Mohon tunggu...
Najwa Kafurnia
Najwa Kafurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hai semua. Aku Wawa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Perang Obor: Budaya Kearifan Lokal dari Desa Tegalsambi Tahunan Jepara

6 Juli 2024   11:52 Diperbarui: 6 Juli 2024   12:02 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Tegalsambi merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Secara geografis, sebelah utara Desa Tegalsambi berbatasan dengan desa Karang Kebagusan, sebelah timur berbatasan dengan desa Mantingan, sebelah selatan berbatasan dengan desa Demangan, dan sebelah barat berbatasan dengan desa Teluk Awur.

Desa Tegalsambi merupakan desa yang masih menjaga local wisdom (kearifan lokal). Hal ini terlihat dari budaya desa Tegalsambi yang mempunyai potensi tidak kalah menarik yaitu sebagai sedekah bumi yang dilaksanakan satu tahun sekali dan terdapat ritual budaya yang masih dilestarikan sampai saat ini yaitu perang obor.

Sejak zaman dahulu, perang obor merupakan warisan budaya yang dijaga secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Tegalsambi. Tradisi ini bukan sekadar sebuah permainan, melainkan memiliki makna yang dalam sebagai bagian dari sedekah bumi dan ungkapan syukur kepada Allah SWT atas hasil alam dan keselamatan yang diberikan selama satu tahun. Di desa Tegalsambi ini, perang obor, atau yang dikenal sebagai obor-oboran, tidak hanya menjadi simbol kekompakan dan kebersamaan antar warga, tetapi juga sebuah identitas kultural yang unik. Melalui pelestarian tradisi ini, masyarakat desa Tegalsambi sudah melestarikan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi bagian dari jati diri mereka.

Tradisi perang obor telah lama menjadi bagian penting dari kebudayaan masyarakat Desa Tegalsambi. Masyarakat di desa Tegalsambi ini meyakini bahwa pelaksanaan tradisi ini sangat krusial karena jika tidak melaksanakan tradisi tersebut, maka dalam tahun tersebut akan terkena bencana yang menimpa Desa Tegalsambi. Acara ini biasanya diselenggarakan pada Senin Pahing malam Selasa Pon, di bulan Dzulhijjah atau bulan apit dalam kalender Jawa. Tradisi perang obor ini menjadi momen yang sangat dijaga dengan melakukan persiapan secara teliti setiap tahunnya. Lokasi kegiatan berada di sekitar perempatan Desa Tegalsambi dan diiringi dengan pertunjukan wayang kulit yang berlangsung semalam penuh sebelumnya di Balai Desa Tegalsambi. Selain menjadi ritual budaya yang kuat, tradisi ini juga telah menarik minat turis dari berbagai daerah, termasuk turis asing, sehingga tradisi ini telah menjadi bagian dari daya tarik pariwisata di Kabupaten Jepara.

Selain menarik minat para turis, tradisi perang obor juga membawa risiko bagi pemain, penonton, dan pedagang sekitarnya karena mereka seperti berada di tengah lautan api. Penonton disarankan untuk menjaga jarak saat perang obor dimulai untuk menghindari percikan api yang dapat membahayakan mereka. Tetapi jika terkena percikan api, Kepala Desa Tegalsambi menyediakan minyak untuk mengobati luka bakar tersebut. Minyak ini terbuat dari minyak kelapa murni yang dicampur dengan bunga yang telah didiamkan selama setahun, serta disertai dengan doa dan laku khusus. Minyak ini dikenal sebagai minyak londoh oleh masyarakat desa Tegalsambi, sebagai hasil dari keajaiban doa yang tulus kepada Allah, yang dapat menyembuhkan luka bakar dengan cepat akibat ritual Perang Obor.

Dilansir dari situs TribunBanyumas.com bahwasannya Agus Santoso selaku Kepala Desa Tegalsambi, menyampaikan bahwa pada tahun 2023, mereka telah menyiapkan 400 obor untuk menambah semarak tradisi perang obor. Tak heran, kegiatan berlangsung cukup lama, hampir satu jam. "Sebelum perang obor dimulai, terdapat serangkaian acara panjang yang dimulai ziarah ke makam leluhur yang terletak di desa Tegalsambi," kata Agus Santosa selaku Kepala Desa Tegalsambi sebelum acara.

Tradisi perang obor desa Tegalsambi dapat dikaitkan dengan konsep identitas nasional seperti yang dijelaskan oleh Kaelan (2007), karena merupakan bentuk manifestasi nilai-nilai budaya unik yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Desa Tegalsambi. Tradisi ini mencerminkan ciri khas yang membedakan Desa Tegalsambi dengan daerah lain, menegaskan identitas mereka sebagai bagian dari sebuah bangsa dengan karakteristik unik dalam tradisi dan ritual mereka. Tradisi ini juga menjadi salah satu cara bagi masyarakat Desa Tegalsambi untuk merayakan dan mempertahankan warisan budaya mereka yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan merayakan dan mempertahankan tradisi ini, masyarakat Desa Tegalsambi secara aktif mengabadikan warisan budaya mereka dalam bentuk yang nyata dan berarti. Hal ini tidak hanya memperkaya identitas mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia, tetapi juga menguatkan rasa kebanggaan dan solidaritas di antara mereka sebagai komunitas yang mampu melestarikan warisan budaya yang berharga.

Dengan demikian, tradisi perang obor Desa Tegalsambi di Jepara memberikan contoh konkret bagaimana sebuah praktik budaya lokal dapat diinterpretasikan sebagai manifestasi dari identitas nasional, sesuai dengan pandangan yang dijelaskan oleh Kaelan (2007).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun