Mohon tunggu...
najlapputri
najlapputri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca/jutek/fotographer

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Meneladani Akhlak Seorang Da'i dalam Menyampaikan Dakwah

18 Maret 2025   19:53 Diperbarui: 18 Maret 2025   19:53 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh : Syamsul Yakin & Najla Putri Sobariah (Dosen & Mahasiswa UIN Jakarta) 

Seorang dai harus memiliki akhlak yang baik dalam menyampaikan dakwahnya. Sikap yang muncul dalam kesehariannya mencerminkan karakter sejati seorang dai. Saat berdakwah, dai akan berhadapan dengan berbagai macam orang---ada yang menerima dengan baik, ada pula yang menolak atau bahkan menentang. Namun, dalam menghadapi semua itu, seorang dai harus tetap bersikap lembut dan penuh kasih sayang. Hal ini sesuai dengan ajaran Allah yang menegaskan bahwa kelembutan dalam berdakwah merupakan bentuk rahmat dari-Nya.

Dalam perjalanan dakwah Nabi Muhammad, beliau menunjukkan keteladanan dalam bersikap terhadap orang-orang yang belum menerima Islam, termasuk mereka yang menentangnya. Meskipun menghadapi banyak rintangan dan perlakuan tidak adil, seperti pemboikotan ekonomi di Mekah, Nabi tetap menunjukkan kesabaran dan kelembutan. Bagi beliau, orang-orang yang belum beriman bukanlah musuh, melainkan saudara sesama manusia yang perlu diarahkan ke jalan kebenaran.

Dai juga harus memiliki sifat pemaaf. Jika seseorang hanya membalas keburukan dengan keburukan, maka tidak ada perbedaan antara dai dan orang yang menentangnya. Sebaliknya, memaafkan kesalahan orang lain dan tetap berbuat baik adalah akhlak yang lebih utama. Allah sendiri menjanjikan bahwa orang yang memaafkan dan membalas keburukan dengan kebaikan akan mendapatkan pahala dari-Nya.

Selain bersikap lembut dan pemaaf, seorang dai juga perlu mendoakan orang-orang yang masih dalam kesalahan. Hal ini terlihat dari sikap Nabi ketika beliau dihina dan disakiti oleh penduduk Thaif. Alih-alih meminta hukuman bagi mereka, Nabi justru berdoa agar Allah memberi mereka hidayah. Sikap ini mengajarkan bahwa seorang dai harus tetap berharap akan perubahan positif pada mad'u (orang yang didakwahi), meskipun mereka pada awalnya menolak dakwah yang disampaikan.

Seorang dai juga perlu memiliki sikap terbuka dalam bermusyawarah. Dalam berbagai peristiwa penting, Nabi selalu mengajak para sahabatnya untuk berdiskusi sebelum mengambil keputusan. Salah satu contohnya adalah saat Perang Uhud, ketika beliau mempertimbangkan pendapat para sahabat sebelum memutuskan strategi yang akan digunakan. Ini menunjukkan bahwa dalam menyebarkan dakwah, seorang dai tidak boleh bersikap otoriter, tetapi harus menghargai pendapat orang lain.

Terakhir, seorang dai harus memiliki sifat tawakal, yaitu berserah diri kepada Allah setelah berusaha dan mengambil keputusan. Tawakal menunjukkan keyakinan penuh bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya, dan seorang dai harus percaya bahwa Allah akan memberikan hasil terbaik atas usahanya.

Dari berbagai sikap ini, dapat disimpulkan bahwa seorang dai harus memiliki lima akhlak utama: kelembutan, sifat pemaaf, doa untuk kebaikan mad'u, keterbukaan dalam musyawarah, dan tawakal kepada Allah. Dengan mengamalkan nilai-nilai ini, seorang dai dapat menyampaikan dakwah dengan cara yang lebih efektif dan penuh hikmah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun