Mohon tunggu...
Najma Aufa Khansa
Najma Aufa Khansa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

pendidikan, bisnis, film, buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengupas Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusi untuk Masa Depan yang Lebih Baik

30 Desember 2024   14:16 Diperbarui: 30 Desember 2024   14:16 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kebijakan pendidikan di Indonesia saat ini memiliki beberapa aspek positif, tetapi juga menyisakan tantangan yang memerlukan perhatian lebih. Pemerintah telah berupaya melakukan berbagai perubahan, seperti Kurikulum Merdeka, digitalisasi pendidikan, dan peningkatan anggaran pendidikan. Namun, efektivitas implementasinya masih jauh dari sempurna, terutama karena berbagai kendala teknis dan sosial.

Salah satu kritik utama terhadap kebijakan pendidikan di Indonesia adalah terlalu seringnya perubahan kurikulum. Meskipun perubahan kurikulum bertujuan untuk menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan zaman, ritme perubahan yang cepat sering kali membuat guru dan siswa kebingungan. Contohnya, Kurikulum 2013 yang baru saja diterapkan secara menyeluruh sudah mulai digantikan oleh Kurikulum Merdeka. Kemudian sekarang, saat sekolah masih menyesuaikan diri dengan kurikulum merdeka, kurikulumnya akan berubah lagi. Perubahan ini membutuhkan pelatihan intensif bagi guru agar dapat memahami dan mengimplementasikan pendekatan baru secara efektif. Sayangnya, pelatihan yang diberikan sering kali tidak merata. Guru di daerah terpencil, misalnya, seringkali tidak mendapatkan pelatihan yang memadai karena keterbatasan akses dan fasilitas. Akibatnya, implementasi kurikulum baru tidak berjalan maksimal dan justru menambah beban bagi guru.

Masalah lain yang juga signifikan adalah ketimpangan akses pendidikan. Meskipun ada upaya untuk meningkatkan akses pendidikan, masih banyak daerah di Indonesia yang menghadapi kesenjangan besar, baik dari segi fasilitas, kualitas tenaga pendidik, maupun infrastruktur pendukung. Digitalisasi pendidikan yang digenjot selama pandemi Covid-19, misalnya, masih menyisakan pekerjaan rumah besar. Di daerah terpencil, banyak siswa yang tidak memiliki perangkat teknologi seperti laptop atau smartphone. Bahkan jika perangkat tersedia, koneksi internet yang stabil masih menjadi barang mewah di beberapa wilayah. Hal ini menyebabkan kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan semakin lebar.

Selain itu, sistem pendidikan di Indonesia masih terlalu berorientasi pada hasil, seperti nilai ujian atau kelulusan. Hal ini membuat siswa lebih fokus pada hafalan daripada pemahaman konsep dan pengembangan keterampilan berpikir kritis. Padahal, salah satu tujuan pendidikan adalah membentuk individu yang mampu berpikir secara mandiri, kreatif, dan solutif dalam menghadapi tantangan kehidupan. Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah mencoba mengatasi masalah ini dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk lebih aktif dalam proses belajar. Namun, jika tidak diimbangi dengan pelatihan yang memadai bagi guru, kebijakan ini hanya akan menjadi konsep tanpa implementasi yang efektif.

Sisi positif dari kebijakan pendidikan di Indonesia adalah komitmen pemerintah untuk meningkatkan anggaran pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, alokasi anggaran untuk sektor ini terus meningkat, yang menunjukkan perhatian lebih terhadap pembangunan sumber daya manusia. Program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) juga cukup membantu siswa dari keluarga kurang mampu untuk tetap mendapatkan akses pendidikan. Namun, realisasi dari anggaran ini masih sering terkendala oleh birokrasi yang rumit dan masalah distribusi yang tidak merata.

Saran saya, pemerintah sebaiknya lebih fokus pada konsistensi kebijakan pendidikan. Perubahan kurikulum memang diperlukan, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan dengan persiapan yang matang. Pelatihan bagi guru harus menjadi prioritas utama, dan pelaksanaannya harus merata hingga ke daerah-daerah terpencil. Selain itu, pengawasan terhadap implementasi kebijakan pendidikan juga perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan benar-benar berdampak pada kualitas pendidikan.

Untuk mengatasi ketimpangan akses pendidikan, pemerintah perlu memperluas infrastruktur teknologi, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Penyediaan perangkat belajar, seperti tablet atau laptop, beserta akses internet yang terjangkau, dapat menjadi solusi jangka pendek. Di sisi lain, pemerintah juga harus terus mendukung pengembangan sumber daya manusia, baik melalui program pelatihan untuk guru maupun beasiswa untuk siswa yang berprestasi.

Hal lain yang tak kalah penting adalah pengurangan fokus pada nilai ujian sebagai satu-satunya indikator keberhasilan siswa. Sistem pendidikan perlu lebih menekankan pada pengembangan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Guru harus didorong untuk menggunakan metode pembelajaran yang interaktif dan kontekstual sehingga siswa dapat lebih memahami relevansi materi yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mengatasi masalah-masalah ini secara bersama-sama, kebijakan pendidikan di Indonesia dapat berjalan lebih efektif dan berdampak nyata pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan yang inklusif, merata, dan berkualitas adalah kunci untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun