Mohon tunggu...
Najwa Haya
Najwa Haya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Najwa Haya Al-adhwa, seorang Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Ia cukup tertarik belajar tentang peran media dalam konteks Hubungan Internasional. Ia percaya bahwa media bukan hanya sebagai alat penyebaran informasi, tetapi juga sebagai aktor penting dalam diplomasi dan komunikasi politik global. Ketertarikan ini muncul dari kesadarannya akan pengaruh besar media dalam membentuk opini publik dan memengaruhi keputusan politik di tingkat Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Literasi Digital sebagai Senjata Melawan Misinformasi : Kunci Demokrasi Sehat di Indonesia

21 Januari 2025   17:31 Diperbarui: 21 Januari 2025   17:31 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di era yang digital yang semakin berkembang, informasi dapat menyebar dengan cepat dan luas, menjadikannya alat yang kuat dalam membentuk opini publik. Namun, banyak informasi yang disebarluaskan berupa disinformasi atau misinformasi yang berpotensi menyesatkan masyarakat. Ini semakin terasa di Indonesia, terutama menjelang pemilu dan peristiwa penting lainnya dalam kehidupan nasional dan bernegara. Misinformasi tidak hanya dapat memengaruhi keputusan politik, tetapi juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi itu sendiri dan prosesnya. Oleh karena itu, literasi digital tampak menjadi alat yang efektif untuk memberdayakan orang dalam menghadapi tantangan ini. Masyarakat lebih siap untuk membedakan kebenaran dari kebohongan jika mereka dapat menganalisis dan mengevaluasi informasi secara kritis. 

Lebih dari 270 juta orang di Indonesia bersama dengan lebih dari 200 juta pengguna internet, menghadapi masalah besar dalam penyebaran informasi. Terlepas dari fakta bahwa akses ke informasi semakin mudah, kualitas informasi yang didistribusikan seringkali diragukan lagi. Fenomena disinformasi dan misinformasi semakin meresahkan, terutama menjelang pemilu dan peristiwa penting lainnya. Seringkali konten yang berisi  informasi tidak akurat tersebar lebih cepat daripada konten yang berisi informasi yang akurat, terutama media sosial yang menggunakan algoritma untuk menarik perhatian orang.

 Misinformasi memiliki efek yang signifikan dan dapat memengaruhi opini publik serta stabilitas politik. Ketegangan sosial dapat dipicu oleh masalah sensitif seperti SARA dan berita palsu tentang calon pemimpin. Sebaliknya, literasi elektronik di indonesia masih perlu ditingkatkan. Masyarakat masih berada pada kategori sedang  dalam hal kemampuan mengevaluasi informasi, menurut indeks literasi digital tahun 2022 dengan skor 3,54. Penguatan literasi digital menjadi kunci untuk memberdayakan masyarakat dalam menghadapi tantangan ini. Dengan keterampilan yang tepat, individu dapat lebih kritis dalam mengonsumsi informasi dan berkontribusi dalam terciptanya ekosistem informasi yang sehat.

Literasi digital adalah alat penting untuk memerangi misinfomasi dan menjaga demokrasi Indonesia. Kemampuan untuk menganalisis sangat penting di era informasi yang cepat dan mudah diakses. Pertama, literasi digital membantu masyarakat dalam membedakan sumber informasi yang akurat. Dengan literasi digital yang lebih baik orang dapat lebih cerdas dalam memilih apa yang mereka konsumsi dan sebarkan. Kedua mereka belajar lebih banyak tentang bagaimana sosial media dan algoritma mereka bekerja, yang sering mempromosikan konten sensasional tanpa mempertimbangkan kebenarannya. Terakhir, literasi digital mencakup keterampilan teknis yang diperlukan untuk mengakses dan menggunakan informasi dengan aman dan efektif.

Literasi digital dianggap sebagai solusi untuk mengatasi  misinformasi, tetapi ada beberapa pendapat yang bertentangan dengan gagasan ini. Pertama, meskipun ada program literasi digital, banyak orang masih terjebak dalam kecenderungan untuk mencari dan mempercayai informasi yang sesuai dengan pandangan mereka sendiri tanpa mempertimbangkan fakta yang bertentangan. Ini menunjukkan bahwa peningkatan literasi digital tidak cukup untuk mengubah mentalitas yang sudah ada. Kedua, kurangnya akses yang merata ke internet dan teknologi menjadi hambatan besar untuk meningkatkan literasi digital secara keseluruhan. Program literasi digital sulit dijangkau di daerah terpencil atau kurang berkembang karena keterbatasan akses perangkat dan koneksi internet. Selain itu, tantangan dari konten yang dirancang secara manipulatif dan emosional dapat mengelabui bahkan orang yang sangat memahaminya.

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat Indonesia harus bekerja sama dengan baik untuk mengatasi misinformasi dan meningkatkan literasi digital. Pertama, pemerintah harus meningkatkan program pelatihan literasi digital yang menyasar semua orang, termasuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa, agar setiap orang memiliki kemampuan untuk mengevaluasi informasi secara kritis. Kedua, masyarakat harus lebih sadar tentang pentingnya memverifikasi informasi sebelum dibagikan. Untuk memastikan semua orang termasuk dalam literasi digital, juga penting untuk membuat kebijakan yang mendukung akses teknologi bagi semua orang. Langkah-langkah ini diharapkan akan membuat masyarakat Indonesia lebih siap untuk menghadapi isu-isu misinformasi, mempertahankan integritas demokrasi, dan menciptakan masyarakat yang lebih cerdas dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun