Dampak terhadap Keabsahan Transaksi
Transaksi yang Haram : Jika transaksi melibatkan barang haram, maka transaksi tersebut menjadi tidak sah (batil). Ini berarti bahwa baik penjual maupun pembeli tidak mendapatkan berkah dari transaksi tersebut, dan di akhirat mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka.
Transaksi yang haram juga dapat berdampak negatif pada rezeki, Allah berfirman :
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Artinya : "Dan barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, Kami akan berikan kepada mereka balasan amal mereka di dunia, dan mereka tidak akan dirugikan di dalamnya. Mereka itu adalah orang-orang yang tidak akan mendapatkan di akhirat kecuali api neraka" (QS. Hud: 15-16).
CONTOH KASUS :
Seorang pedagang yang menjual minuman beralkohol terlibat dalam praktik jual beli yang haram. Transaksi ini tidak sah dan akan mendapatkan dosa.
Dalam pandangan Islam, jual beli yang dilakukan dengan syarat atau perjanjian yang merugikan salah satu pihak tidak diperbolehkan. Hal ini berkaitan dengan prinsip keadilan dan larangan terhadap gharar (ketidakpastian) serta riba (penindasan atau ketidakadilan). Transaksi yang mengandung unsur merugikan salah satu pihak dianggap tidak sah karena dapat menyebabkan ketidakadilan dan berpotensi menindas.
Syarat sahnya jual beli dalam Islam harus memenuhi beberapa hal, di antaranya adalah :
1. Ridha atau kerelaan kedua belah pihak. Kedua pihak harus sama-sama rela dan tidak ada yang terpaksa atau ditipu.