Mohon tunggu...
Najwa Najiha Apriyani
Najwa Najiha Apriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Farmasi, Universitas Muhammadiyah Malang

pharmacy student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gangguan Kesehatan Mental Tanda Kurang Iman?

30 Januari 2023   15:00 Diperbarui: 30 Januari 2023   15:00 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesehatan mental terkadang di pandang sebelah mata oleh kebanyakan orang, bahkan tak juga di pandang sebagai aib. Pada seorang manusia yang kesehatan mental nya terganggu seharusnya bisa segera mendapatkan pertolongan, namun dalam lingkungan sehari-hari kita masih banyak orang yang tak memperdulikan nya bahkan membiarkan hal itu terjadi begitu saja. Terkadang juga ada seseorang yang sadar akan hal itu namun, ketika di hadapannya kejadian itu benar terjadi justru orang tersebut hanya terdiam dan menyaksikan saja.


Kesehatan mental adalah suatu kondisi ketika batin berada dalam keadaan tentram dan tenang (kemenkes.id). Menurut WHO (World Health Organization), sehat adalah memperbaiki kondisi manusia baik jasmani rohani maupun akal, sosial, tidak hanya memberantas penyakit saja. WHO berharap adanya keseimbangan yang serasi antara manusia dengan makhluk hidup lain dengan lingkungannya. Selain itu, menurut MUI (Majelis Ulama Indonesia), dalam musyawarah nasional ulama pada 1983 merumuskan kesehatan sebagai kesehatan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-nya dan memelihara serta mengembangkannya.


Ketika kesehatan mental kita dalam keadaan yang baik maka dalam menjalani kehidupan sehari-hari akan lebih tenang, namun sebaliknya jika kesehatan mental kita dalam kondisi yang kurang bagus maka dalam menjalani keseharian kita akan merasakan cemas, kurang nyaman, dsb. Tentunya kesehatan mental tak luput dari diri kita sendiri, jika kita merasakan suatu gejolak emosi yang datang secara tiba-tiba tanpa ada penyebabnya maka perlu kita waspadai dan segera konsultasi kepada ahlinya.


Dalam masyarakat Indonesia, sering kali masalah kesehatan mental dianggap tabu. Karena masyarakat kita masih banyak yang belum paham dengan pentingnya kesehatan mental itu sendiri. Belum lagi gambaran gangguan kesehatan kesehatan mental yang beredar di sosial media memperlihatkan kondisi yang begitu ekstrim, seperti teriak-teriak, nangis-nangis, atau bertindak tidak selayaknya manusia. Selain itu, karena di negara kita mayoritas penduduknya memiliki agama sehingga sering kali masyarakat menghubungkan dengan hal itu.


Dalam agama islam, kita telah di ajarkan tentang kesehatan mental dan ajarannya. Banyak sekali surat dalam Al-Quran menjelaskan tentang kesehatan itu sendiri. Suatu kondisi sehat secara menyeluruh, baik secara fisik, mental, spiritual, dan sosial tidak hanya menjaga kesehatan individu namun juga menjaga kesehatan keluarga dan kesehatan masyarakat. Merasakan kecemasan, sedih, takut, stress adalah bagian dari diri manusia. Tidak ada salahnya dengan hal itu, namun terkadang lingkungan sekitar kitalah yang menjadi permasalahannya. Sering kali orang berkata, “stress itu gara-gara ga pernah sholat” atau juga ada yang mengatakan “ngapain ke psikolog, mending datang aja ke pak ustad” dan masih banyak lagi.


Jika suatu ketika kita mengalami gejala gangguan kesehatan mental, yang perlu kita lakukan adalah dengan berikhtiar dan bertawakal. Seperti di jelaskan dalam agama Islam, ikhtiar adalah usaha kita dalam mencapai suatu tujuan dengan mengharapkan ridho Allah SWT, sedangkan tawakal adalah menyerahkan diri dan pasrah kepada Allah SWT (kumparan.com). Kita bisa pergi ke psikolog sebagai bentuk ikhtiar kita. Pergilah ke ahli nya agar kita bisa mengetahui permasalahan yang terjadi pada diri kita.


“Kenapa tidak pergi ke ustad? Atau di rukiyah”, bagi sebagian orang yang tidak tahu menahu atau baru melihat gejala gangguan kesehatan mental mungkin akan bertanya seperti itu. Pertanyaan tersebut belum tentu salah sepenuhnya, namun kurang tepat saja. Dalam kasus seperti ini, beberapa orang mungkin akan merasa tertolong dengan memperbaiki iman mereka namun, bagi mereka yang membutuhkan tenaga ahli akan sangat membutuhkan bantuannya. Konsultasi atau mungkin segala terapi yang dianjurkan oleh tenaga ahli akan sangat dibutuhkannya. 

Oleh sebab itu, kita tidak perlu menghakimi seseorang terlalu keras. Kita tidak tahu kondisi mental mereka seperti apa. Bagi sesama seorang muslim, alangkah lebih baiknya kita tidak perlu menghakiminya seperti itu, apalagi mengatakan kata-kata seperti yang di atas. Cukup kita bantu sebisa atau semampu kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun