(Pulau Sipadan Ligitan Dan Blok Ambalat)
Kedekatan wilayah antara Indonesia dengan Malaysia ternyata mendorong
keduanya untuk mempererat hubungan dengan melaksanakan berbagai macam
kerjasama. Mereka dapat memperluas kepentingannya terhadap pemenuhan
kebutuhan negaranya. Namun di balik berbagai kerjasama yang dijalankan
ternyata hubungan antar kedua negara ini juga mengandung banyak sekali konflik. Sudah sejak lama ternyata konflik juga mewarnai hubungan ini. Bahkan dari zaman sebelum sama-sama merdeka kedua negara ini sudah terlibat berbagai
macam konflik.
Masalah perbatasan negara merupakan salah satu faktor utama penyebab konflik ini. Malaysia yang pada saat itu masih merupakan tanah jajahan dari Inggris selalu mencari-cari alasan agar mereka dapat menguasai wilayah yang akan diinginkannya. Salah satu wilayah yang saat itu begitu didambakan Malaysia adalah kawasan Kalimantan yang pada waktu itu dikenal sebagai sebutan tanah Borneo. Malaysia dengan bantuan Inggris mulai sedikit demi sedikit menggeser patok perbatasan yang memisahkan wilayahnya dengan Indoesia. Penggeseran patok tersebut dilakukan oleh tentara Malaysia secara diam-diam tanpa sepengetahuan militer Indonesia. Kejadian tersebut sempat berlangsung lama sebelum akhirnya diketahui oleh Presiden Soekarna yang saat itu berkuasa di Indonesia. Beliau begitu marah terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Malaysia. Dan seketika juga beliau menginstruksikan kepada militer Indonesia untuk melakukan perlawanan terhadap militer Malaysia yang berada di daerah perbatasan itu. Pada waktu itu juga hubungan bilateral antara kedua negara ini sempat memanas menyangkut masalah perbatasan. Namun konflik itu tidak sempat meluas karena para pemimpin negara masing-masing memutuskan untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan jalan perundingan.
Setelah melalui jalan yang panjang akhirnya permasalahan tersebut akhirnya
dapat diselesaikan dengan baik tanpa ada pihak yang merasa dirugikan. Hingga
saat sekarang ini sebenarnya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan
Malaysia sangat beresiko memunculkan konflik baru, yaitu:
1. Perebutan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
Sebenarnya konflik mengenai penguasaan wilayah P. Sipadan dan Ligitan
ini berlangsung sudah sangat lama. Sudah menjadi rahasia umum bahwa konflik
teritorial di perbatasan negara semakin menjadi setelah Perang Dunia II. Dan
permasalahan mengenai garis teritori itu juga sudah dialami oleh Indonesia serta
Malaysia. Kedua pulau itu menjadi sengketa setelah terjadi perselisihan antar
kedua negara dalam menentukan garis batas wilayah negara masing-masing.
Awalnya Malaysia menyatakan dengan tegas bahwa kedua pulau itu masih masuk
dalam wilayah Sabah yang memang merupakan bagian dari kedaulatan Malaysia.
Pernyataan itu mereka angkat kepermukaan agar Indonesia menyadari bahwa wilayah tersebut memang bagian dari Sabah. Namun pernyataan itu juga
mendapatkan tanggapan yang keras dari Presiden Soekarno. Beliau berpendapat
bahwa P. Sipadan dan Ligitan masuk dalam garis teritori Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Dalam kurun waktu yang lama tersebut Malaysia masih saja berulah salah satunya adalah mereka mengeluarkan peta negaranya dimana Pulau Sipadan dan Ligitan masuk ke dalam kedaulatan negaranya. Pemerintah Indonesia mulai kehilangan kesabaran untuk menyelesaikan konflik ini. Mereka kemudian dengan tegas menyerukan bahwa masalah itu harus dibawa ke meja persidangan Mahkamah Internasional pada tahun 2002. Ternyata hal tersebut justru disambut dengan sangat gembira oleh pemerintah Malaysia. Mereka menyambut baik apa yang diinginkan oleh pemerintah Indonesia karena memang sejak awal pemerintah Malaysia menyiapkan strateginya. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan
peta yang memasukan kedua pulau itu ke dalam wilayahnya.
Pada 17 Desember 2002 Mahkamah International memutuskan siapa yang
berdaulat di pulau Sipadan dan Lingitan, keputusan tersebut dimenangkan Malaysia. Kedua pulau itu oleh Mahkamah Internasional dinyatakan sah sebagai
milik Malaysia. Keputusan final Mahkamah Internasional dari Den Haag, Belanda diputuskan oleh Hakim Gilbert Guillaume menyampaikan keputusan final tersebut. Menurut majelis hakim yang dipimpin Gilbert Guillaume dari Prancis,
argumen yang dimiliki Indonesia dalam perkara itu dianggap tidak relevan.
Dengan demikian, majelis hakim memutuskan bahwa pulau itu secara definitif menjadi milik Malaysia.
2. Masalah Blok Ambalat
Ternyata konflik antara Indonesia dengan Malaysia menyangkut batasan wilayah perairan tidak hanya mengenai penguasaan atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Masalah ini memang menjadi permasalahan yang sangat rawan karena
menyangkut kedaulatan suatu negara. Dan masalah perbatasan baru yang dialami oleh pemerintah Indonesia dengan Malaysia adalah batas wilayah Ambalat.
Setelah berhasil mendapatkan kekuasaan atas Pulau Sipadan dan Ligitan nampaknya pemerintah ingin kembali menguasai sebagian wilayah Indonesia
yaitu dengan mengincar blok Ambalat.
