Malpraktik adalah tindakan kelalaian atau pelaksanaan prosedur sesuai standar operasional yang justru menyebabkan kerugian bagi konsumen, dalam hal ini pasien, sehingga dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka (Lajar, 2020). Di Indonesia, kasus ini menjadi perhatian publik karena dampaknya terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan.Â
Menurut laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), sebagian besar kasus malapraktik disebabkan kelalaian tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas sesuai standar operasional yang berlaku. Faktor yang memicu malapraktik mencakup kurangnya kompetensi tenaga kesehatan, lemahnya pemahaman kode etik profesi, serta tekanan kerja yang tinggi.
Salah satu bentuk malapraktik yang serius adalah kesalahan pemberian obat pada pasien dengan riwayat alergi. Kesalahan ini tidak hanya membahayakan keselamatan pasien, tetapi juga dapat berujung pada sanksi hukum bagi tenaga medis. Regulasi terkait, seperti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, mengatur kewajiban dokter untuk mempelajari riwayat medis pasien dan memberikan pelayanan sesuai standar profesi. Pasal 58 UU No. 36 Tahun 2009 menegaskan bahwa setiap individu berhak mendapatkan informasi lengkap terkait pelayanan kesehatan, termasuk risikonya.Â
Sementara itu, Pasal 51 UU No. 29 Tahun 2004 mengatur bahwa dokter wajib menghormati hak pasien dan menjalankan pelayanan sesuai standar profesi. Meski demikian, kesalahan masih sering terjadi akibat pencatatan riwayat medis yang tidak lengkap, komunikasi yang kurang efektif antara dokter dan pasien, serta kelalaian tenaga medis terhadap potensi alergi tertentu. Dampaknya bisa sangat fatal, seperti reaksi alergi berat hingga kematian.
Upaya untuk meminimalkan kasus malapraktik:
1.Bagi Tenaga Medis:
a. Tingkatkan pemahaman dan penerapan prinsip informed consent.
b. Perhatikan riwayat kesehatan pasien, termasuk alergi obat, untuk menghindari risiko berbahaya.
2.Bagi Pemerintah:
a. Perkuat pengawasan melalui audit berkala dan pengembangan sistem pelaporan yang mudah diakses pasien.
b. Tingkatkan pelatihan tenaga medis terkait etika profesi, komunikasi efektif, dan manajemen risiko medis.
3.Bagi Institusi Kesehatan: