ABSTRAK
Dilihat dari jalur sejarahnya, kota Palembang terbagi menjadi beberapa periode. Periode pertama adalah periode Kerajaan Sriwijaya, dimana Palembang disebut-sebut sebagai ibu kota Datuan Sriwijaya. Hal ini terbukti dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang dengan ditemukannya situs Bukit Siguntang -- Karang Anyar yang diyakini sebagai pusat Sriwijaya Kedatuan. Periode selanjutnya adalah Kesultanan Palembang Darussalam, dimana Palembang merupakan ibu kota Kesultanan Palembang Darussalam dengan pusat kesultanan adalah Kuto Lama -- Kuto Besak. Lalu ada masa penjajahan belanda, disini kota palembang dikembangkan oleh pemerintah kolonial belanda saat mengambil kuto besak - kuto lama sebagai pusat kota terakhir, masa kemerdekaan sampai sekarang. P.J.M. Nas (1995) sebagai Venesia dari Timur. Istilah ini menunjukkan bahwa kota Palembang menyandang citra kota air, seperti kota Venesia di Eropa. Namun, citra Palembang sebagai kota air saat ini sedang mengalami perubahan. Hal ini diungkapkan oleh beberapa anggota masyarakat dan beberapa tokoh masyarakat di kota Palembang.
Â
PENDAHULUAN
Dilihat dari jalur sejarahnya, kota Palembang terbagi menjadi beberapa periode. Periode pertama adalah periode Kerajaan Sriwijaya, dimana Palembang disebut-sebut sebagai ibu kota Datuan Sriwijaya. Hal ini tercermin dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Tim Peneliti Arkeologi Palembang - bekerja sama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, French School of the Far East dan Ford Foundation, 1974-1989, salah satu hasilnya adalah penemuan Situs Bukit Siguntang -- Karang Anyar diyakini sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Periode selanjutnya adalah Kesultanan Palembang Darussalam, dimana Palembang merupakan ibu kota Kesultanan Palembang Darussalam dengan pusat kesultanan adalah Kuto Lama -- Kuto Besak.
Lalu ada masa penjajahan belanda, disini kota palembang dikembangkan oleh pemerintah kolonial belanda saat mengambil kuto besak - kuto lama sebagai pusat kota terakhir, masa kemerdekaan sampai sekarang. P.J.M. Nas (1995) sebagai Venesia dari Timur. Istilah ini menunjukkan bahwa kota Palembang menyandang citra kota air, seperti kota Venesia di Eropa. Namun, citra Palembang sebagai kota air saat ini sedang mengalami perubahan. Hal ini diungkapkan oleh beberapa anggota masyarakat dan beberapa tokoh masyarakat di kota Palembang. Adanya anggapan telah terjadi perubahan citra kota air dari Palembang ini menarik untuk disimak perubahan citra tersebut. Kajian ini tidak hanya tentang aspek fisik semata, tetapi terutama tentang aspek non fisik.
Â
PEMBAHASAN
Dalam kajian artikel ini, yang dimaksud dengan kota Palembang oleh Tempo Doeloe adalah kota Palembang pada masa kerajaan Palembang Darussalam dilanjutkan dengan masa penjajahan Belanda dan masa awal kemerdekaan Indonesia tahun 1780 sampai 1950. Kota Palembang tahun 1780-an. Kota Palembang milik Tempo Doeloe yang pusatnya terletak di Istana Kesultanan Palembang. Kesultanan Palembang terbagi menjadi dua masa kerajaan, yaitu masa kerajaan di bawah Sultan Machmud Badaruddin I dan masa kerajaan di bawah Sultan Machmud Badaruddin II. Pada masa Raja Machmud Badaruddin I, pusat kesultanan berada di sebuah keraton yang disebut "Kuto Lamo" yang didirikan pada tahun 1737, dan di bawah Raja Machmud Badaruddin II pusat kerajaan berada di istana yang bernama "Kuto Besak". didirikan pada tahun 1780. Kedua keraton Kuto Lamo dan Kuto Besak ini terletak bersebelahan di tepi Sungai Musi dengan pemandangan sungai. Lokasi Kuto Lamo merupakan kawasan dari rumah keong hingga Masjid Raya saat ini, sedangkan lokasi Kuto Besak merupakan kawasan Benteng Kuto Besak saat ini.Â
Pada masa penjajahan Belanda, setelah istana Kuto Lamo dan Kuto Besak direbut Belanda, pemerintah kolonial Belanda mengembangkan kedua istana tersebut, membongkar istana Kuto Lamo untuk dijadikan rumah. akan menjadi taman kota, tetapi tidak pernah bisa melakukannya. Apalagi dari dua keraton ini direncanakan pembangunan kota Palembang pada masa penjajahan Belanda. Di sekitar kedua keraton tersebut didirikan beberapa bangunan besar, antara lain: Menara air sekarang dikenal sebagai kantor pipa ledeng, bangunan seni/rekreasi, dll. Pemukiman Belanda yang didirikan di sebelah barat kedua keraton itu dikenal dengan Talang Semut Lama, sedangkan pemukiman pribumi berkembang secara alami di utara (seberang Ilir) dan selatan (seberang ilir).ulu). Ciri alam kota Palembang pada masa awalnya secara geografis merupakan wilayah yang didominasi oleh sungai dan rawa, oleh karena itu pada saat itu pemerintah kota kolonial Belanda membuat dua daerah resapan air hujan di pemukiman Belanda, dua ini tembus air. Tambak Tambak sekarang dikenal dengan nama Kambang Iwak, Besak dan Kambang Iwak Cilik. Pada zaman Kesultanan Palembang infrastruktur transportasi adalah transportasi sungai dan air.
