Mohon tunggu...
najwa aainaa hanum
najwa aainaa hanum Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya suka membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alasan Netizen Berkomentar Negatif Terhadap Perempuan di Media Sosial

29 Mei 2024   00:06 Diperbarui: 29 Mei 2024   00:23 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di zaman serba modern ini, media sosial sudah menjadi hal yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat. Menurut laporan dari We Are Social menyebutkan, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 139 juta orang pada Januari 2024. Berbagai macam hal mulai dari foto, video, tulisan dan hal-hal lainnya dapat dilihat di media sosial. Karena hal tersebut bermacam-macam komentar bermunculan untuk mengomentari konten-konten yang ada di media sosial. Komentar biasanya berisi dari hal yang positif dan hal negatif. Kebanyakan komentar negatif terkadang terlalu keterlaluan dan sebaiknya tidak usah dipublikasikan. Dengan dalih kebebasan berpendapat, bercandaan, dan agama, para netizen tetap berkomentar sesuka mereka tanpa memperhatikan ketikan komentar mereka. Komentar buruk para netizen kebanyakan menyasar pada konten-konten perempuan.

Konten-konten yang dibuat oleh perempuan, mulai dari yang biasa saja hingga yang vulgar, sering kali mendapat komentar buruk. Tak peduli apakah itu konten bahagia, foto selfie, curhatan kesedihan, konten edukatif, atau konten lainnya, selalu ada komentar negatif dari netizen. Komentar-komentar ini biasanya terdiri dari body shaming, merendahkan, ujaran kebencian, hingga pelecehan. Sayangnya terkadang komentar-komentar ini mendapat like atau persetujuan dari banyak netizen lainnya.

Ada beberapa alasan kenapa netizen di Indonesia hobi sekali berkomentar buruk pada konten perempuan. Beberapa alasan karena sistem dan budaya yang sudah mengakar di masyarakat Indonesia. Alasan yang saya tulis berdasarkan pengamatan di media sosial yang saya mainkan. Alasan yang pertama yaitu budaya patriarki, di negara di mana patriarki masih ada, kebanyakan lelaki merasa superior dan merasa mengendalikan semuanya termasuk tingkah laku perempuan harus sesuai yang mereka mau. Perbuatan atau kelakuan perempuan apapun yang dilakukan jika tidak sesuai dengan pemikiran dan keinginan mereka maka akan dibenci, direndahkan, dan diejek habis-habisan. Sayangnya perempuan yang juga sudah diinjak-injak oleh patriarki akan ikut mendukung komentar negatif tersebut.

Alasan yang kedua adalah karena adanya stigma dan stereotip dalam masyarakat. Seperti stigma bahwa tato adalah hal yang buruk sehingga jika ada wanita bertato di media sosial pasti ada saja netizen yang berkomentar negatif. Kemudian stereotip bahwa wanita tak perlu pendidikan tinggi karena nantinya juga akan tinggal di rumah mengurusi keluarga, banyak sekali netizen yang berkomentar merendahkan dan membenci karena iri dengan wanita yang menampilkan prestasi cemerlang mereka di media sosial. Padahal wanita yang berkarir dan bersekolah tinggi juga masih mampu nantinya untuk mengurusi keluarga dengan baik tanpa meninggalkan mimpinya. Oleh karena itu, stigma dan stereotip ini perlu dihilangkan karena sama sekali sudah tidak relevan dan ketinggalan zaman.  

Alasan yang ketiga adalah ketidakpedulian dan kurangnya kesadaran netizen. Banyak netizen yang tidak peduli dan malah menganggap lucu komentar-komentar yang berbau pelecehan. Mereka mulai seperti menormalisasi pelecehan terhadap perempuan, seperti penggunaan kata "tobrut" yang sedang viral akhir-akhir ini untuk komentar melecehkan. Selain itu mereka juga kurang sadar akan dampak buruk komentar negatif terhadap mental perempuan. Komentar negatif bisa membuat seseorang terkena stress, depresi dan penyakit lainnya. Para netizen selalu menganggap enteng komentar-komentar negatif yang mereka ketik dan jika dimarahi atau ditegur mereka kadang akan marah-marah dan melontarkan  argumen ngawur alasan mereka.

Alasan keempat adalah anonimitas, karena anonim mereka tidak diketahui sehingga tidak terlalu mendapatkan dampak langsung atas perbuatan buruk mereka. Netizen dapat berkomentar sesukanya tanpa peduli tanggung jawab dalam anonimitas. Alasan yang terakhir alasan yang kelima karena tingkat pendidikan, mereka yang tidak mendapatkan pendidikan yang cukup dan biasanya tinggal di lingkungan yang buruk sehingga mereka tidak bisa berpikir, menghargai serta menghormati orang lain. Ditambah biasanya mereka masih kolot dan menganut budaya patriarki. Oleh karena itu, netizen kurang pendidikan suka berkomentar negatif di media sosial.

Hingga saat ini masih banyak netizen yang hobi berkomentar negatif terhadap konten-konten di media sosial, terutama terhadap perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan karena alasan-alasan di atas, sehingga sebagai orang yang masih waras dalam bermain media sosial kita harus selalu mengedukasi dan menegur netizen yang berkomentar tidak sopan dan buruk. Kita haruslah mengambil langkah-langkah kecil agar nanti semoga netizen bisa melek dan sadar dalam berkomentar. Sehingga suatu hari nanti tercipta media sosial yang ramah dan aman untuk perempuan serta semua orang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun