Generasi hari ini dipandang sebagai generasi yang suka rebahan, membuat hal-hal menjadi  instan, dan pemalas, namun dengan kemajuan teknologi mereka dapat berkontribusi dan bahkan merintis suatu perubahan. Generasi muda yang hobinya bermain gadget dan berselancar di media sosial dapat menyalurkan bakatnya dalam hal marketing produk atau konten-konten bermanfaat.Â
Strawberry generation atau generasi stroberi sendiri berawal dari negara Taiwan yang ditujukan kepada generasi baru yang lahir setelah tahun 1981 (post-80)Â dan merasa sulit menghadapi tekanan sosial. Pemilihan buah stroberi sebagai sebutan ini dikarenakan juga buah ini tampak cantik nan indah dari luar, namun saat diberi tekanan atau dipijak dia akan dengan mudah hancur.
Menurut Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya dan dalam salah satu kesempatan kuliah online melalui streaming youtube beliau, strawberry generation adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Contoh nyata ini dapat kita lihat melalui laman-laman sosial media. Sekarang, begitu banyak gagasan- gagasan kreatif yang dilahirkan oleh anak-anak muda, sekaligus pula juga tidak kalah banyak cuitan resah penggambaran suasana hati yang dirasakan oleh mereka.
Generasi stroberi sering kali menginginkan sesuatu hal secara instan, tanpa usaha yang sesuai. Padahal kita harus melalui beberapa tahap atau proses untuk mencapai apa yang kita inginkan. Jika mereka menemui kesulitan atau tantangan yang berat, mereka cenderung lari, tidak mau berusaha, dan akhirnya menyerah dari pada mengusahakan apa yang mereka inginkan.
Mengutip dari buku Prof. Rhenald Kasali, ada empat faktor penyebab munculnya generasi stroberi. Yang pertama ada pola asuh orang tua. Orang tua sekarang sering sekali memanjakan anak-anaknya, sebisa mungkin mereka memenuhi apa yang sang anak inginkan/minta sehingga tidak tertanam untuk berusaha dahulu atau memilih antara kebutuhan dan keinginan.
Yang kedua adalah self diagnosis tanpa melibatkan ahli. Pemuda pemudi sekarang sering sangatlah pintar, mereka bisa mengakses berbagai informasi dan pengetahuan dengan sangat mudah dan cepat. Banyak sekali istilah-istilah baru yang disalahgunakan, seperti kata self reward yang sering sekali diucapkan akhir-akhir ini.Â
Setelah melakukan suatu pekerjaan atau menyelesaikan sebuah kegiatan, mereka merasa perlu melakukan self reward sebagai bentuk apresiasi atas apa yang telah mereka lakukan. Tetapi bukannya mengeluarkan uang sesuai kebutuhan, generasi stroberi justru menjadi lebih konsumtif dan boros berlebihan. Padahal self rewad tidak melulu dengan mengeluarkan uang, atau bahkan ada kalanya sebenarnya mereka hanya telah menyelesaikan tugas 1/3 bagiannya tapi sudah merasa butuh self reward.
Yang ketiga merupakan labelling atau panggilan yang diberikan orang tua. Label atau sebutan yang diberikan oleh orang tua sedari kecil akan membuat anak membiasakan diri dengan tumbuh dewasa dan mengakui dirinya sebagai seperti sebutan itu. Contohnya seperti anak yang lahir dengan berat lebih dan sering dipanggil "endut" oleh orang tuanya, maka anak akan terbiasa dan tidak ada keinginan untuk merudah atau menjalani hidup sehat karena merasa bahwa ya memang wajar dirinya itu gendut.
Dan yang terakhir yaitu mudahnya generasi sekarang untuk lari dari kesulitan. Berhubungan dengan self diagnosis, generasi stroberi sering dengan gampang menyatakan bahwa dirinya butuh "healing" atau "refreshing". Benar sekali bahwa dalam hidup kita perlu menyeimbangkan antara urusan pekerjaan dan kebutuhan refreshing, tetapi semua ada waktunya. Tidak bisa kita meninggalkan pekerjaan dan lari dari permasalahan dengan label ingin refreshing.
Selanjutnya Prof. Rhenald Kasali memberikan beberapa alternatif dari permasalahan generasi stroberi ini, diantaranya anak-anak muda harus selalu memperbarui literasinya, harus cepat update dengan informasi-informasi terbaru. Selanjutnya diharapkan hati-hati saat melakukan self diagnosis, biasakan untuk hadapi dulu dan berhati-hati dalam menerima informasi dari media sosial. Didikan orang tua sedari kecil juga diperlukan, orang tua biasakan untuk tidak memanjakan anak dan sesekali beri konsekuensi atas apa perbuatan salah yang telah mereka lakukan. Yang terakhir pendidik harus menyeimbangkan keadaan di dalam kelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H