Â
SEJARAH
Kota palembang masa kini seperti yang telah disebutkan dalam proses penelitian artikel ini, kota Palembang saat ini berarti kota Palembang dari masa kemerdekaan sampai sekarang, terutama dalam sepuluh dekade terakhir. Saat itu, kota Palembang berkembang cukup pesat dari segi materi terutama untuk kota-kota di luar Jawa. Dilihat dari jumlah penduduk saat ini yang sudah melebihi satu juta jiwa, pada tahun 2011 sebanyak 1.676.544 jiwa, sedangkan pada tahun 1987 jumlah penduduk hanya 878.732 jiwa. Akibatnya, telah terjadi peningkatan populasi lebih dari 2 kali lipat dalam waktu kurang dari 10 tahun. Berdasarkan proyeksi penduduk yang sebelumnya dikeluarkan oleh pemerintah Kodya Dati II Palembang dan memprediksi pertumbuhan pesat, pada tahun 1986 luas kota Palembang terbagi dari luas semula 224 km2 menjadi 400,61 km2.Â
Pada prinsipnya kawasan metropolitan Palembang saat ini sebenarnya masih bertumpu pada kota Palembang Tempo Doeloe, hanya saja wilayahnya sedang diperluas, namun wilayah yang dibagi memiliki ciri fisik yang sama dengan ciri fisik kota Palembang Tempo Doeloe, secara geografis wilayah yang didominasi oleh sungai dan sungai. Pada mulanya terdapat sungai-sungai besar dan kecil di kotamadya Palembang, sedangkan luasan berupa rawa-rawa mencapai sekitar 60% dari seluruh wilayah perkotaan. Dari 60% kawasan rawa di Kota Palembang yang semula hanya sekitar 40% yang saat ini berpenghuni, sebagian kawasan rawa tersebut telah mengalami konversi menjadi lahan lokasi pembangunan. Sementara itu, dari 109 sungai asli, sebagian telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi. Sebaliknya, struktur kota saat ini sebagian besar terbentuk dari jaringan jalan dan pola operasi serta tata guna lahan yang mengarah ke daratan. Dengan demikian, struktur kota lebih dekat dengan struktur umum kota.
Â
KESIMPULAN
Seperti yang telah disebutkan dalam proses penelitian artikel ini, kota Palembang saat ini berarti kota Palembang dari masa kemerdekaan sampai sekarang, terutama dalam sepuluh dekade terakhir. Saat itu, kota Palembang berkembang cukup pesat dari segi materi terutama untuk kota-kota di luar Jawa. Dilihat dari jumlah penduduk saat ini yang sudah melebihi satu juta jiwa, pada tahun 2011 sebanyak 1.676.544 jiwa, sedangkan pada tahun 1987 jumlah penduduk hanya 878.732 jiwa. Akibatnya, telah terjadi peningkatan populasi lebih dari 2 kali lipat dalam waktu kurang dari 10 tahun. Berdasarkan proyeksi penduduk yang sebelumnya dikeluarkan oleh pemerintah Kodya Dati II Palembang dan memprediksi pertumbuhan pesat, pada tahun 1986 luas kota Palembang terbagi dari luas semula 224 km2 menjadi 400,61 km2. Pada prinsipnya kawasan metropolitan Palembang saat ini sebenarnya masih bertumpu pada kota Palembang Tempo Doeloe, hanya saja wilayahnya sedang diperluas, namun wilayah yang dibagi memiliki ciri fisik yang sama dengan ciri fisik kota Palembang Tempo Doeloe, secara geografis wilayah yang didominasi oleh sungai dan sungai.
Pada mulanya terdapat sungai-sungai besar dan kecil di kotamadya Palembang, sedangkan luasan berupa rawa-rawa mencapai sekitar 60% dari seluruh wilayah perkotaan. Dari 60% kawasan rawa di Kota Palembang yang semula hanya sekitar 40% yang saat ini berpenghuni, sebagian kawasan rawa tersebut telah mengalami konversi menjadi lahan lokasi pembangunan. Sementara itu, dari 109 sungai asli, sebagian telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi. Sebaliknya, struktur kota saat ini sebagian besar terbentuk dari jaringan jalan dan pola operasi serta tata guna lahan yang mengarah ke daratan. Dengan demikian, struktur kota lebih dekat dengan struktur umum kota.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Lynch, Kevin, (1960), The Image of The City, Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, Massachusetts, and London, England, Nas, Peter, J.M, (1986)., The Indonesian City, Foris Publication Holland, Dordrecht, Nas, Peter, J.M, (1995)., Issues and Urban Development, Case of The East Studies from Indonesia, Research School CNWS, Leiden, Pemerintah Kodya. Dati. Palembang, (1995), Rencana Tata Ruang Wilayah Kodya Dati II Palembang, Palembang, Rapoport, Amos, (1977), Human Aspect of Urban Form, Pergamon Press, New York, Shirvani, Hamid, (1994), The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, Inc, New York, Sugeng Gunadi, Ir, MLA, Merancang Bersama Alam, terjemahan dari juduasli MCharg, Ian, L., Design with Nature, Sri Amiranti, Ir, MS, (1997), Materi Kuliah Urban Psychology, pada Program Pascasarjana ITS, Program Studi Arsitektur, Bidang Studi Perancangan Kota, Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H