Mohon tunggu...
Najamuddin
Najamuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahzab Fiksi, Suara Dari Timur, mencintai Yang Lain.

Forum Intelektual Komunikasi Penyiaran Islam (FIKSI).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sebagai Pilar Keempat Hanya Paradox dan Omong Kosong

12 November 2020   13:32 Diperbarui: 12 November 2020   13:36 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan media tidak hadir dalam ruang hampa melainkan hasil dan kelanjutan dari perkembangan teknologi dibidang komunikasi. Perkembangan tersebut telah berhasil merubah struktur kekuasaan di dunia tak terkecuali di Indonesia. 

Pemilik media melihat perkembangan tersebut sebagai ancaman bagi eksistensi media mereka. Untuk menangkal hal tersebut pemilik media harus turut andil dalam menentukan kebijakan pemerintah, kepentingan mereka hanya satu yaitu bisnis dan ujung-ujungnya duit.

Media massa memiliki peran penting sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi Indonesia. Kurang lebih 32 tahun orde baru memerintah sekaligus pembungkaman bagi para pekerja media massa. Buah orde baru sudah sangat ranum dan jatuh di belantara reformasi, ini kabar yang menggembirakan dan juga sebagai hadiah untuk media agar  liberalisasi dalam mewartakan suara rakyat tercapai sebagai penguatan pondasi sistem demokrasi.

Kurang lebih 20 tahun kapal reformasi berlayar disamudra lautan dunia namun tak kunjung tiba di dermaga kesejahteraan. Kapten kapalnya sudah silih berganti, namun belum ada kapten yang mampu membaca perubahan iklim lautan. Tapi gambaran atau citra kapten kapal didalam pemberitaan media seolah-olah sudah berhasil sampai di dermaga kesejahteraan tersebut. Tak ada masalah dalam ruang struktur masyarkat, tak ada yang mabuk dalam kapal, karna katanya kapal kita besar dan dilapisi emas sehingga takkan terguncang kala gelombang menghantam dan jauh dari kata berkarat. Seperti itulah citra kapal kita dimedia saat ini.

Selama ini pemberitaan media selalu menguntungkan para oligarki, pesan sudah menjadi komoditi bagi pemilik media. Tak pelak para pemilik media terjun dalam dunia politik demi mempertahankan status quo. Maka dari itu netralitas dalam media takkan pernah ada. Kita bisa lihat pemberitaan media pada pemilu tahun 2019 yang lalu, stasiun televisi yang satu memberitakan kemenangan kandidat yang satu sementara stasiun televisi yang lain memberitakan kemenangan kandidat yang lain. Ini terjadi karna salah satu faktornya adalah lembaga survei yang mereka gunakan berbeda dan variabel dalam menentukan kemenangan pun berbeda maka hasilnya pun akan berbeda. Terlepas dari survei tersebut ada oligarki yang turut bermain dibelakang layar kemana arah dan sikap mereka terhadap calon kandidat presiden. Olehnya itu media yang selama ini dikatakan sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi menjadi paradox bahkan hanya omong kosong belaka.

Prediksi McLuhan Tentang Masa Depan Media Adalah Pesan

Marshall McLuhan merupakan tokoh Ilmu komunkasi yang mempunyai cara pandang yang berbeda tentang efek media. Berbeda dengan para tokoh yang fokus pada efek yang ditimbulkan oleh pesan, McLuhan justru melihat bahwa media itu adalah pesan itu sendiri. 

Melalui ungkapan media adalah pesan, McLuhan ingin menyampaikan bahwa pesan yang disampaikan media tidaklah penting, dalam kata lain ia ingin menjelaskan bahwa media atau saluran komunikasi memiliki kekuatan dan memberikan pengaruhnya kepada masyarakat, dan bukan isi pesannya[1].

Orang yang chatting di internet misalkan di Facebook, Instagram tidak terlalu mementingkan isi pesan yang mereka terima atau isi pesan yang mereka tulis tetapi kenyataannya bahwa penggunaan Facebook, Instagram dan media sosial lainnya justru itu yang penting.

Media Adalah Pesan Dalam Konteks Indonesia

Sebagai teori tentunya tidak lepas dari kritikan, namun konsep tentang media adalah pesan menjadi dasar pemikiran tentang masa depan sejak kehadiran internet. Kehadiran internet sebagai media justru membawa pesan bagi pemilik media seperti televisi, surat kabar, radio harus melakukan konektivitas zaman, dan lagi-lagi untuk memuluskan jalan tersebut pemilik media harus turut andil dalam sistem pemerintahan seperti yang saya jelaskan pada paragraf pertama tulisan ini.

Chairul Tanjung, Hary Tanoesoedibjo, Aburizal Bakrie, Surya Paloh. Siapa yang tidak kenal nama tokoh-tokoh tersebut. Nama-nama ini hanya sebagian kecil dari nama yang mempunyai media di Indonesia. Chairul Tanjung pemilik stasiun televisi trans tv, trans7 dan CNN, dan media daring Detik dan CNN. Hary Tanoesoedibjo pemilik MNC, Global, RCTI dan media daring Okezone dan Sindonews. 

Aburizal Bakrie pemilik TVone dan ANTV media daring Viva. Dan Surya Paloh pemilik MetroTV dan media daring Media Indonesia dan Metrotvnews. Dalam sistem pemerintahan keempat tokoh ini juga ikut bersaing bahkan mendirikan sebuah partai untuk mendapat kursi dipemerintahan, tak tanggung-tanggung mereka saling menjatuhkan satu sama lain dan seringkali menjadi sahabat ketika ada regulasi yang akan mengancam lintas jalur bisnis media mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun