Mohon tunggu...
Najlaa Meutia Atha Syawala
Najlaa Meutia Atha Syawala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

“What did you learn?” is always first and best question.”

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Transformasi Birokrasi Pemerintahan: Implementasi New Public Management dalam Reformasi Administrasi Publik di Indonesia

1 November 2024   23:07 Diperbarui: 1 November 2024   23:14 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penting untuk diketahui bahwa paradigma New Public Management dan konsep Reinventing Government muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: Apakah kerangka NPM berlaku untuk negara-negara berkembang? Lebih khusus lagi, dapatkah diimplementasikan secara efektif dalam organisasi publik di Indonesia? Paradigma New Public Management (NPM) merupakan tema penting dalam wacana yang sedang berlangsung seputar reformasi sektor publik. Inti dari paradigma ini adalah keharusan pengukuran kinerja, yang berfungsi sebagai landasan prinsip-prinsip NPM. Berasal dari negara-negara maju di Eropa, gerakan NPM telah berkembang menjadi fenomena global, bahkan berdampak pada negara-negara berkembang saat pengaruhnya menyebar. Keberhasilan implementasi kerangka NPM di Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru telah membuka jalan bagi adopsinya di berbagai negara lain. Di Inggris, kerangka NPM, sebagaimana dipopulerkan oleh Hood dan dirujuk oleh Eran Vigoda (2003) dalam Keban (2008:36), terdiri dari tujuh komponen fundamental, antara lain (1) pemanfaatan manajemen professional dalam sektor publik, (2) penggunaan indikator kinerja, (3) penekanan yang lebih besar pada pendekatan kontrol output, (4) pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil, (5) pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi, (6) penekanan gaya sektor swasta pada praktek manajemen, dan (7) penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam penggunaan sumber daya. 

Gagasan New Public Service (NPS) muncul melalui karya-karya Janet V. Denhart dan Robert B. Denhart yang meyakini  bahwa administrasi publik tidak boleh diatur sebagai sekadar badan usaha. Memimpin pemerintahan sama halnya dengan membina masyarakat yang demokratis. Wacana yang sedang berlangsung seputar nilai-nilai dasar administrasi negara—apakah harus memprioritaskan prinsip-prinsip ekonomi seperti efisiensi dan efektivitas, atau merangkul cita-cita politik seperti keadilan, demokrasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia—telah lama menjadi tema penting dalam bidang administrasi publik. Perdebatan ini menelusuri akarnya kembali ke kontribusi penting Woodrow Wilson, yang terkenal akan essainya yaitu "The Study of Administration" pada tahun 1887. Prinsip-prinsip New Public Management (NPM) menunjukkan bahwa sektor publik pada dasarnya berbeda dari sektor swasta. Di bawah NPM, manajer publik sering dipandang sebagai aktor rasional yang mengadopsi strategi kewirausahaan, sehingga mengubah peran masyarakat menjadi pelaku di pasar swasta. NPM menganjurkan pengenalan insentif yang terinspirasi pasar—seperti persaingan dan penghargaan berbasis kinerja—untuk meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi, sehingga mereformasi struktur birokrasi yang menjadi ciri Administrasi Publik tradisional.

Jika dilihat melalui kacamata konsep New Public Management (NPM) yang mengadvokasikan pergeseran budaya nilai-nilai yang mirip dengan yang ditemukan di organisasi swasta, menjadi jelas bahwa prinsip-prinsip yang melekat dalam NPM dapat diintegrasikan dengan mulus ke dalam kerangka birokrasi Indonesia. Tidak ada konflik mendasar antara prinsip-prinsip ini dengan tujuan reformasi birokrasi Indonesia, yang semuanya berupaya untuk memberikan layanan terbaik kepada publik. Meskipun tidak semua negara menerima model inovatif administrasi publik ini, birokrasi Indonesia harus secara strategis mengadopsinya guna meningkatkan reputasi dan membangun kembali kepercayaan publik, yang telah dirusak oleh persepsi kinerja yang buruk dan keluhan publik yang meluas. Pernyataan ini didukung oleh tren perbaikan yang terus berlanjut yang disaksikan dalam kebijakan reformasi birokrasi Indonesia, terutama sejak era reformasi, yang bertujuan untuk mengubah sistem birokrasi agar lebih selaras dengan kebutuhan masyarakat. Bukti empiris penerapan konsep NPM dalam birokrasi Indonesia sudah dapat dilihat. Hal ini meliputi pembentukan sistem Badan Layanan Umum (BLU) di berbagai unit kerja publik, penerapan sistem manajemen keuangan berbasis kinerja, dan penerapan kebijakan remunerasi (Performance-Based Pay) sejak tahun 2009. Selain itu, telah ada gerakan privatisasi pengelolaan layanan transportasi di sektor udara, laut, dan darat, serta pembinaan otonomi kampus melalui penetapan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan perguruan tinggi negeri di Indonesia.

Walaupun New Public Management (NPM) sering dipandang sebagai pendekatan transformatif untuk meningkatkan kinerja sektor publik dengan mengambil inspirasi dari sektor swasta, penerapannya di Indonesia bukannya tanpa tantangan yang signifikan. Salah satu rintangan utama terletak pada budaya organisasi publik yang mengakar. Sifat dan perilaku lembaga-lembaga ini, termasuk birokrasi publik, sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi mereka. Sikap dominan yang dicirikan oleh pola pikir "dilayani", kecenderungan untuk "menghalangi", "mempersulit", dan "mempersulit hal-hal yang sederhana", bersama dengan kecenderungan umum terhadap "kerahasiaan", terus menyebar dalam proses pemberian layanan dalam organisasi publik. Sikap seperti itu harus ditangani dan diubah, karena sering kali menghambat kemajuan layanan publik yang berkualitas. Tanpa perubahan mendasar atau pembaruan dalam budaya organisasi publik Indonesia, prinsip-prinsip NPM—terutama yang berpusat pada kepuasan pelanggan—akan tetap sulit dilaksanakan.

Kendati memiliki keterbatasan, penerapan New Public Management (NPM) dalam pemerintahan Indonesia telah menghasilkan beberapa hasil positif. Khususnya, kini ada penekanan yang lebih tinggi pada akuntabilitas lembaga pemerintah, di samping penerapan kebijakan moratorium dan inisiatif pensiun dini yang ditujukan kepada pegawai negeri sipil yang tidak memenuhi kualifikasi yang ditetapkan. Langkah-langkah ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas tata kelola daerah, yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan kualitas layanan publik. Lebih jauh, pembentukan public-privat partnership (PPP) telah muncul sebagai konsep dasar dalam kerangka kerja pemerintah daerah, yang mendorong kolaborasi antara sektor publik dan swasta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun