Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli barang atau jasa kena pajak.Â
Pajak ini dikenakan dari produsen hingga ke konsumen akhir. Secara teknis, PPN adalah pajak yang dibayar oleh konsumen akhir saat membeli barang atau jasa.
Meski dibebankan pada konsumen akhir, tugas memungut, menyetor, dan melaporkan PPN adalah kewajiban para penjual yang ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dalam sebuah wawancara mendalam, Ibu Maryati, seorang ibu rumah tangga yang juga pemilik warung rumahan di Sawangan, berbagi pandangannya mengenai rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Ia mengungkapkan kekhawatirannya tentang dampak kebijakan ini terhadap usahanya. Menurutnya, meskipun pemerintah menyatakan bahwa PPN 12% hanya akan dikenakan pada barang-barang mewah, ia percaya bahwa semua harga akan terpengaruh. "Sebagai pemilik warung, saya merasa khawatir bahwa kenaikan PPN ini akan meningkatkan harga barang yang saya jual. Jika harga barang naik, orang-orang mungkin akan berpikir dua kali sebelum membeli barang-barang yang tidak terlalu penting," jelasnya.
Ibu Maryati juga mengungkapkan bahwa ia berencana untuk mengubah cara belanja setelah kenaikan PPN ini. Ia akan lebih selektif dalam memilih barang yang dibeli untuk warungnya, dengan fokus pada kebutuhan pokok dan mengurangi pembelian barang-barang non-esensial. "Saya mungkin akan mencari pemasok yang menawarkan harga lebih baik atau memanfaatkan diskon untuk menjaga biaya tetap rendah," tambahnya. Selain itu, ia sangat mendukung ide pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat agar dapat menghadapi kenaikan biaya hidup akibat PPN ini. "Bantuan dari pemerintah sangat penting agar masyarakat bisa menghadapi kenaikan biaya hidup akibat PPN ini. Banyak orang di sekitar saya yang bergantung pada warung kecil seperti milik saya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.
Ibu Maryati juga menyoroti pentingnya peran media dalam menyampaikan informasi mengenai kenaikan PPN kepada masyarakat. Ia berharap media dapat menjelaskan dengan jelas apa itu PPN dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. "Banyak orang masih bingung dan khawatir tentang perubahan ini," ujarnya. Harapannya adalah agar pemerintah dapat mengelola dampak dari kenaikan PPN dengan bijaksana dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya menguntungkan pihak tertentu tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat luas.
Referensi mengenai rencana kenaikan PPN ini menunjukkan adanya kekhawatiran yang serupa di kalangan masyarakat dan ekonomi. BBC Indonesia melaporkan bahwa keputusan untuk menaikkan PPN menjadi 12% telah memicu reaksi negatif di masyarakat, dengan banyak yang khawatir tentang dampaknya terhadap daya beli dan pendapatan perusahaan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa keputusan ini diambil untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, Pajak.com menyampaikan kritik dari ekonomi senior Drajad Wibowo, yang memperingatkan bahwa kenaikan PPN tidak selalu berujung pada peningkatan penerimaan negara. Ia menekankan bahwa harga barang yang terlalu tinggi dapat mengurangi minat beli masyarakat, yang pada akhirnya bisa menurunkan total penerimaan pajak. Terakhir, Liputan6 juga mengutip Drajad Wibowo yang menunjukkan kekhawatirannya bahwa kenaikan PPN menjadi 12% dapat berdampak negatif terhadap ekonomi nasional, terutama di tengah melemahnya daya beli masyarakat.
Dengan harapan adanya dukungan dari pemerintah dan transparansi dalam penggunaan dana pajak, masyarakat seperti Ibu Maryati dapat lebih siap menghadapi perubahan yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H