Indonesia sedang menghadapi krisis literasi yang memiliki dampak luas, baik dari segi pendidikan, sosial, budaya dan ekonomi. Berdasarkan survei PISA (Programme for International Student Assessment) 2022 mencatat adanya peningkatan peringkat literasi Indonesia dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi posisi Indonesia masih berada di peringkat bawah dari rata-rata global. Hal ini akan menjadi tanda bahwa tantangan literasi di Indonesia membutuhkan perhatian yang lebih mendalam mengingat dampak dari minimnya literasi sangat berdampak buruk bagi Indonesia.
Dampak luas krisis lilterasi
- Rendahnya kualitas pendidikan literasi yang rendah mengahambat kemampuan dari suatu individu untuk memahami dan mengolah suatu informasi. Hal ini secara langsung berdampak pada rendahnya hasil pembelajaran, seperti yang tercermin dalam skor PISA.
- Daya saing tenaga kerja yang lemah tenaga kerja dengan kemampuan literasi yang rendah sangat berdampak pada daya saing tenaga kerja indonesia di pasar global. Pentingnya kemampuan literasi meningkatkan keterampilan dalam memahami instruksi kerja, menyerap materi pelatihan, dan meningatakan keahlian dalam bekerja.
- Kerentanan terhadap informasi palsu literasi yang rendah membuat masyarakat akan lebih rentan terpengaruh pada berita yang tidak benar dan valid. Akibatnya, banyak timbul konflik dan isu-isu sosial yang di mana situasi seperti ini mengancam keseimbangan sosial dan keamanan informasi.
- Kehilangan Potensi kreativitas membaca merupakan kunci kreativitas. Minimnya minat literasi bisa menghambat perkembangan inovasi dan kemampuan untuk berpikir kritis yang seharusnya menjadi potensi besar dalam kemajuan bangsa.
Penyebab krisis literasi: Sebuah Analisis Multidimensi
Rendahnya minat literasi di Indonesia tidak bisa lepas dari berbagai faktor struktural, kultural, dan teknologi. Berikut ini adalah analisis mendalam mengenai penyebab utama dari krisis ini:
- Minimnya minat membaca menurut Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hanya sekitar 10% penduduk Indonesia yang secara aktif membaca buku. Rendahnya minat membaca ini diperparah oleh media digital yang membuat masyarakat lebih tertarik untuk menghabiskan waktu untuk hiburan yang bersifat visual daripada membaca. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran minat yang tidak berpihak pada literasi.
- Keterbatasan akses terhadap bahan bacaan di wilayah pedesaan terpencil, akses untuk mendapatkan bahan bacaan snagat terbatas. Sedikitnya perpustakan, toko buku, dan fasilitas digital menjadi hambatan utama bag masyarakat untuk mendapatkan sumber bacaan yang berkualitas. Selain itu, harga buku yang relatif tinggi juga menjadi hambatan bagi masyarakat yang berpendapatan rendah.
- Kurangnya peran keluarga literasi dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga. Namun, banyak keluarga di Indonesia yang tidak menjadikan membaca menjadi hal yang penting bagi kehidupan sehari-hari. Pengaruh digitalisasi membuat orang tua cenderung memberikan hiburan visual kepada anak mereka ketimbang memberikan ajaran untuk membaca. Anak-anak yang tidak terbiasa untuk membaca akan kesulitan untuk membangun kebiasaan literasi saat dewasa.
- Kesenjangan teknologi meskipun teknologi digital membantu kita dalam mengakses berbagai informasi, kesenjangan akses internet di Indonesia membuat banyak masyarakat tidak dapat memanfaatkan sumber daya digital. Selain itu, Sebagian besar konten digital berupa hiburan, sehingga kurang mendukung pengembangan kemampuan membaca kritis.
Strategi komprehensif untuk meningkatkan literasi
Mengatasi krisis literasi di Indonesia memerlukan pendekatan dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Berkikut ini adalah beberapa rekomendasi strategis dalam mengatasi krisis literasi:
- Revitalisasi Perpustakaan dan akses digital pemerintah berperan penting dalam meningkatkan jumlah dan kualitas perpustakaan, terkhususnya di daerah terpencil. Selain itu, pengembangan perpusatakaan digital yang dapat di akses melalui perangkat seluler harus menjadi prioritas, mengingat tingginya penggunaaan ponsel pintar di Indonesia
- Kampanye literasi nasional kampanye literasi bertujuan untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya literasi di masyarakt Indonesia. Kampanye dilakukan secara masif melalui media sosial, televisi, komunitas lokal dengan program tertentu. Langkah ini bisa menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan budaya membaca.
- Integrasi literasi budaya dalam kurikulum pendidikan literasi harus menjadi bagian dari kurikulum nasional, tidak hanya melalui mata pelajaran bahasa, tetapi juga dalam konteks pembelajaran lintas disiplin. Pengembangan modul dalam membaca kritis dan analisis informasi digital perlu diperkuat.
- Kolaborasi dengan Sektor Swasta Perusahaan teknologi dan penerbit dapat berkolaborasi untuk menyediakan konten bacaan yang menarik dan mudah diakses. Selain itu, program CSR dari perusahaan besar dapat difokuskan pada pengembangan literasi masyarakat.
- Peran keluarga dan komunitas orang tua perlu diberikan edukasi tentang pentingnya literasi untuk masa depan anak-anak mereka. Komunitas lokal, seperti taman baca dan klub literasi, juga dapat menjadi pendorong untuk membangun budaya membaca.
Krisis literasi di indonesia menjadi tantangan yang memerlukan respon dari berbagai pihak dan kolaborasi dari semua elemen masyarakat. Pemerintah, institusi pendidikan, sektor swasta, dan komunitas harus bekerja sama untuk menciptakan hubungan literasi yang saling melengkapi dan berkelanjutan. Dengan langkah yang tepat, indonesia tidak hanya mampu meningkatkan peringkat literasinya di dunia, tetapi juga menghasilkan generasi yang kritis, inovatif, dan berdaya saing tinggi. Literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga kunci menuju masa depan yang lebih cerah bagi bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H