Penulis: Muhammad Nindra Zaada dan Najma Fadhila Muthi
Air tanah memiliki peran penting sebagai sumber kehidupan bagi flora, fauna, dan manusia. Selain itu, air tanah juga merupakan komponen utama dalam siklus hidrologi. Air tanah merupakan air yang tersimpan/terperangkap di dalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/penambahan secara terus menerus oleh alam (Scanlon, 2002). Air ini dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kebutuhan sehari-hari. Air tanah menyumbang 50% sebagai konsumsi air minum di seluruh dunia, serta 43% sebagai konsumsi irigasi. Namun, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021, terdapat lebih dari 10.000 desa di seluruh negeri yang mengalami pencemaran air. Di Jakarta sendiri, laporan dari Bappenas mengungkapkan bahwa 45% air tanah sudah tercemar oleh bakteri berbahaya.Â
Pencemaran ini disebabkan oleh pengambilan air tanah yang terlalu berlebihan serta aktivitas industri dan pertanian yang semakin meningkat. Proses pencemaran air tanah terjadi ketika zat-zat berbahaya, yang disebut polutan, meresap ke dalam lapisan air di bawah permukaan tanah. Polutan ini bisa berasal dari berbagai sumber, seperti bahan kimia yang digunakan dalam pertanian, limbah rumah tangga, atau limbah industri yang tidak diolah dengan baik. Indonesia saat ini menghadapi masalah krisis air bersih yang serius yang juga diimbangi dengan peningkatan jumlah penduduk terutama di kota-kota besar. Peningkatan jumlah penduduk ini mendorong peningkatan kebutuhan akan air bersih.
Bagaimana Pencemaran Air Tanah dapat Terjadi? Apa Dampaknya?
Permasalahan air tanah yang tercemar di Indonesia salah satunya terjadi di daerah Jakarta Utara, yang merupakan daerah padat penduduk, serta lokasi berbagai aktivitas industri. Hal tersebut mempengaruhi terhadap ketersediaan air tanah dan pencemaran air tanah yang terjadi di Jakarta Utara. Pencemaran air tanah terjadi ketika limbah rumah tangga meresap ke dalam tanah melalui proses penyaringan alami, perembesan, dan penguraian oleh organisme (Darmanto, 2013). Pencemaran ini biasanya tetap ada, meskipun dalam kadar yang rendah dan masih di bawah batas bahaya.Â
Kebiasaan mengambil air dari sumur dan membuang kotoran di lokasi yang berdekatan dapat mempengaruhi kualitas air (Maria dkk., 2014). Adapun penyebab tercemarnya air tanah di daerah Jakarta Utara yaitu karena fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK), dan sistem drainase yang tidak sesuai. Selain itu, jarak antara sumur dan septic tank yang terlalu dekat menyebabkan tercemarnya sumur oleh bakteri e coli. Serta ada kemungkinan bakteri e coli berasal dari tumpukan sampah organik yang terkontaminasi oleh lalat, kemudian terjadi hujan sehingga aliran air masuk ke dalam tanah. Penemuan ini dikatakan langsung oleh peneliti dari Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) M Reza Cordova.
Tercemarnya air tanah ini memiliki dampak terhadap masyarakat yang menggunakan air yang tercemar, yang bisa menyebabkan masalah kesehatan serius, terutama pada pencernaan. Air yang tidak bersih sering mengandung bakteri, virus, atau parasit berbahaya yang dapat memicu diare, sakit perut, hingga muntah. Ketua Komisi D DPRD DKI Ida Mahmudah menyoroti permasalahan air tanah di Jakarta Utara, yang tercemar bakteri escherichia coli atau E coli. Pencemaran bakteri, khususnya E. coli, dapat berdampak buruk bagi anak-anak yang mengonsumsi air tanah yang tercemar. Anak-anak yang sering terpapar air tercemar ini berisiko mengalami stunting atau gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi. Oleh karena itu, ia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk lebih serius menangani masalah pencemaran air tanah di ibu kota.
Solusi Mengatasi Pencemaran Air TanahÂ
Untuk saat ini kita dapat mengurangi pencemaran tersebut dengan cara membangun fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) yang sesuai dengan standar kesehatan. Selain itu, pengelolaan sampah yang lebih baik dan edukasi kepada masyarakat sangat diperlukan untuk menunjang permasalahan ini. Â
Untuk waktu jangka panjang, diperlukannya pembangunan saluran pembuangan limbah secara terstruktur sebagai upaya sanitasi yang dilakukan, serta mencari opsi lain dalam penyediaan sumber air bersih yang tidak berasal dari groundwater seperti saat ini Pemerintah Kota Jakarta Utara menargetkan pada tahun 2030 masyarakat tidak akan menggunakan air tanah lagi. Selain karena masalah kesehatan yang disebabkan oleh bakteri e coli, upaya ini juga untuk pelestarian lingkungan hidup karena setiap tahun permukaan tanah terus mengalami penurunan. PAM Jaya sedang mengerjakan proyek pembangunan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) untuk mencapai target 100 persen cakupan layanan air minum perpipaan di DKI Jakarta pada tahun 2030, terutama di wilayah Jakarta Utara.
Referensi
Fajri, Rahmatul. (2024, September 12). 45% Air Tanah di Jakarta Terkontaminasi Bakteri Berbahaya. Media Indonesia. https://mediaindonesia.com/humaniora/700464/45-air-tanah-di-jakarta-terkontaminasi-bakteri-berbahaya