Mohon tunggu...
Najmu Tsaqib Akhda
Najmu Tsaqib Akhda Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumni CRCS UGM, PP IPNU, Santri Pesantren Al Barokah Yogyakarta - Wonosobo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemana Kaki ini Akan Melangkah Ayah...? (Sebuah Refleksi Jelang Kongres IPNU-IPPNU 2012 Palembang)

23 Oktober 2012   05:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:30 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nahdlatul Ulama adalah sebuah organisasi yang mirip dengan sebuah keluarga. Di dalamnya terdapat Ayah, Ibu dan Anak. Suatu keluarga yang harmonis adalah keluarga yang saling menyayangi satu sama lain. Masing-masing sudah punya hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Ketika salah satu dari anggota melalaikan hak dan kewajibannya, maka akan terjadi ketidakseimbangan di dalamnya. Seorang ayah harus bekerja mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Tidak hanya itu, ayah juga harus mendidik dan membimbing anak supaya mendapat bekal yang cukup dan tidak salah melangkah. Anak pun ketika sudah diarahkan oleh ayahnya, akan menurut dan selalu menghormati kedua orang tuanya.

Begitu juga dengan NU. Pengurus NU laiknya seorang ayah, sudah sepatutnya mendidik, memperhatikan dan membina anak-anaknya, dalam hal ini adalah badan otonom yaitu IPNU, IPPNU, Ansor dan Fatayat. Ketika badan otonom tidak diperhatikan, maka mereka akan berjalan sesuai dengan kehendak mereka sendiri tanpa arahan yang jelas, karena tidak ada bimbingan dari pengurus NU. Sebagai seorang anak, badan otonom masih harus banyak belajar supaya dapat meneruskan perjuangan generasi NU terdahulu. Badan otonom perlu pertimbangan serta arahan pengurus NU untuk melangkahkan kakinya, supaya tetap berada di jalan yang lurus.

Kondisi di dalam keluarga NU sendiri sekarang sedang tidak sehat. Seoarang anak lupa kalau dia punya ayah, dan ayah juga lupa jika dia punya anak. Kalaupun ayah sedang tidak sehat, hendaknya ayah mempersiapkan anaknya supaya besok lebih sehat. Pengakderan yang dilakukan di tubuh NU, sampai sekarang belum maksimal. Semuanya terkesan berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi satu sama lain. Seharusnya pengkaderan yang ada di NU dilakukan secara berjenjang dan terstruktur supaya dihasilkan kader yang benar-benar unggul. Hal ini dapat terwujud, jika pihak NU sendiri mengelola dan membimbing dengan baik mulai dari tingkatan yang paling kecil yaitu IPNU dan IPPNU kemudian Ansor dan Fatayat serta terakhir NU dan Muslimat.

IPNU dan IPPNU sebagai ujung tombak pengkaderan, baiknya mendapat perhatian yang lebih, karena dari sinilah kader yang unggul akan terbentuk. Jika di IPNU dan IPPNU sudah disiapkan dan dibina secara optimal, maka kedepan pihak Ansor dan Fatayat minimal sudah punya modal kader yang unggul. Tinggal bagaimana NU merawat dan mengawasi perkembangan kader di Ansor dan Fatayat. Selain itu, sebagai badan otonom, tentunya harus selalu meminta arahan dan berkoordinasi dengan NU supaya fungsi dalam sebuah keluarga dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam waktu dekat ini yaitu tanggal 30 November 2012, IPNU-IPPNU akan mengadakan kongres yang ke XVII dan XVI di Palembang. Kongres merupakan waktu yang tepat untuk berbenah diri. Oleh karena itu peran serta NU sebagai pembina dan pelindung, hendaknya lebih intens supaya salah satu badan otonom ini mampu berbenah khususnya segi pengkaderan yang meliputi usia kader dan kurikulum pengkaderan. Selain itu, politik uang yang selalu hadir dalam acara kongres harus benar-benar diawasi oleh NU, baik di tingkatan Pengurus Besar, Wilayah, maupun Cabang.

Hal ini merupakan bagian dari usaha dalam menata organisasi. Semua anggota menginginkan NU menjadi organisasi yang mapan dan maju. Terlebih di usianya yang sudah hampir satu abad ini. Dengan adanya perhatian yang lebih dari sang Ayah (NU) akan kondisi anak-anaknya (badan otonom), harapannya kedepan badan otonom jadi lebih yakin dalam melangkah dan bersih dari berbagai kepentingan apalagi politik uang yang seakan sudah menjadi budaya di kalangan nahdhiyin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun