Cerita yang biasa saya ditulis biasanya dibarengi dengan secangkir kopi pahit yang saya buat sendiri di kosan. Dimana kosan---rumah---tersebut menyediakan pelbagai peralatan dapur yang lengkap, sebuah keberuntungan mendapatkan harga murah dengan fasilitas lengkap. Kosan yang saya tempati memang agak jauh dari kampus, mungkin sekitar 5 menit jika lancar;10 menit jika mengalami kemacetan di lampu merah Dinoyo.
Beberapa tulisan saya, dimanapun itu (padahal hanya muat di kompasiana dan blog pribadi saya) terkadang membahas hal-hal yang kurang lebih sedikit tidak masuk akal di kalangan para remaja (hal-hal random), terkadang ketertarikan saya terhadap sesuatu cepat berlalu-lalang sebagaimana jalanan di Kota Malang. Memang, kata orang-orang, masa remaja ialah masa yang perlu mencari jati diri sebagaimana mestinya.
Mungkinkah kopi pahit dan sedikit cerita ini ada keterkaitan yang membuat orang merasa jauh lebih tidak penting dibandingkan tulisan ini? Sepertinya iya, bahkan saya sendiri pun bingung hendak menulis apa disini. Karena, salah satu hal yang membuat saya ingin produktif untuk membaca dan menulis saya mencoba kembali mencari rutinitas yang dulu pernah saya harapkan.
Barangkali, kopi lokal yang ada di Malang menurut saya yang paling enak ialah kopi Dampit, sebuah daerah di Malang Selatan yang merupakan daerah penghasil kopi pilihan. Cita rasa yang khas, membuat sebagian atau beberapa orang menyukainya untuk dihidangkan bersama dengan rokok. Tentu itu sebuah permasalahan besar, kebanyakan orang akan merasakan kenikmatan jika dilakukan dengan kenyamanan. Kopi dan rokok yang pernah saya tulis mungkin bisa menjadi alternatif pilihan bacaan selanjutnya atau juga terkait organisasi dan kopi?
Ternyata memang benar, saya perlu tempat bercerita terkait otak saya yang banyak sekali pemikiran tetapi tidak ditulis---akhirnya menjadi lupa. Lingkungan? Wah, hal itu merupakan salah satu koentji dalam kehidupan ini. Beberapa kawan saya ada yang---menurut pribadi saya sendiri---berubah 180 derajat, bahkan lebih, mungkin 180,4 derajat.Â
Sebuah kejanggalan memang, setelah saya tanyakan dengan secangkir kopi pilihan di suatu warkop pada malam hari ternyata ia bergaul dengan orang-orang semacam itu (bisa dipikirkan sendiri). Nakal lebih tepatnya, sampai melakukan sesuatu yang kaitannya dengan kebiasaan barat---meminum minuman keras.
Sedikit banyak, itulah kehidupan. Tidak terasa menulis ini sudah merasa cape, karena belum terbiasa memang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H