya suatu kecelakaan. Padahal pantangan tersebut tidak ada hubungannya dan mungkin tidak bisa masuk akal. Namun, pantangan tersebut seirngkali mengandung unsur kebaikan dan tentunya ada pesan filosofis dari pantangan tersebut.
Inilah 5 contoh pantangan yang masih populer sampai detik ini:
1. pamali ulah make payung dijero imah, bisi aya nu maot
artinya pamali jangan menggunakan payung di dalam rumah nanti ada yang meninggal. Jika dipikir-pikir tidak ada hubungannya antara payung dan orang mati. Namun, pantangan ini mempunyai tujuan filosofis yang baik dilihat bahwa rumah orang sunda zaman dahulu itu sempit dan kecil, ditakutkan ujung payung yang sedang digunakan di dalam rumah bisa mencelakai anggota keluarga yang ada dirumah tersebut.
2. ulah cicing dina lawang panto, pamali bisi nongtot jodo
Artinya jangan duduk diambang pintu, akibatnya akan susah mendapat jodoh. Perlu dijelaskan bahwa rumah adat orang sunda hanya memiliki satu pintu utama. Sehingga, pantangan ini diciptakan agar ketika ada tamu ataupun orang yang mau masuk rumah tidak kesusahan.
3. ulah sok ngadahar tungir hayam, bisi maot ngora keneh
Artinya jangan suka makan pantat ayam, takut mati muda. Pantangan ini mengajarkan untuk tidak terlalu tering memakan daging pantat ayam, karena kandungan lemaknya yang sangat banyak. Sehingga, bisa menimbulkan kolesterol dan tidak baik untuk kesehatan anak-anak.
4. ulah dahar bari sare, bisi jadi hileud
Artinya jangan makan sambil tiduran, takut nanti jadi ulat. Sebenarnya pantangan ini sering ditujukan untuk anak kecil karena hal tersebut bisa menyebabkan tersedak oleh makanan.
5. ulah nyisakeun sangu dina piring, bisi meunangkeun pamajikan atau salaki anu goreng
Artinya jangan menyisakan nasi dipiring, takutnya mendapatkan istri atau suami yang jelek. Pantangan ini akan mengajarkan anak-anak agar tidak membuang makanan dan akan lebih menghargai makanan yang sedang ia makan.
Meskipun beberapa orang mungkin menganggapnya pantangan-pantangan ini sebagai takhayul, penting untuk memahami bahwa pantangan ini sering kali berfungsi sebagai pengingat untuk menjaga keharmonisan dalam hidup, baik dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. kita bisa melihat pantangan ini sebagai warisan budaya yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai tradisi, serta mendorong kita untuk berpikir kritis tentang tindakan dan dampaknya. Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan menghormati warisan ini, sambil tetap membuka diri terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H