Indonesia dan Malaysia kini menghadapi persoalan wilayah blok Ambalat akibat pemberian konsesi untuk ekplorasi minyak oleh perusahaan minyak Malaysia (Petronas) pada 16 Februari 2005 kepada perusahaan Shell asal inggris/Belanda di Laut Sulawesi yang berada di sebelah timur Pulau Kalimantan.
Indonesia menyebut wilayah yang diklaim Malaysia itu blok Ambalat dan blok East Ambalat. Di blok Ambalat, Indonesia telah memberikan konsesi kepada ENI(Italia) pada tahun 1999 dan sekarang dalam tahap eksplorasi. Sedangkan blok East Ambalat diberikan kepada Unocal (AS) pada tahun 200419. Hal itulah yang menjadi penyebab utama dari munculnya permasalahan tentang perbatasan laut
antar kedua negara itu. Indonesia jelas tidak terima terhadap pemerintah Malaysia yang dengan sepihak mengeluarkan konsensi untuk pengelolaan minyak kepada perusahaan minyak Shell yang berasal dari Inggris.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa blok Ambalat itu memiliki potensi
sumber daya alam berupa minyak dan gas yang luar biasa banyaknya. Sayangnya
pemerintah Indonesia tidak mempunyai kemampuan yang lebih untuk dapat
mengelola minyak tersebut dengan sendirinya. Oleh sebab itulah kemudian
pemerintah kita membuat kesepakatan dengan perusahaan Italia untuk bersama-
sama mengelola minyak dan gas di blok Ambalat kemudian hasilnya akan dibagi
sesuai dengan kesepakatan antar kedua belah pihak.
Ambalat merupakan sebuah blok di kawasan perairan di Laut Sulawesi.
Daerah yang jaraknya 150 kilometer arah timur Tawau atau dua jam perjalanan
dengan boat dari Tarakan itu diklaim Malaysia sebagai wilayahnya. Padahal,
sesuai dengan peta yang dimiliki Indonesia, wilayah yang berada beberapa mil selatan pulau "terbaru" Malaysia, Sipadan dan Ligitan, itu sah milik Indonesia.
Malaysia sekarang ini terkenal sebagai negara adidaya dalam bidang
ekonomi di kawasan Asia Tenggara disamping Singapura. Seiring dengan
perkembangan perkonomiannya Malaysia ternyata sangat membutuhkan energi yang besar untuk menjalankan roda perekonomian. Hal itu juga dilatarbelakangi oleh mulai banyaknya pabrik-pabrik yang berdiri disana. Dan mayoritas dari pabrik itu setiap harinya membutuhkan bahan energi yang besar untuk menjalankan alat-alat kerjanya. Jika hanya mengandalkan bahan energi dari dalam negaranya jelas kebutuhan itu tidak akan terpenuhi. Oleh sebab itu mereka kemudian melirik blok Ambalat untuk diambail kekayaan alamnya. Pada masalah yang sekarang ini nampaknya posisi Indonesia jauh lebih kuat dibandingkan dengan masalah yang sebelumnya mengenai kedua pulau yang
sekarang sudah menjadi milik Malaysia. Menurut pakar hukum laut internasional, Prof Dr Hasyim Djalal, secara hukum serta berdasarkan konsensus Mahkamah Internasional, Indonesia pemilik sah wilayah Ambalat. Jika kasus ini kembali diajukan ke Mahkamah Internasional, Indonesia memiliki alat bukti kuat
mengenai kepemilikan kawasan tersebut sebagai bagian dari wilayah Nusantara21.
Nampaknya pemerintah Indonesia sudah sangat siap jika pihak Malaysia ingin
membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional.
Pada permasalahan sebelumnya, Mahkamah Internasional memberikan
kekuasaan hak milik Pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia atas dasar
adanya keseriusan dari mereka dalam mengelola kawasan itu. Atas dasar itulah
pemerintah kita merasa siap jika permasalahan ini dibawa ke Mahkamah
Internasional. Hal itu disebabkan oleh telah lamanya pemerintah kita mengelola
kawasan blok Ambalat untuk mengambil kekayaan alamnya. Indonesia berada di atas angin karena sudah mengeksploitasi daerah tersebut sejak tahun 80-an. Ini
tentunya menunjukkan keseriusan Indonesia untuk mengelola daerah tersebut.
Selain itu, Indonesia memiliki keuntungan karena merupakan negara kepulauan
yang memiliki hak-hak yang tidak dimiliki oleh negara pantai seperti Malaysia.
Konflik perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Ambalat merupakan konflik
perairan dimana terjadi perebutan klaim wilayah yang menyimpan kekayaan migas
yang cukukup besar. Blok laut seluas 15.235 kilometer persegi yang terletak di Selat Makassar itu menyimpan potensi kekayaan laut yang luar biasa. Ambalat menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas. Hal tersebut yang menyebabkan Malaysia sudah mengincar Ambalat sejak 1979 saat memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai titik pengukuran Zona Ekonomi Eksklusif mereka.
Untuk mengatasi ancaman yang terjadi, Indonesia kemudian merencanakan
sebuah strategi pertahanan demi tercapainya Minimum Essential Force dimana akhirnya melakukan penggelaran pasukan Air Power berupa peluncuran 6 pesawat tempur taktis Super Tucano EMB-314 ke Lanud Tarakan di Kalimantan Utara dengan tupoksi mengamankan wilayah perbatasan dari kapal atau pesawat asing yang masuk ke wilayah Indonesia.
Kemudian mengenai konflik dengan Malaysia tentunya diperlukan perencanaan dan kebijakan yang tegas dari pemerintahan Indonesia. Karena seperti yang sudah kita ketahui bahwa hal seperti ini bukan lah suatu hal yang baru dan kebanyakan pihak Malaysia yang melakukan konfrontasi terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H