Najla Khairani (230904028)
Dosen: Drs. Syahfruddin Pohan, M.Si, Ph.d
Implementasi dunia kehumasan memang telah sejak lama menghadirkan kemungkinan lain dalam memandang hubungan dan cara berkomunikasi antara suatu organisasi dengan pemangku kepentingannya. Itu sebabnya, peran humas pemerintah tidak lagi sekedar membuat pernyataan belaka, tetapi juga membuat pernyataan yang memiliki akuntabilitas. Atas dasar ini, para penyelenggara pemerintah harus mampu mengelola informasi untuk kepentingan publik. Upaya memberi akses informasi kepada publik bukan hal yang mudah, karena pengelola media massa cenderung mengangkat isu-isu publik dengan narasumber dari kalangan elite. Padahal, media harusnya mengangkat hajat hidup orang banyak dan memberi ruang pada hak tiap warga negara untuk mengetahui jalannya pemerintahan dari berbagai media. Penelitian ini bertujuan untuk menghimbau masyarakat, terutama pemuda-pemudi untuk mengikuti perkembangan dari laju yang dihasilkan oleh Government Public Relation di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode atau pendekatan penelitian kualitatif (qualitative studies), yaitu pengumpulan data melalui studi kepustakaan (research library) dan telaah berkas jurnal para ahli.
Dalam era modern dan konsep negara demokratis ini, terdapat tugas, peran, dan fungsi kehumasan pemerintah adalah pelayan publik dan bertugas untuk menjalankan kepentingan publik diantaranya melayani kepentingan publik di bidang informasi yang merupakan pemenuhan Hak Tahu Publik dan mewujudkan keterbukaan informasi. Peran kegiatan kehumasan pemerintah adalah mengkomunikasikan dan menginformasikan kepada publik tentang rencana kerja, kinerja, dan capaian hasil yang telah dilakukan oleh pemerintah. Selain peran komunikator, humas pemerintah juga harus mampu menjalankan peran sebagai fasilitator, mediator, dan negosiator yang menjembatani kepentingan penyelenggara negara dan kepentingan publik.
"Tak hanya itu, lembaga pers juga perlu diajak kerjasama dalam membantu pemerintah untuk menyebarluaskan informasi program pembangunan kepada masyarakat, karena persepsi publik tentang pemerintahan ditentukan oleh informasi dari media," pungkas Direktur Komunikasi Publik Ditjen IKP Kementerian Kominfo, Tulus Subardjono dalam Bimtek Kehumasan yang diselengarakan di Denpasar, Bali, Selasa, (6/10).”
Tanpa media/pers, masyarakat tentu tidak dapat mempengaruhi proses pengambilan kebijakan. Tanpa pers, pemerintah juga sulit menangkap realitas dan aspirasi. Namun harus diakui dalam prosesnya komunikasi kebijakan dan program pemerintah yang dilakukan elemen-elemen masyarakat tersebut terdapat tiga kecenderungan, yaitu sebagai berikut:
Pertama, dalam banyak kasus media massa, kalangan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan kelompok komunitas tidak mengkomunikasikan kebijakan dan program pemerintahan/negara secara akurat, lengkap, dan seimbang.
Kedua, keterbatasan ruang atau waktu media massa membawa konsekuensi "keterpinggiraan"konten informasi kebijakan dan program pemerintahan/negara, karena ruang media massa cenderung diisi oleh hiburan ketimbang dengan informasi mengenai kebijakan dan program pemerintahan/negara.
Ketiga, secara geografis masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum terjangkau media cetak, media penyiaran, dan media online. Bila dihitu ng penyebaran informasi harus menjangkau khalayak sasaran atau masyarakat seluruh wilayah Indonesia yang menjadi target sasaran edukasi publik. Sebesar 20% masyarakat dapat dikatakan masih pada taraf mendengar dan melihat, yaitu pada masyarakat daerah terpencil pedesaan yang belum terakses oleh infrastruktur informasi dan komunikasi. Sementara itu, sekitar 55% masyarakat yang umumnya tinggal di kawasan perkotaan sudah "mengerti dan menghayati" penggunaan informasi. Namun, masyarakat ini masih belum optimal memanfaatkan informasi sehingga cenderung mengakses konten yang konsumtif, hedonis, dan narsis. Dan ada sebanyak 25% masyarakat di metropolitan yang mampu "mengamalkan" dengan baik kebutuhan informasinya. Mereka mampu memilih dan memilah informasi yang edukatif, memberdayakan, dan menanamkan rasa cinta bangsa dan negara. Itu sebabnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki ekspetasi yang tinggi atas peran kehumasan lembaga pemerintah (Government Public Relation) dalam menyampaikan informasi tentang kebijakan publik, dimana beliau berkata bahwa
"Pejabat Humas Pemerintah bukan sekedar harus bisa menyampaikan sebuah kebijakan atau program melainkan latar belakang mengapa tindakan itu diambil, apa tujuannya dan apa penting bagi masyarakat. Hanya dengan cara ini masyarakat bisa memahami, menerima, mendukung serta berperan serta dalam kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah." tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat memberikan pengarahan pada acara Pertemuan Tahunan Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (Bakohumas), tahun 2007 di Denpasar.”
Pokok penyampaian informasi kebijakan publik yang dilakukan oleh humas pemerintah harus mengacu pada latar belakang komprehensif yang dapat menjelaskan mengapa kebijakan itu diputuskan. Setidaknya terdapat tiga kekhasan komunikasi publik dalam kehumasan, yakni saling memahami sebagai tujuan, komunikasi dua arah sebagai prosesor, dan kejujuran sebagai prinsip kerja. Paradigma kehumasan tersebut selaras dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Dengan cara itu, kebijakan publik mendapatkan legitimasi dari warga yang ditujukan dalam bentuk dukungan publik karena peran serta publik dalam komunikasi publik bukan semata-mata sebagai sasaran khalayak atau penerima informasi semata. Proses kebijakan publik sedemikian itu memiliki peluang memperoleh legitmasi atau pengakuan dari masyarakat.